File 2.4.8 - Damn You, Daylan!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kacau.

Beaufort benar-benar lalai kali ini. Dia lupa jika keponakannya itu tidak aman sejak kecil karena pekerjaan Dyana yang berbahaya.

Bisa-bisanya dia melonggarkan penjagaannya dan membiarkan bedebah itu menyerangnya di kala dia ingin menjemput Watson yang akhirnya bisa pulang semenjak dia koma.

Butuh waktu bagi Beaufort mengetahui posisinya sekaligus pemulihan Noelle. Dia sebenarnya hendak menyusul Watson ketika dia sadar, namun dia mengamankan istri dan anak-anaknya terlebih dahulu agar bisa fokus.

Saat umurnya 6 tahun, Watson diculik oleh penjahat yang dipanggil "Phony Baloney". Menurut informasi, duo kriminal brengsek ini mengincar anak-anak polos di bawah usia 7 tahun untuk dicuci otaknya dan bisa memanfaatkan mereka suatu hari nanti.

Sesungguhnya Daylan sudah meminta tolong berkali-kali pada kejaksaan dan kepolisian supaya menanggapi serius kasus ini, tetapi karena "Phony Baloney" selalu memulangkan target mereka tanpa meminta tebusan, pihak hukum jadi menyepelekan masalah tersebut.

Daylan beranggapan bahwa masalah "Phony Baloney" akan menjadi butterfly effect di masa depan kalau dibiarkan begitu saja dan itu benar-benar terjadi sekarang.

"Ini salahku. Aku tidak waspada," gumam Beaufort sambil memegang kepala yang berdarah, nyeri rasanya. Dia tak sempat ke rumah sakit karena Watson lebih penting. Dia sudah terlalu banyak membuang waktu.

Hm? Beaufort menoleh ke seberang jalan, menatap ke arah tiga remaja yang tampak berdiskusi. Beaufort kenal dua di antaranya.

Tidak salah lagi. Mereka temannya Watson!

Dan tibalah kita di chapter sebelumnya.

*

"Kamu Aiden, kan? Di mana Watson?" tanya Beaufort langsung to the point.

Tanpa basa-basi langsung gas inti sari. Yah, bisa dimaklumi karena beliau adalah paman Watson yang punya sifat gunung salju. Tidak ada kata bertele-tele di kamusnya!

Dia tidak bereaksi terhadapku? batin Michelle sedang menimang-nimang segala kemungkinan. Jika dia Phony Baloney, pasti ada sedikit gestur aneh di pergerakannya.

Michelle menggeleng cepat. Tidak! Jangan salah! Selain ahli menyamar, mereka juga ahli meredam reaksi tubuh mereka dengan pro! Gadis itu tidak boleh lengah sedikitpun.

Beaufort memegang bahu Aiden. "Katakan padaku! Watson ada bersama kalian, kan??"

Lupakan tentang orang di depan mereka Beaufort asli atau palsu. Pikiran Aiden jatuh ke Anjalni. Dia teringat sesuatu. Bukankah Michelle telah melepas penyamarannya sebagai 'kembaran tiruan' Watson?

Tapi kenapa Anjalni tak merasa terganggu?

Sial! Lagi-lagi begini! Di saat mereka sibuk dengan hal lain, hal baru berdatangan. Michelle benar. Sungguh timing yang jelek.

"B-bagaimana sekarang, Kak Aiden?"

"Hanya ada satu cara untuk memastikan orang ini Paman Dan yang asli atau bukan."

Aiden mengambil ancang-ancang, menatap Beaufort tajam. "Om, aku akan menikah dengan keponakanmu! Jadi berikan restumu!"

"Jangan bercanda. Kalian masih anak kecil. Terlalu dini membicarakan pernikahan."

"Yosh, dia Om Beaufort yang asli karena yang asli juga menjawab dingin seperti itu!" Aiden mengacungkan jempol pada Dextra yang lelah.

"Hah. Aku bahkan tidak ingin berkomentar," ucap Michelle mengusap wajah. Lebih lelah.

Beberapa menit setelah menceritakan situasinya pada Beaufort, Michelle dibuat terkejut kalau Beaufort ternyata tahu perihal Phony Baloney. Beliau berterima kasih karena Michelle tidak memberitahu Watson bahwa paman dan tantenya sempat ditangkap dan disekap. Pria itu tidak ingin menambah beban pikiran Watson yang pastinya ruwet.

Sejujurnya ini bagus untuk Michelle dan klub detektif. Beaufort tampak dendam pada mereka dan bisa dijadikan partner kasus.

Masalahnya Watson diculik oleh pihak lain. Ini tidak berakhir di Phony Baloney saja.

"Haah..." Beaufort mengacak anak rambut. "Kenapa anak ini suka sekali ditargetkan oleh penjahat? Daylan sialan!!! Ini semua salahnya membuat anak dengan seorang genius!"

Aiden dan Dextra menatapnya iba. Kasihan sekali Beaufort. Selama ini beliau pasti capek dan frustasi merawat Watson yang keras kepala dan suka melawan bahaya. Mungkinkah sifatnya itu diwariskan dari ayahnya?

"Pokoknya kalian fokuslah pada kegiatan kalian. Aku yang akan mengurus soal Watson."

Michelle bersedekap begitu Beaufort pergi. "Baguslah, pekerjaan kita jadi kurang. Aku khawatir padanya, tapi bagaimanapun, Kak Watson takkan mati semudah itu. Ayo!"

"Mau ke mana woi?" tanya Aiden.

"Kamu lupa? Cari informasi ke teman Enda!"

.

.

>Grimwyn High School<

Dipikir tim Michelle yang datang pertama di sekolah Nema dan Gervas, tahunya Hellen dan Jeremy sudah menunggu di sana sejak tadi. Mereka santai membeli cemilan beserta perlengkapan kostum penyamaran yang baru.

"Lama banget. Kami lumutan nunggu kalian," oceh Jeremy saat mereka mendekat.

"Sori, sori. Tadi ada something."

"Jangan buang waktu lagi. Kita beruntung sekolah ini minus dalam hal pemeriksaan." Michelle memperhatikan pos satpam yang kosong. Mereka bebas masuk kapan saja.

Nah-nah. Walau mereka berhasil menyusup ke sekolah itu, masalah lainnya menghampiri detik itu juga: harus ke mana mereka mencari dua teman Enda itu. Nema dan Gervas tidak memberitahu kelas mereka. Tidak ada pilihan selain bertanya manual ke murid-murid.

"Dia kelas 2, kan? Kita mulai dari 2-F dulu."

Akan tetapi, sejauh apa mereka menelusuri kelas F sampai B, jawaban yang mereka dapatkan selalu sama: tidak kenal siapa itu Nema atau Gervas. Anehnya mereka tahu Enda Oroco. Hanya dua orang itu tak dikenal.

Michelle mengatupkan rahang. "Firasatku tak enak untuk ini. Ayo kelas yang terakhir."

Klub detektif Madoka sudah berharap tinggi akan mendapatkan jawabannya di kelas 2-A, nyatanya hasilnya sama saja. Tidak ada satu pun yang kenal Nema ataupun Gervas.

Sebenarnya ada apa sih ini?!

"Apa mereka memalsukan namanya?" Jeremy mengelus dagu. "Jangan-jangan mereka si J! Sosok yang mengarahkan Enda ke Ishanaluna."

"Aku ragu. Ngapain mereka repot-repot minta tolong ke kita?" sergah Michelle.

"Apa pun alasannya..." Aiden dan Hellen memasuki mode serius. "Ini menjengkelkan. Apa kita sungguh dipermainkan?"

Anggaplah Nema dan Gervas tidak termasuk ke bagian kasus Ishanaluna, namun Enda benar-benar dalam bahaya. Kali saja mereka berdua hanya seseorang yang bertugas melempar kasus itu ke klub detektif Madoka.

Dengan kata lain, ada kemungkinan Nema dan Gervas hanyalah orang suruhan dari si J!

"Ng? Lho..." Michelle menoleh ke sekitar. Ada yang kurang dari jumlah mereka. "Oi, di mana Cho? Aku yakin dia masih di sini tadi."

"Aneh. Dia berdiri di belakangku sejak masuk ke bangunan sekolah," kata Aiden, menggaruk kepala bingung. "Apa dia tersesat?"

"Ya kali! Dextra itu hacker berbakat!"

"Dasar! Dia menghilang begitu kita meleng!"

Ada yang aneh, batin Hellen. Dia diam saja.

*

Di belakang gedung sekolah, terdengar suara kerasak-kerusuk seperti bunyi kantong plastik besar diseret. Belum lagi berpadu dengan bunyi rantai sekaligus pipa besi.

Adalah Dextra yang bercucuran darah.

"Sialan! Tidak kusangka mereka benar-benar datang kemari! Apa orang itu bisa melihat masa depan? Kenapa dia tahu persis klub detektif Madoka akan tiba ke sekolah ini?"

"Diamlah! Jangan berisik! Kita cuman menjalani tugas. Bakal gawat kalau mereka tahu kita sebenarnya tak ada hubungan sama sekali dengan Enda yang entah siapa itu!"

Terus mengumpat dalam hati, salah satu dari mereka mengeluarkan sapu tangan, mengelap darah yang mengalir dari kening Dextra. Tangannya gemetar. "Sial, sial, sialan! Dia takkan mati, kan? Seharusnya aku tak pernah setuju melakukan ini. SIAL! Kenapa darahnya tidak mau berhenti mengalir?! Berhentilah!"

"Kamu memukulnya terlalu keras."

"Dia ini informan mereka tahu! Kita harus membungkamnya atau tidak kita lah yang kena masalah! Lagian anak ini mau teriak, ya terpaksa kupukul. J brengsek. Dia memutus kontak usai memberikan semua masalah ini!"

Selang beberapa menit memastikan Dextra baik-baik saja, mereka berdua bersiap untuk pergi. Klub detektif Madoka ada di sekolah. Mereka tidak bisa berada di sana lama-lama!

"Ayo kita lewat jalan pintas biasa. Aku yakin mereka sedang sibuk mencari rekannya."

"Kita tak boleh sampai tertangkap... Hm?"

Merasakan hawa pembunuh dari sisi belakang, mereka pun menoleh. Tampak siluet seseorang dengan senyum mengerikan mengangkat pipa besi yang mereka gunakan memukul Dextra.

BRUAKK—!!!!



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro