File 2.5.5 - Ghosts Don't Exist!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

DETECTiVE WATSON

Push-up 50 kali, ceklis. Crul-up 50 kali, ceklis. Squats 50 kali, juga selesai barusan. Yang tersisa berlari 10 kilometer. Watson bisa melakukannya sambil pergi ke sekolah. Ayo lakukan jadwal ini setiap hari.

"Watson! Sudahi olahragamu dan pergi mandi. Ini sudah pukul setengah tujuh."

Eil, Rale, dan Honja. Tiga remaja streamer yang pergi ke rumah (katanya) angker untuk kebutuhan konten. Di berkas yang disisipkan oleh Hellen, yang hilang di antara mereka bertiga adalah Eil.

Humuh-humuh. Pada akhirnya Watson mengambil kasus berbau hal mistis. Dia harap tidak ada lagi gangguan seperti terjadinya pembunuhan kepala sekolah sementara yang membuat klub detektif Madoka mengundur kasus tiga remaja ini.

Detektif Muram itu tidak bisa membiarkan seseorang menghilang begitu saja. Ini pasti mengarah ke penculikan.

"Paman, aku berangkat sekolah!"

"Sebentar, Watson. Kita pergi bareng... Lho?" Pintu terbuka. Watson sudah pergi. "Dia ke sekolah dengan berlari? Dia ternyata lebih serius dari yang kupikirkan."

.

.

Seolah sudah menjadi kebiasaan permanen, Watson mampir ke ruang klub daripada ke kelasnya dulu. Baru Jeremy yang datang, duduk manis di kursi. Dia menoleh.

"Yo! Kamu sudah datang."

"Ini sebuah keajaiban dunia. Kamu bisa datang pagi rupanya," kata Watson datar.

"Pagi? Ini hampir jam tujuh, Bro." Jeremy memperhatikan Watson dari atas sampai bawah. "Kenapa pagi-pagi sudah banjir keringat begitu? Kamu habis lari?"

"Ya. Lari dari rumah."

"Oho! Apa kamu akhirnya berolahraga?"

"Ya. Aku benci tidak bisa melawan."

"Kalau begitu, kabar baik untukmu! Aku akan menjadi tutormu di sekolah. Kamu tahu kan..." Jeremy kibas rambut. "Sekuat apa temanmu yang ganteng ini."

Itu bagus. Di rumah, Watson mengalami kesulitan mempraktekkan teori mengunci dan membanting yang diajarkan Beaufort karena perbedaan porsi dan tinggi tubuh.

"Kamu ingin mendalami bela diri apa dulu?"

"Boxing dan judo. Aku ingin mencoba membanting orang dengan kekuatanku sendiri. Itu impianku dari lama."

Jeremy bangkit dari posisi duduk. Pun Watson yang melepaskan jas almamater sekolah. "Coba perlihatkan kuda-kudamu."

Sementara itu di luar, Aiden, Hellen, dan Saho masuk ke bangunan sekolah bersama karena bertemu di depan gerbang.

"Kita punya kasus berapa sekarang?"

Hellen menghitung. "Tiga sih. Permintaan bantuan Petugas Ingil, lalu permohonan dari siswa bernama Akel dan Khansa, terakhir anak-anak streamer itu."

"Hari ini sepertinya kita takkan belajar. Kita pasti disuruh kerja bakti membersihkan sisa-sisa festival," kata Saho melihat lapangan yang kotor oleh sampah dan tenda-tenda yang belum dibongkar. "Kita bisa mengerjakan kasus angker itu."

Masalahnya adalah, apa Watson mau melakukannya? Cowok itu kan penentang nomor satu eksistensi hantu. Mereka sudah terbayang wajah Watson yang akan mengatakan: Hantu-itu-tidak-ada!

Lamat-lamat, mereka mendengar suara gaduh dan gedebuk dari klub detektif. Mereka bertiga saling tatap. Ada yang bertengkar? Bergegas membuka pintu.

Astaga! Kenapa Watson dan Jeremy berkelahi?! Aiden, Hellen, dan Saho segera melerai keduanya. "Berhenti!"

"Kalian ini sedang apa sih? Dan, kamu ini masih dalam tahap pemulihan. Kenapa mengajak Jeremy bertengkar??"

"Watson itu belum terlalu sehat, Jeremy. Kenapa kamu main tangan padanya?"

Mereka mendengus masam, tidak peduli pada omelan Aiden dan Hellen.

"Dia duluan mulai! Katanya bakal pelan, eh, tahunya aku dibanting pakai tenaga. Kamu pikir punggungku tidak sakit? Akui saja. Kamu punya dendam padaku, kan?"

"Aku kan sudah bilang aku tergelincir!" Jeremy menunjuk tali sepatunya yang terlepas. "Tapi kamu malah meninjuku! Dan kamu pikir tinjumu lembut begitu?"

"KAMU YANG SALAH!" seru mereka kompak.

Aiden dan Hellen menepuk dahi. Dasar anak laki-laki! Apa susahnya baikan?!

Seseorang bertepuk tangan. "Bagaimana kalau kalian berdamai dan kita bahas masalah tiga remaja streamer saja?"

Adalah Michelle yang datang.

Watson menghela napas. "Kasus itu agak absurd menurutku. Mereka bilang Eil sudah hilang tiga hari, kan? Berarti lima dengan hari ini. Kupikir awalnya ini masalah remaja yang sedang pubertas. Kabur dari rumah. Mungkin ini akan berubah ke penculikan."

"Yakin?" Alis Hellen naik-turun, menggoda. "Aku tidak percaya. Pasti pertama yang kamu pikirkan 'hantu itu tidak ada'!"

"Itu kamu yang bilang lho ya. Bukan aku."

"Sebaiknya kita briefing dulu sebelum memutuskan arah kasusnya," usul Michelle.

"Oke-oke. Ng?" Watson menoleh ke Saho yang pergi diam-diam tanpa bicara.

Ada apa dengannya? Mungkin sibuk.

*

Eil. 15 tahun. Dia menjadi newtuber sejak umur 13 tahun. Dulu kontennya adalah mukbang. Tapi seiring berjalannya waktu, setelah mengenal Rale dan Honja, dia pun merubah konsepnya menjadi konten horor.

Ah, atau lebih tepatnya pencarian rumah dan tempat-tempat angker.

"Aku mencari latar belakangnya. Dia tidak punya ayah, namun memiliki ibu. Sayangnya Ibu Eil sakit-sakitan dan terbaring di rumah sakit. Eil menjadi streamer untuk mengumpulkan uang demi operasi ibunya."

"Oooh, mulia sekali hatinya."

Watson membaca biodata Eil, memicingkan mata. Dia pernah ikut les taekwondo rupanya. Itu berarti dia bisa bertarung, kan? Tidak mungkin dia membiarkan dirinya disekap tanpa perlawanan.

"Aku menemukan artikel menarik," cetus Michelle menyita atensi yang lain. Dia menggantikan Aiden memberikan briefing.

Informasi di layar infocus berubah.

"Apa?" Jeremy melotot. "Ternyata bukan hanya Eil korban dari rumah misterius itu?"

"Rumah di Jln. Maplebloom dijuluki rumah kutukan karena setiap orang yang datang karena penasaran dengan rumah itu, pasti menghilang atau berakhir jatuh sakit."

Pufft! Watson mengulum bibir, supaya tidak ketahuan tertawa remeh. Memangnya hal seperti kutukan masih ada di zaman modern? Ayolah. Ini pasti kasus penculikan yang disetting jadi teror hantu.

Ruang klub hening. Watson mau tak mau kembali duduk fokus, menelan ludah. Apa dia tidak terlihat serius dengan kasus ini?

"Ekhem! Cari lebih dalam orang-orang yang terkait dengan rumah kutukan itu."

Ya. Itulah yang mereka tunggu. Perintah. Tanpa komando dari Watson, mereka bingung harus mencari apa.

"Kak Watson!" Dextra masuk tiba-tiba. Sepertinya dia baru tiba ke sekolah. "Eh? K-kenapa suasananya serius sekali... Jangan-jangan kasus baru lagi??"

Watson bersedekap. "Ada apa, Hane?"

"A-ah! Ponsel Kak Watson hilang, kan? Kapela menghubungiku. Dia ingin bicara dengan kakak," lapor Dextra, memberikan ponselnya yang sedang tersambung dengan Kapela. "Beri saya tugas, Kak!"

Watson menerima ponsel Dextra, berdiri. "Bantulah yang lain mencari artikel tentang Rumah Maplebloom."

Detektif Muram itu keluar dari klub karena katanya Kapela ingin bicara berdua dengannya saja. Sepertinya dia punya berita penting. Watson jadi deg-degan.

"Apa yang terjadi, Kapela?"

[Pergilah ke Rumah Keju. Kamu pasti tahu itu di mana, kan? Pergi sendirian. Tanpa seorangpun, termasuk teman-temanmu. Lalu, berhati-hatilah dengan Kak Lupin.]

Begitu saja dan teleponnya ditutup.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro