Chapter 1 🔞

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Desau terdengar memenuhi lift ketika sejoli tengah diselimuti hasrat menggebu mengaburkan akal sehat. Pagutan kasar yang saling mencecap mengisyaratkan betapa lapar mereka akan surga dunia. Begitu lift terbuka, lelaki berperawakan besar berambut pirang menarik si perempuan menuju salah satu kamar apartemen dengan tak sabar, mengabaikan bibir bengkak maupun kancing kemeja yang tersingkap sampai menampilkan sedikit pahatan dada. Mendorong pintu bercat hitam metalik lantas menyambar kembali bibir sensual sang pujaan, mendesak ke dinding seraya mengangkat sebelah kaki jenjang tuk melingkari pinggulnya.

Atmosfer di ruang mewah dengan interior modern makin terasa panas membakar kulit, manakala jari lentik di sana meremas bokong kekasihnya ketika penyatuan itu terjadi. Berbarengan desahan makin memenuhi tiap sudut executive room berdinding putih gading. Dia menggerakkan pinggul seirama hujaman penuh kenikmatan, mendongakkan kepala membiarkan sang pujaan hati menjelajahi setiap inci kulit lembapnya dengan belaian lidah. Tersenyum miring ketika dia meninggalkan jejak samar kemerahan di sana. Favoritnya. 

Bibir sensual yang lipstiknya mulai memudar itu terbuka bersamaan makin buram pandangan si pemilik mata cokelat hazel tersebut seakan-akan tak bisa mendefinisikan betapa luar biasa pergumulan ini. Manalagi tembok-tembok yang membatasi mereka dengan dunia luar telah menjadi saksi bisu percintaan panas tersebut. Racauan manis diselingi umpatan terdengar seksi terlontar begitu saja membuat gairah semakin membara. 

Si perempuan mengunci tatapan kepada belahan jiwa setelah perpisahan menyakitkan beberapa tahun lalu. Menyisakan sebuah kerinduan menggebu dan berpikir bahwa dirinya tidak akan pernah dipertemukan kembali di masa depan. Tubuh mereka adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan bahkan ketika jarak sempat memisahkan. Bahkan dia bisa merasakan denyut nadinya turut berdesir cepat menimbulkan rasa sakit di kepala. Namun, dia menyukai sensasi memabukkan ini dan tidak ingin berakhir begitu saja. Dia menangkup wajah lelaki pirang sambil membisikkan rayuan bahwa dia begitu menikmati malam-malam penuh gelora bersamanya.

"Aku mencintaimu ..." racau si perempuan saat bibirnya kembali dibungkam penuh nafsu. Tungkainya nyaris tak bertulang ketika gelombang itu merangkak naik, membuka gerbang kenikmatan bagai kecanduan heroin. Dia sudah tidak bisa berpikir jernih saat tangan lelakinya membelai dan menggoda tiap jengkal tubuh.

"Milikku. Kau milikku," ujar si pria mengangkat tubuh wanita itu dan membawanya ke sofa. Menghujani lebih cepat hingga membawa mereka berdua terbang ke langit menembus semesta tak berbatas.  

Dean mematikan film romansa yang baru diluncurkan beberapa hari lalu kini menjadi trending di beberapa situs streaming resmi. Melempar begitu saja remote control ke sisi kiri kemudian melonggarkan kancing kemeja. Nyaris merobek baju sendiri. Sialnya, mengapa di sini suasana ikutan panas seolah-olah dirinya sedang dipanggang hidup-hidup hingga mengangkat gelas sloki dan meneguk cepat red wine sampai tak tersisa. Kerongkongannya terasa tandus, namun tak kunjung lega walau dibasahi sebotol wine termahal sekalipun.  

Bukan karena alur cerita yang buruk, justru dia menyukai perjalanan sepasang kekasih yang mau menerima lelakinya setelah mengalami kecelakaan hebat sampai amnesia dan tidak punya harapan untuk bertahan hidup. Walau ending cukup dramatis di mana mereka akhirnya menikah sebelum karakter pria meninggal dunia, namun garapan sutradara 'From The End' tersebut layak mendapat apresiasi dari para penikmat film. 

Yang menjadi perhatian Dean adalah aktris yang memerankan Cecilia di sana. Setiap adegan erotis seakan memancing hasrat Dean untuk ikut bergabung, menimbulkan keinginan untuk menyingkirkan aktor yang seenaknya menikmati tubuh sintal itu. Tidak hanya kali ini saja. Sewaktu gala premier di El Capitan Theater pun, Dean terpaksa pergi sebelum film benar-benar selesai, membuat asistennya bertanya-tanya apakah sang atasan tengah mengalami masalah atau tidak. 

"Tidak! Tentu saja tidak! Aku hanya ... membutuhkan sedikit udara segar," tandas Dean berdusta. 

Louisa. Dia menyebut nama itu dalam hati, lantas meraih ponsel dan membaca deretan berita di internet kalau aktris di bawah Cross Agensi miliknya disambut antusias karena akting memukau bersama lawan main. Banyak komentar di berbagai media sosial menyorot kalau Louisa memiliki chemistry yang tidak bisa dilupakan oleh penggemar-penggemar barunya. 

Angel998 : Dia memiliki bakat alami. Kenapa aku baru menemukan aktris cantik dan seksi sepertinya?

FrankJr : Aku mengaguminya sejak Louisa memerankan second lead karakter di film Darling and Valentines. Bisakah aku mengencani gadis ini? Lol!

SmthOl : Aku tidak memedulikan dengan siapa dia akan menjalin asmara, tapi bisakah kau menerima Steve? Dia sangat cocok untukmu, Lou!

Robert78 : Dia sangat hot. seolah-olah akulah yang bercinta dengannya. 

"Cih! Apa mereka tidak bisa membedakan antara chemistry dengan keinginan untuk bercinta?" ketus Dean menutup aplikasi internet. 

Dia kembali menuang wine ke dalam gelas selanjutnya bangkit dari sofa berbahan beludru. Menyesap pelan minuman anggur berkualitas tinggi tersebut sambil berjalan mendekati dinding kaca. Pemandangan di depan Dean sungguh menawan dengan memamerkan gagahnya bukit Beverly di mana jejak jingga tengah mengintip malu-malu sebelum benar-benar digantikan sinar rembulan. Langkahnya terhenti di balkon, merasakan hangat api menjilat-jilat perapian sementara semilir angin di akhir musim dingin sepertinya mulai menghangat menerpa kulit. Dia menggeleng pelan, manakala bayangan Louisa kembali menyergap berusaha membius alam bawah sadarnya lagi.

Dean tidak mau mengelak pesona Louisa benar-benar mengalihkan dunianya. Hasrat lelaki itu sering kali memuncak hanya memikirkan betapa memikat tiap lekuk tubuh si aktris. Seakan-akan Louisa adalah satu kekuatan yang berhasil menggetarkan detak jantung Dean yang telah lama mati. Membayangkan Louisa berada di bawah kungkungan Dean sambil meneriakkan nama hingga serak, memantik percikan aneh di perut lelaki itu. Dia menggigit bibir bawah,  bertanya-tanya dalam hati lelaki mana saja yang berhasil menarik hati Louisa. 

Ditilik dari sepak terjang artis pendatang baru yang sering kali memerankan figuran. Kebanyakan dari mereka mencari jalan pintas untuk memuaskan malam-malam para sutradara, penulis skrip, hingga produser. Pernah sekali waktu, Dean mendengar desas-desus ada aktris yang putus asa ketika namanya tidak dapat bertahan di tengah persaingan. Walhasil, dia pun gencar mendekati dan menjadi jalang para petinggi perusahaan agar dirinya bisa bertahan. 

Ah, tidak! Kurasa dia bukan tipikal wanita penjilat, Dean! 

Beberapa saat bergelut dengan pikirannya sendiri, garis tipis di bibir Dean mengembang bagai secercah harapan di gelap malam. Dia teringat bahwa besok akan ada jumpa fans Louisa bersama para pemain From The End di San Diego Convention Center. Haruskah Dean mengundang Louisa secara pribadi untuk merayakan pencapaian setelah bertahun-tahun menjadi pemeran figuran? Sebagai pimpinan tertinggi, dia berhak dan tidak ada yang akan curiga kan kalau dirinya mencuri-curi kesempatan untuk memancing Louisa?

"Kita lihat saja," gumam Dean menarik senyum dan matanya berkilat penuh arti.  

###

Denting gelas bertumbukan hingga cairan sampanye nyaris tumpah mengecup meja di kelab malam area Sunset Trip yang dipesan khusus oleh manajer Louisa, Cory. Lelaki kemayu itu berdiri menjulang tinggi di atas sepatu bot kulit, menjunjung gelas ramping dan berteriak di antara hingar bingar musik EDM yang diputar keras-keras. Di bawah lampu-lampu laser yang bergerak dramatis mengikuti irama, iris biru terang Cory yang dihias wing eyeliner makin berbinar-binar saat bibirnya ikut mengembang. Dia membusungkan dada, menarik tangan Louisa untuk menyuruhnya berdiri dan berseru,

"Congratulations untuk bintang kita!" 

Cory meneguk sampanye tak memedulikan cairan kekuningan sampanye membasahi sweater oranye miliknya. Sebagai orang yang mendampingi Louisa selama beberapa tahun terakhir, dia patut bangga atas kerja keras sang artis. Siang-malam tak peduli cuaca buruk hingga menjadi cameo sekali pun, harus diakui kalau Louisa adalah perempuan yang patut diperhitungkan dalam dunia hiburan sekarang. Tidak menyangka kalau tawaran film yang awalnya dinilai sangat tidak cocok untuk karakter wajah Louisa, justru menuai banyak pujian. Mungkin inilah hasil yang dituai gadis berbalut mini dress merah yang memberi Cory kecupan penuh kasih sayang serta membisikinya ucapan terima kasih. 

"Oh, Sayang. Kau juga harus berterima kasih pada dirimu sendiri," kata Cory membalas ciuman itu di puncak kepala Louisa. "Tapi, aku melihat kau begitu bersemangat bercumbu dengan lawan mainmu," godanya seraya mengerlingkan sebelah mata.

"Astaga. Tentu saja tidak! Apa aku terlihat seperti perempuan yang 'Hei, bitch, fuck me until death' huh? Aku sudah memiliki Troy," elak Louisa geleng-geleng kepala, meneguk sedikit sampanye yang terasa manis bagai buah pir. 

Cory dan beberapa orang lain yang mengitari meja bundar itu terbahak-bahak. Salah satu dari mereka mencondongkan badan dan berkata, "Ke mana Troy? Apa dia tidak mau merayakan pencapaian ini?"

"Iya benar. Saat gala premiere kemarin, keluargamu saja yang datang, Lou. Apa Troy segitu sibuknya?" timpal perempuan berpotongan bob seraya mengisap batang tembakau. "Sorry, tapi beberapa wartawan berbisik tentang hubungan kalian."

"Hei, dia tidak pernah memublikasikan dengan siapa dia berkencan," sambung Cory membela Louisa. "Jangan membuat dia tertekan atas pertanyaan kalian. Nikmati saja malam ini, girls!" Dia mengacungkan kembali gelas sampanye seraya melempar kerlingan mata kepada Louisa untuk tidak resah.

Bibir berpulas lipstik merah milik Louisa menarik senyum paksa, menghabiskan minuman dalam gelas sekali teguk. Untuk beberapa saat Louisa membisu karena sejujurnya dia sendiri belum mendapat kabar dari sang kekasih yang berada di Paris. Seharusnya sesuai perjanjian dua minggu lalu, Troy akan datang dalam peluncuran filmnya, namun tertunda dengan alasan ada sesi pemotretan mendadak untuk majalah edisi musim semi. Sementara sudah tiga hari ini, Troy tidak bisa dihubungi membuat Louisa mulai dilanda rasa khawatir.

Sisi lain dalam dirinya mencoba memahami hubungan jarak jauh semenjak pindah ke Los Angeles, saling meraih mimpi masing-masing walau begitu berat dijalani. Tidak bisa dipungkiri, bahwa isu-isu cinta lokasi sering kali terjadi antara pemain film atau model. Namun, berulang kali Troy meyakinkan Louisa kalau cinta mereka terlalu kuat untuk dipecah-belah oleh hubungan perselingkuhan. Dari ucapan dan janji itulah, Louisa kembali memberi kepercayaan bahwa hati dan cinta Troy hanya untuk dirinya seorang. 

Dia menyadari kalau akhir-akhir ini Troy memang susah dihubungi walau sekadar telepon selama lima menit. Tapi, janji-janji yang dulu diucapkan Troy menggema di telinga untuk menguatkan bahwa selepas proyek kerja, mereka akan menghabiskan waktu bersama di Malibu. Akhirnya, Louisa berkata kepada teman-temannya kalau Troy sedang ada sesi foto juga acara catwalk di Paris. Cory menepuk pundak Louisa menyiratkan agar tidak membahas pertanyaan konyol itu dan kembali menyelam dalam kegembiraan. Dia berbisik jika tanpa lelaki pun, perempuan seperti Louisa masih bisa menarik banyak perhatian orang. 

"Cory ..." desah Louisa. 

"Itu kenyataan, Sayang," bela Cory mempertahankan pendapatnya. "Kau di sini begitu populer, Troy juga sama. Aku tidak pernah percaya dengan hubungan jarak jauh Lou. Terlalu berisiko. Apalagi ini sudah hari ketiga dan kau ..."

"Aku akan menunggunya," tandas Louisa mantap. "Kau mau berdansa di sana? Ayo kita menari sampai kaki kita kram, Cory!" ajaknya mengalihkan pembicaraan. Sungguh Louisa tidak ingin keresahannya semakin membengkak dan bakal membuat mood hancur. 

"Aku suka itu!" teriak Cory kegirangan. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro