Dia Daisy 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lagi, rindu bertamu tanpa malu. Mendekapku dalam biru. Menyiksaku dalam pilu. Sadarkah kau sang pelaku?

_________________

Dinginnya angin malam kini memeluk tubuh Daisy yang sedang duduk di balkon kamarnya. Memandang betapa terangnya rembulan malam ini.

Alunan lagu 'before you go' mengalun dari ponsel milik Daisy yang tergeletak di sofa balkon.

Tertera dua belas digit nomor orang asing memenuhi layar ponselnya. Daisy mengangkat tanpa ragu.

"Halo?" Suara berat yang begitu dikenalinya menyapa telinganya.

"Kak Aster?" tanyanya terkejut. "Kakak dari mana dapat nomor telepon aku? Aku belum ngasih nomor aku loh ke kakak?" tanya Daisy berturut.

"Gitu, ya, cara menyapa balik pacar?"

Daisy terkekeh pelan. "Ada apa hubungin aku, Kak?"

Terdengar embusan nafas di sana. "Pengen peluk, kangen." Kalimat yang di ucapkan Aster dengan nada manja membuat Daisy tersenyum lebar.

"Kalo kangen kok nelpon? Bukannya ke sini?" Tak ada jawaban setelah itu, yang terdengar hanya suara langkah kaki, kemudian seperti pintu tertutup. "Kak?"

"Siap-siap ya. Aku udah jalan ke rumah kamu." Setelah itu, percakapan singkat di telepon itu di putuskan sepihak oleh Aster.

Seperti biasa, Daisy akan menurut, apa pun perintah Aster.
Daisy mengambil celana jeans putih dengan sweater merah muda membuatnya tampil lebih menggemaskan. Ia tak lupa membubuhkan sedikit lipbalm pada bibirnya. Daisy segera turun dari kamar setelah mendapat notifikasi dari Aster bahwa pria itu sudah sampai.

"Mau ke mana?" tanya Dara yang berpapasan dengan Daisy di anak tangga terakhir.

"Nggak tahu mau di ajak ke mana sama kak Aster."

"Aster?" Dara berusaha mengingat nama yang cukup tak asing baginya. "Oh, Cleosa Aster?" Daisy mengangguk membenarkan.

"Kalian pacaran?" tebak Dara. Lagi-lagi Daisy mengangguk.

"Oke. Hati-hati, jangan pulang malam," peringat Dara.

"Iya Dara ... aku berangkat ya. Bye."

Daisy berjalan menuju motor Aster yang sudah berada di depan gerbang rumah Dara, seraya mengetikkan pesan pada kakaknya untuk berpamitan.

Tepat sedetik setelah Daisy sampai di depan Aster, pria itu langsung memeluknya. Melampiaskan rasa rindunya yang tak pernah habis.

Daisy merasa geli, karena merasakan embusan nafas hangat di ceruk lehernya.

Aster melepas rengkuhannya setelah beberapa menit.

"Cantik." Pujian lagi dan pujian lagi dari Aster yang membuat Daisy nge-fly seketika.

•••

Daisy sangat menikmati suasana ramai di depannya. Beberapa orang-orang banyak yang memutuskan untuk naik bianglala, menikmati pemandangan lebih jelas dari atas sana.

Ada beberapa anak muda yang berteriak histeris karena mencoba wahana ombak banyu. Tak mengherankan sih, karena wahana ini akan membawa pengunjung berputar, naik, dan turun seperti layaknya ombak di pantai.

Ada juga yang mencoba menguji nyali di rumah hantu. Meskipun sukses membuat para pengunjung deg-degan setelah mengunjungi wahana yang satu ini, tapi rumah hantu cukup digemari banyak pengunjung.

Nantinya pengunjung akan masuk ke rumah hantu secara berkelompok dan harus melewati lorong-lorong gelap dengan musik yang semakin membuat suasana mencekam.

Di dalam rumah hantu ini pengunjung bisa menemukan berbagai sosok hantu ala Indonesia seperti pocong, mbak kunkun, pak wowo, sundel bolong, sampai seperti rupa pak Hina pun ada.

Daisy tersentak saat merasakan dingin di pipinya. Ternyata Aster yang menempelkan minuman kaleng bersoda ke pipinya.

"Kakak!" Aster terkekeh mendengar nada merajuk dari mulut kekasihnya.

Tanpa Daisy duga, Aster mencium pipinya bertubi-tubi di depan khalayak umum. Menggantikan rasa dingin tadi menjadi hangat sampai merambat ke telinga.

"Kak ...."

Aster kembali tertawa mendengar nada lirih dari Daisy, ditambah wajahnya yang memerah sampai telinga. Aster menyuapkan permen kapas yang ia beli tadi ke mulut Daisy yang sedikit terbuka. Daisy menelannya tanpa protes.

"Oh, iya, tadi aku beli ini juga." Aster mengeluarkan kalung yang dibelinya tadi setelah mengalihkan permen kapas yang di pegangnya ke tangan Daisy

Kalung hitam yang sama dengan yang ia pakai. Tetapi bedanya kalung untuk Daisy berbandul bunga daisy, atau bisa dinamakan aster.

Mata Daisy berbinar melihatnya. "Bagus banget, Kak."

Aster tersenyum senang karena Daisy senang. Tangannya terulur memasangkan kalung pemberiannya di leher jenjang Daisy. Orang-orang akan mengira posisi mereka kini berpelukan.

"Kenapa bunga aster? Sama kayak nama Kakak dong?" tanya Daisy setelah tubuh Aster memasang sedikit jarak.

"Kok aster? Itu bunga daisy, sama kayak nama kamu," ucap Aster membantah.

"Ini aster Kak, bukan daisy." Daisy tak mau kalah.

"Daisy, Chi."

"Aster."

"Daisy."

"Aster."

"Oke, daisy dan aster," final Aster tak mau memperpanjang. Daisy juga mengacungkan jempolnya, mempersetujui.

Lalu beberapa menit setelah hening cukup lama, Aster tiba-tiba tertawa membuat Daisy bergidik.

Pacarnya kerasukan kah?

"Kakak kenapa? Kerasukan mbak Kunti ya?"

Aster berhenti tertawa. "Enak aja! Aku cuma baru kepikiran kalo nama kita berbeda tetapi dalam satu arti yang sama."

Daisy mengangguk-angguk, lalu melanjutkan memakan permen kapasnya yang hampir leleh.

Aster memberengut. "Chi, aku nggak disuapin gitu?"

Daisy menoleh, lalu terkekeh, gemas dengan nada lucu yang dibuat-buat Aster.

Tangannya bergerak untuk menyuapi kekasihnya, namun dengan jahil Aster melahap permen kapas itu bersama dengan jari telunjuk dan ibu jari Daisy. Menggigitnya kecil.

"Kak!"

Aster tertawa. "Mau naik bianglala nggak?" Daisy dengan cepat mengangguk mau.

Kini, pasangan sejoli itu tengah menikmati pemandangan yang di suguhkan dari atas bianglala.

Daisy menikmati rengkuhan Aster yang selalu memberi kenyamanan padanya. Daisy berjanji akan menemani Aster pada keadaan apa pun yang terjadi ke depannya. Ia sudah jatuh terlalu dalam pada cinta Aster yang membelenggunya dalam sekejap.

Setelah mencoba wahana lainnya. Aster segera mengantar Daisy pulang karena jam yang sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB.

•••

Di depan gerbang rumah sudah ada Gara yang tengah mondar-mandir gelisah. Di tangannya ada ponsel yang berkali-kali mencoba menghubungi seseorang. Tak lama ia berdecak saat lagi-lagi hanya suara operator yang menjawab.

Silau cahaya dari motor yang seperti akan berhenti di depannya, membuat ia menyipitkan mata. Lalu tak lama terlihat pria kemarin yang berjabat tangan dengan dirinya.

Gara berjalan cepat saat yang keluar adalah Adiknya. Memeluknya erat. "Kenapa nggak nungguin Abang pulang dulu, Chi, kalo mau keluar."

Entah mengapa Aster selalu merasa panas jika Gara memeluk kekasihnya. Padahal ia tahu, Gara adalah kakak Daisy.

"Kan aku mau jalan sama pacar aku, Bang. Masa Abang ikut?" ujarnya saat ia terlepas dari pelukan Gara.

"Hm, ya sudah, kita masuk. Udah malam, dingin."

"Lo boleh pulang," ucapnya pada Aster. Namun, sebelum Gara menyeret Daisy masuk ke dalam. Daisy memberontak sejenak, membuat Gara terkejut karena baru kali ini Daisy memberontak.

Daisy mendekat pada Aster, memeluknya erat dan menghirup harum mint yang menyambut hidungnya.

"Selamat malam."

To be continue ....

Salam manis,
Scorpiony_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp