Dia Daisy 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berjarak bukan berarti menjauh.
Memberi ruang pada ego yang memakan amarah.
Sampai akhirnya kita akan searah.

_________________________________

Daisy berdecak sebal saat ia merasa kesusahan membawa beberapa tumpukan buku di tangannya untuk naik ke lantai dua. Dan dengan tidak etis-nya buku-buku tebal itu malah semakin menyusahkannya, dengan jatuh satu persatu di anak tangga karena tak sengaja menabrak seseorang.

"Maaf," ucap Daisy pada pria yang tak sengaja ia tabrak bahunya tadi. Daisy berbalik untuk memunguti buku yang kini berada di beberapa anak tangga yang tadi dilewatinya.

Pria itu juga ikut membantu Daisy. Dia, Kafka. Teman sekelas Aster yang tadi ke toilet sebentar untuk menuntaskan panggilan alam.

Kafka dengan baik hati menawarkan agar ia saja yang membawa seluruh bukunya. Daisy sempat menolak, namun Kafka tetap memaksa.

"Nggak apa-apa, ayo. Mau ke kelas berapa?" tanya Kafka sambil melangkah lebih dulu. Daisy pun segera mengikuti.

"Ke kelas dua belas Bahasa tiga, Kak," balas Daisy. Kafka mengangguk, lalu tanpa susah-susah mencari kelas yang di sebutkan Daisy, ia sudah mengerti. Karena itu akan melewati kelasnya sendiri, lalu kelas Bahasa II, baru kemudian kelas Bahasa III.

Aster yang duduk di bangku sebelah jendela pun, bisa melihat Daisy berjalan melewati kelasnya melalui jendela di sebelahnya yang terbuka, bersama Kafka. Aster hanya menatap sekilas dengan wajah datarnya.

Daisy dibuat bingung dengan pancaran dingin dari retina mata Aster. Tak terselip lagi rasa hangat setiap kali Daisy menatap. Senyumannya pun tak di balas Aster.

Ada apa? Apa ia membuat kesalahan?

"Makasih ya, Kak," ujarnya pada Kafka setelah keluar dari kelas Bahasa III.

"Sama-sama. Nggak mau ketemu pacar lo dulu? Di kelas gua lagi nggak ada guru."

"Nggak usah, Kak. Takut kak Aster ke ganggu," tolak Daisy halus.

Kafka tertawa. "Ada-ada aja lo, masa ke ganggu sama pacar sendiri."

Daisy tersenyum sekilas. "Nggak usah. Tolong bilangin aja sama kak Aster, nanti suruh nungguin aku di kelasnya dulu."

"Oke. Hati-hati, ya." Daisy mengangguk menanggapi. Ia berjalan menuju kelasnya sambil berpikir, dia punya salah apa? Sampai-sampai Aster seperti tak menganggapnya ada.

•••

Bel istirahat berbunyi beberapa detik yang lalu. Daisy kini melangkah di koridor kelas dua belas sambil sedikit menunduk.

Semua orang di sana memandang sedikit asing. Karena memang ini baru kedua kalinya Daisy memijakkan kaki di sini setelah bersama Kafka tadi.

"Permisi," ucap Daisy sambil mengetuk pintu di depannya.

Tidak lama pria yang ingin ia temui sejak tadi membukakan pintu untuknya. Namun pelukan yang dirasakan setiap kali bertemu tak lagi ia dapatkan.

Aster kembali duduk di bangkunya tanpa berkata apapun.

Daisy ikut menduduk kan bobotnya di samping Aster. Ia menaruh kotak bekal yang berisi roti sandwich.

"Ngapain kamu sama Kafka tadi." Mulut Aster sudah gatal ingin menanyakan itu sejak tadi.

Daisy menghentikan gerakan tangannya yang ingin membuka kotak bekal. "Tadi kak Kafka cuma mau bantuin aku buat naruh buku di kelas sebelah doang kok, Kak."

"Bener?"

"Iya kak. Kakak marah gara-gara aku tadi jalan bareng Kak Kafka, ya?, Maaf. Aku janji nggak bakal gitu lagi." Bibir Daisy menukik ke bawah. "Jangan marah lagi."

Aster memberikan rengkuhan yang belum sempat ia berikan tadi. Mengusap lembut punggung kekasihnya.

"Maafin aku juga."

Begitulah, jika tak ingin hubunganmu kandas di tengah jalan, turunkanlah egomu. Ego hanya akan menghancurkanmu.

•••

Tiga Dentingan ponsel membuat Daisy menghentikan gerakan merapikan buku-bukunya.

Bang Gara

Maaf, Chi. Abang nggak bisa jemput kamu lagi. Abang harus selesain tugas sama Flavia hari ini juga.

Bang Gara

Kali ini Abang izinin kamu dianterin sama Aster.

Bang Gara

See you.

Daisy tersenyum, ia senang bukan main. Akhirnya Flavia, perempuan yang sering curhat padanya, bagaimana susahnya mendapatkan hati Gara itu bisa menghabiskan cukup banyak waktu bersama Gara.

Pelukan tiba-tiba dari Aster kini tak lagi mengagetkannya, ia sudah cukup terbiasa.

"Habis ini ke rumah aku, ya." Daisy terdiam, terkejut dengan ucapan Aster. Tapi tak lama ia mengangguk menurut.

Kemudian dengan iseng Aster menggendong tubuh mungil Daisy layaknya menggendong sekarung beras.

Daisy menjerit, meronta ingin turun namun Aster tak menghiraukannya. Ia malah tertawa, membuat beberapa siswi yang belum pulang sempat menahan nafas.

•••

Daisy bergidik melihat suasana rumah di depannya. "Kok sepi?"

"Udah biasa, Chi." Aster berjalan ke arah dapur di ikuti Daisy. "Loh, kok ikut? Kirain kamu nungguin di sofa," ujar Aster terkejut.

Daisy meringis. "Takut, Kak." Lalu matanya berbinar melihat deretan yogurt blueberry di kulkas dua pintu yang dibuka Aster.

Ia dengan antusias mengambil sekotak yogurt yang disodorkan Aster. Aster tersenyum saat Daisy duduk di kursi sambil meminum yogurt-nya dengan semangat.

Pria itu lalu berinisiatif membuat nasi goreng untuknya dan Daisy sebagai menu makan siang. Ia yakin gadis itu pasti lapar.

Namun kegiatannya terhenti saat Daisy menyuruhnya duduk, dan meneruskan kegiatan Aster tadi.

Aster membiarkan, melihat Daisy dari belakang dan memperhatikan bagaimana lihainya gadis itu dalam memasak.

"Yeay! Jadi!" Daisy bersorak senang saat ia berhasil membuat nasi goreng dengan telur yang ia beri karakter lucu di atasnya, ada sosis juga di sampingnya.

"Imut banget, kaya kamu." Daisy terkekeh mendengar Aster berkata seperti itu.

Daisy memakan telurnya dengan setengah hati, ia sedikit tak rela telur selucu itu di makannya.

"Orang tua kakak ke mana? Kok nggak lihat?" tanya Daisy sambil mengedarkan lagi pandangannya mencoba mencari satu penghuni di sini kecuali Aster.

Aster tersedak, membuat Daisy sigap menyodorkan air putih miliknya.

Pandangan Aster mulai redup. "Mereka sibuk. Nggak tahu masih nganggep aku anaknya atau nggak."

"Kenapa kakak nggak coba bicara?"

"Kamu inget luka di dahi aku kemarin?" Daisy mengangguk, ingat. "Aku coba bicara, minta hak aku sebagai anak. Tapi apa tanggapannya? Papa malah lempar dahi aku pakai gelas. Aku di katain dengan kata-kata yang menyakitkan, dan mama diam aja. Seolah apa yang aku lakukan emang salah."

Daisy memandang iba, ia mencoba mengalihkan pembicaraan. Sepertinya ia malah mengupas kembali luka yang Aster punya.

•••

Daisy duduk di sofa kamar Aster. Menunggu pria itu selesai mandi lalu mengantarkannya pulang.

Ia memandang kamar Aster takjub, mungkin Aster memang penggila basket. Sampai kamarnya pun sedikit di desain seperti lapangan basket.

Ia lalu mencoba menaiki tangga yang tersedia untuk menuju atap kecil tepat di atas ranjang Aster, melihat beragam piala yang didapat kekasihnya.

Namun, terhenti saat tangannya tersentuh sebuah foto gadis yang sangat mirip dengannya sedang di peluk Aster dari belakang. Di sudut bawah foto itu terdapat coretan tinta emas.

'DnA'

Apa itu artinya Daisy dan Aster?

Kalau memang iya, dari mana Aster mendapat foto ini. Tapi seingatnya, Daisy merasa tidak pernah di ajak berfoto dengan gaya seperti itu oleh lelaki mana pun.

Lalu siapa, Dia?

To be continue...

Salam manis,
Scorpiony_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp