Chapter 26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Julliana bisa melihat Demian berdiri di ambang pintu menatap dirinya. Wanita itu memicingkan matanya dan memasang sikap waspada karena merasa tidak kenal dengan pria itu. Julliana  tidak ingat Demian pernah menghentikan aksi bunuh dirinya beberapa hari yang lalu.

"Kamu siapa?" tanya Julliana.

Demian melangkah masuk dan meletakkan keranjang buah dan makanan di atas meja. Kemudian mengalihkan perhatiannya kembali pada wanita yang menempati kamar rawat itu.

"Sepertinya kamu tidak ingat jika aku adalah orang yang menghentikanmu untuk mengakhiri hidupmu sendiri." Demian menjelaskan dengan begitu tenang.

Julliana pun mengingat kejadian beberapa hari yang lalu di mana dirinya masih begitu kacau. Dia masih ingat suara Demian tapi tidak terlalu ingat dengan wajah pria itu. Karena rasa takut yang menderanya membuatnya tak bisa mengingat apapun.

"Terima kasih sudah menghentikanku dari tindakan yang begitu bodoh." Julliana menurunkan kewaspadaannya. "Tapi aku masih tidak tahu siapa sebenarnya kamu."

"Aku adalah Demian Hyde, teman Christian dan Jamie. Aku yang membantu mereka untuk menemukanmu." Demian menjelaskan.

Julliana ingat ada beberapa orang membawa senjata masuk ke dalam ruangan di mana dirinya disekap. Dia berpikir itu adalah polisi tapi mereka tidak mengenakan seragam. Sekarang Julliana tahu jika itu adalah orang-orang Demian.

"Aku tidak tahu bagaimana untuk membalas kebaikanmu karena kamu sudah menyelamatkanku sebanyak dua kali, Mr. Hyde."

Demian menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu membalasnya, Miss Carter. Aku melakukannya karena ingin membantu temanku."

"Kalau hanya seperti itu alasannya, kamu tidak perlu menjengukku dengan membawa buah dan makanan itu, Mr. Hyde." Julliana menunjuk ke arah parcel yang dibawa oleh Demian.

"Kamu memang benar. Seharunya aku tidak perlu datang menemuimu. Tapi aku sendiri yang menginginkannya." Demian menyunggingkan senyuman.

"Kamu sendiri yang menginginkannya?" Julliana mengikuti ucapan pria itu.

Demian menganggukkan kepalanya. "Ya, aku sendiri yang menginginkannya. Melihatmu mengingatkanku pada seseorang yang memiliki kondisi trauma yang sama."

"Apakah dia juga mengalami kejadian yang sama sepertiku?" tanya Julliana penasaran.

Demian menganggukkan kepalanya. "Ya, dia mengalami kejadian yang sama sepertimu. Dia bahkan melahirkanku."

Seketika mata Julliana melotot kaget. "Maksudmu, orang yang mengalami hal serupa denganku adalah mamamu?"

Demian menganggukkan kepalanya. "Ya, dia adalah mamaku. Tapi kamu jauh lebih kuat darinya, Miss Carter. Mamaku mengalami kondisi yang jauh lebih buruk karena dirinya tidak bisa menerima semua yang dialaminya."

"Karena itu kamu merasa kasihan padaku karena aku memiliki kasus yang sama dengan mamamu?" tanya Julliana terdengar sinis.

"Aku berbohong jika aku mengatakan aku tidak merasa kasihan. Tapi bukan hal itu sepenuhnya yang mendorongku untuk datang kemari, Miss Carter. Aku hanya ingin berteman denganmu." Demian kembali menyunggingkan senyuman lebar.

"Berteman?" Julliana seakan asing dengan kata itu.

"Ya, berteman denganmu. Apakah kamu tidak keberatan, Miss Carter?"

"Aku tidak tahu, Mr. Hyde. Karena aku pikir akan sulit menjalin pertemanan di antara kita." Julliana tidak yakin jika itu adalah ide yang bagus.

"Tidak masalah jika kamu menolakku sekarang, Miss Carter. Tapi aku tidak akan menyerah. Aku yakin suatu hari nanti kamu akan menerimaku sebagai temanku." Demian mengatakannya dengan optimis.

***

Batari duduk di mobil bersama Jamie yang menyetir di sampingnya. Sejak pertengkaran mereka dengan Christian, mereka tidak melihat pria itu datang mengunjungi Batari. Tentu saja hal itu membuat Batari merasa terusik.

"Jamie, apakah kamu bisa mengantarkan aku ke perusahaan Christian?" pinta Batari.

"Ke perusahaan Christian? Untuk apa kamu ke sana, Kucing liarku?" tanya Jamie menoleh sejenak ke arah sang istri sebelum akhirnya kembali fokus ke jalan.

"Tentu saja untuk memperbaiki hubungan kita. Aku tidak nyaman dengan sikap Christian yang merajuk seperti anak kecil." Batari mengerucutkan bibirnya.

Jamie terkekeh mendengarnya. "Baiklah, kalau begitu aku akan mengantarkan kamu ke sana."

Pria itu mengganti haluan menuju gedung perusahaan sang kakak. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai di gedung perusahaan Larson. Jamie mematikan mesin mobilnya dan melepaskan sabuk pengamannya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Batari yang sudah melepaskan sabuk pengamannya.

"Tentu saja aku masuk bersama denganmu," jawab Jamie dengan polosnya.

Batari menghela nafas berat. "Kamu tidak perlu melakukannya, Jamie. Aku akan masuk sendiri. Lagipula jika amu ikut masuk, bisa-bisa kalian bertengkar lagi. Biarkan aku bicara dengan Christian lebih dahulu. Setelah itu kita bisa bicarakan bersama."

Jamie mau tidak mau harus membenarkan ucapan istrinya. Dua pria dengan ego yang tinggi tidak akan menyelesaikan masalah.

"Baiklah, kalau begitu aku akan menunggumu di sini. Jika terjadi sesuatu kamu bisa menelponku," ucap Jamie.

Batari terkekeh, "Memang kamu pikir apa yang akan terjadi? Christian tidak mungkin menyakitiku. Aku pergi dulu."

Wanita itu melangkah keluar dari mobil Jamie dan melangkah masuk dalam gedung perusahaan yang besar. Ini pertama kalinya dia mengunjungi perusahaan suaminya. Batari menghampiri meja resepsionis.

"Selamat siang, Mrs. Larson." Sapa wanita yang mengenakan seragam resepsionis itu.

Batari tampak terkejut mendengar wanita itu mengenali dirinya. "Bagaimana kamu tahu?"

Resepsionis itu mengambil sebuah pigura foto dan menunjukkannya ke arah Batari. Itu adalah foto dirinya yang diambil beberapa hari sebelum pernikahan.

"Mr. Larson memberikan foto ini kepada kami agar kami bisa langsung mengenali Anda. Apakah Anda ingin menemui Mr. Larson?" tanya resepsionis itu dengan ramah.

Batari menganggukkan kepalanya. "Benar, aku ingin bertemu dengannya."

"Saya akan mengantarkan Anda, Mrs. Larson. Silahkan ikut dengan saya." Resepsionis itu melangkah keluar dari tempatnya dan meminta Batari untuk ikut dengannya menuju lift.

Setelah naik lift menuju lantai lima puluh. Selama menunggu lift itu mengantarkannya menuju lantai yang dituju, Batari mempersiapkan kata-kata untuk suaminya. Dia berharap hubungan mereka kembali membaik.

Terdengar denting lift yang menandakan mereka sudah sampai. Pintu pun terbuka lebar.

"Silahkan, Mrs. Larson. Anda bisa lihat pintu kaca di depan sana adalah ruangan Presiden Direktur." Resepsionis itu menunjuk ke arah pintu yang dijelaskannya.

Batari menganggukkan kepalanya. "Terima kasih."

Setelah itu Batari berjalan keluar dan menuju pintu yang dimaksud oleh resepsionis tadi. Batari bisa melihat meja sekretaris yang kosong. Dia berpikir mungkin karena ini jam makan siang sehingga sekretaris Christian mungkin pergi. Setelah itu Batari menghampiri pintu kayu dengan tulisan 'Ruangan Presiden Direktur'. Wanita itu membukanya dan hendak memanggil suaminya. Tapi niatnya terurungkan karena melihat suaminya berpelukan dengan wanita lain.

***

Jeng...Jeng....

Habis bikin penasaran, Author mau kabur ah hehe,....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro