Bulu Merpati di Angkasa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di hadapan layar ponsel, daku termenung.
Mengaburkan mata dari papan baca dan tuts alfabet serta garis yang berkedap-kedip.

Sekali lagi aku berpikir, sejenak, tentang apa yang tertuang, berdasarkan apa yang tersimpan di hati. Namun tak bisa.

Ibu jari ini tak hentinya terus menekan tombol hapus meski itu tak ada.

Air mataku menggenang, merasakan sesak yang teramat tentang rasa yang tak pernah dimengerti. Merasa layar ini memahami apapun sinestesia di sudut bernama kalbu.

Nyatanya, jemari tak sependapat, otak menentang, dan logika terus berusaha mengendalikan kewarasan yang hampir tak tertampung lagi.

Akhirnya, apapun yang daku rasakan, seperti apa ngilunya pendaman ini, daku hanya dapat menutup luka dengan tumpukan humus. Serta membekap mulut.

Jari terus mengetuk, mengutak-atik, tentang alegori dan elegi.

Berusaha membagi sesuatu yang tak pernah dibuka, sesuatu yang...daku sendiri enggan membaginya.

Air mata jatuh, sejadi-jadinya. Bersama raga yang pernah melayang, kini ku tenggelam. Digiring udara yang menggelembung, meninggalkan kita karena ia melayang.

Betapa bahagianya saat semuanya menguap dan terbang. Meninggalkan dunia bersama peluh kesah dan air mata.

Bahkan saat air mata ini menguap, daku justru mengendap.

Bersama helaian bulu merpati yang menapaki permukaan air tempatku tenggelam.

Daku hanya melihat ke atas, sementara pandangan mumburam dengan tarikkan ke bawah.




























































Qomichi'^Δ^2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro