Dia Daisy 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bagiku mencintaimu adalah sebuah candu. Di mana kamu adalah narkotika yang tidak bisa kutinggalkan begitu saja.

___________________


Aster mendudukkan dirinya di samping Daisy yang sedang membaca buku di sudut perpustakaan sekolah. Di sini hanya terdapat beberapa murid saja yang sama-sama membaca dengan keseriusan penuh. Sepi dan sunyi, Aster suka itu.

Daisy tertawa kecil saat Aster lagi-lagi langsung memeluknya tanpa aba-aba. Meluapkan rasa rindu yang ada.

Aster melepas pelukannya, senyuman Daisy pun perlahan luntur. Tangannya terangkat untuk mengusap segaris luka di dahi Aster yang sedikit tertutup rambut yang mulai panjang.

"Ini kenapa?" Aster diam tak menjawab, tangannya mengambil jemari Daisy yang mengusap luka di keningnya.

"Nggak apa-apa, cuma kebentur lemari tadi sore," kilahnya.

"Kakak nggak perlu bohong. Dulu waktu aku kecil pernah kebentur meja, cuma memar doang, kok. Kenapa?" Daisy berusaha masih ingin tahu. Terlalu banyak yang masih belum ia ketahui tentang Aster. Kekasihnya sendiri.

"Kak kenap-, nggak penting. Kita obatin dulu lukanya, ya." Daisy menggandeng Aster untuk pergi ke UKS.

Teman-teman seangkatannya yang sudah biasa selama dua minggu belakangan melihat Aster dan Daisy berpacaran, hanya bisa menghela nafas.

Nggak pacaran, tapi iri liat orang pacaran. Ada yang ngajak pacaran, nggak mau.

Sampai di tempat, Daisy meminta petugas PMR untuk mengobati Aster.

Baru ingin menempelkan kapas yang sudah di tuangi obat merah, Aster menghindar dengan gesit. Lagi-lagi siswi di depannya berusaha sabar, mencoba lagi, namun Aster tetap melakukan hal yang sama.

"Kak, jangan gitu, dong. Kasihan Kakaknya," ucap Daisy sedikit kesal.

"Nggak mau, Chi, maunya sama kamu." Nada manja yang keluar begitu saja dari mulut Aster membuat Daisy kikuk sendiri dengan petugas PMR di depannya.

Siswi yang ingin mengobati Aster cukup terkejut dengan perubahan sifat Kakak kelasnya. Setahunya, Aster tak mudah mengeskpresikan diri.

"Kamu aja Chi yang ngobatin. Nggak apa-apa, nih." Siswi itu menyerahkan sekotak obat pada Daisy, lalu izin untuk ke toilet sebentar bersama teman yang menemaninya sedari tadi.

Daisy duduk di sebelah Aster. Mengobati luka yang cukup jelas di ujung dahi pria itu. Daisy menempelkan plester tepat di atas luka yang cukup panjang sebagai sentuhan terakhir.

Aster menempelkan bibirnya pada pipi kekasihnya, sebelum Daisy ingin memangkas jarak.

"Kak ... ini sekolah. Nggak boleh gitu."

"Ya terus? Mau ke hotel?" tanya Aster enteng. Daisy memukul pelan lengan Aster membuat sang empu terkikik geli.

"Oh, iya, nanti habis pulang sekolah, aku ada tanding basket. Datang, ya," pinta Aster sambil menggandeng tangan Daisy menuju kantin untuk menghabiskan waktu istirahat kedua.

"Ya sudah, aku izin dulu sama abang."

Saat Daisy mulai berbalas pesan dengan Gara, Aster mulai berpikir di luar nalarnya.

Gara ... bukan kakak kandung Daisy, kah?

Aster berpikir seperti itu karena mulai tak nyaman dengan sifat Gara yang menurutnya tak wajar.

"Bang Gara, kakak kandung kamu, kan?" Tiba-tiba pertanyaan itu menghentikan tarian jari Daisy di atas keyboard ponselnya.

"Bukan." Jawaban itu membuat Aster sempat menahan nafas. "Bang Gara kakak tiri aku."

Aster hanya mengangguk-angguk menanggapi. Berusaha melenyapkan pikiran gila di benaknya.

"Kenapa, Kak?"

"Oh, nggak apa-apa. Kata Bang Gara apa? Boleh?"

Wajah Daisy terlihat murung. "Maaf kak, nggak boleh."

Tangan Aster terkepal erat menahan kekesalan yang tiba-tiba menyergap dirinya.

"Biar aku yang ngomong." Aster merebut ponsel Daisy dari tangan sang pemilik, Daisy pun membiarkannya.

Panggilan sudah mulai tersambung.

"Halo Chi, a–"

"Maaf, ini saya, Aster, Bang. Daisy nanti katanya mau temenin saya tanding basket. Abang nggak perlu khawatir, Daisy akan saya antar pulang dengan selamat." Setelah itu Aster langsung mematikan panggilannya secara sepihak.

Aster memberikan ponsel milik Daisy kembali. "Nanti jangan lupa, tungguin di kelas kamu dulu."

Sepeti biasa, Daisy akan mengangguk menuruti.

•••

"Chi, kamu mau nonton tanding basket nggak? Ada kak Aster kalo nggak salah." Itu suara Haura, teman sebangkunya.

"Iya Ra, tadi aku di suruh kak Aster nungguin di sini dulu," ucap Daisy sambil merapikan buku-buku tebal miliknya.

Haura menggendong tas di punggungnya. "Yaudah, kalo gitu aku duluan, ya. Sampai ketemu di sana." Daisy membalas lambaian tangan Haura.

Selang 2 menit, Aster datang dengan baju khas basket yang melekat di tubuhnya.

"Lama, ya?" tanya Aster sambil mencium sekilas puncak kepala Daisy.

"Enggak kok. Ayo, Kak."

Daisy tersenyum karena dengan baik hati Aster mau menggendong tas milik Daisy yang berisi banyak buku tebal.

Aster meletakkan tas ransel Daisy di sebelah tempat gadis itu duduk.

"Semangat pacar!" ucap Daisy penuh semangat.

"Cuma gitu doang? Minta sama pak Hina juga aku bisa, Chi," ujar Aster mengode.

Daisy mengerutkan kening. "Ya terus mau apa? Digendong ke tengah lapangan?"

"Ya jangan dong, Chi. Bisa turun kasta aku."

Aster segera merentangkan tangannya, yang di sambut cepat oleh Daisy. Harum sampo blueberry begitu disukai Aster.

Sorakan dari teman-temannya membuat Daisy segera menjauhkan tubuhnya. Duduk di samping Banu, Geo, Haura, dan Yura sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.

"Terima kasih." Daisy dapat merasakan rambutnya diacak pelan.

"Hmmm ... Jadi pengen cepet-cepet kawin, kan," celetuk Geo sambil menerawang.

"Nikah dulu bego, baru kawin!" tandas Yura seraya menatap kuku-kuku panjangnya.

"Serah gua dong! Gua yang kawin kenapa lo yang sewot!" Wajah Geo berubah nakal. "Lo takut ya, yang gua kawinin bukan lo? Iya , kan?! Ngaku aja deh kura-kura berkaki lima!"

Yura mendesis sinis. "Jangan sampai gua kawin sama lo, merusak keturunan!"

"Jangan salah ya, gini-gini kualitas cebong gue limitid edisyen."

"Teserah selingkuhannya pak Hina, deh," balas Yura kelewat santai membuat Geo melotot namun tak mau membalas. Bisa panjang hingga 10.000 episode.

Tak terasa, pertandingan selesai. Daisy menghampiri kekasihnya dengan membawa handuk kecil milik Banu yang ia curi, dan sebotol air mineral.

"Makasih, Sayang." Aster meneguk air pemberian Daisy hingga setengah. Daisy membantu Aster untuk mengusap peluh yang membanjiri wajahnya. Lagi, dan lagi, Aster berhasil mencuri ciuman di pipi Daisy.

"Kakak, ck!" Aster tertawa mendengarnya. Ia kemudian menggendong Daisy di punggungnya menuju motornya di parkiran.

Daisy sangat mencintai Aster, dan akan selalu begitu.

To be continue...

Salam manis,
Scorpiony_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp