35. Menang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nyariin apaan sih?"

"Nggak, ini benerin dasi."

Rizka mengedikkan bahu dan melanjutkan langkahnya tapi nggak lama tiba-tiba berhenti. "Eh! Kok kita ke sini sih?!"

Langkah Leila otomatis ikut terhenti. Ditatapnya Rizka dengan tatapan tanya. "Kenapa?"

"Ngapain kita ke sini! Kan kelas kita pindah ke sana!" tunjuk Rizka ke arah barat, gedung khusus kelas dua belas yang akan mereka huni sampai lulus nanti.

"Oiya! Lo gimana sih, Riz!" omel Leila sambil putar balik menuju gedung seberang.

"Kok gue sih?! Lo juga sibuk tengak tengok nggak lihat jalan, tadi aja mau nabrak tong sampah!" ujar Rizka menggebu, nggak terima disalahkan Leila atas keberadaan mereka di koridor depan aula padahal kelas mereka ada di gedung seberang.

"Tetep aja! Kan lo yang jalan di depan."

"Nyariin Arya kan lo?!" tuduh Rizka dengan kedua mata menyipit.

"Ap-."

"Belum balikan juga?"

Gantian Leila yang mendecak. "Apaan sih! Balikan balikan!"

"Gaya lo nggak mau balikan! Giliran ilang juga dicariin, huuuuu!" koor Rizka heboh saat mereka belok ke koridor depan.

"Ish!"

"Garuda cup mulai minggu depan, Le. Lo mau nonton?"

Kepala Leila menggeleng. "Males, nggak penting."

"Kali aja lo mau lihat Arya angkat piala, ya kan?"

"Kapan?"

"TUH KAN!"

"Gue cuma nanya kapan! Bukan berarti gue nonton!"

Rizka menggeleng, kedua matanya menyorot jahil dengan senyum dikulum. Leila sebal tiap kali melihat seperangkat ekspresi jahil Rizka itu, apalagi kalau ia sasarannya.

"Nonton juga nggak pa-pa, kangen mantan nggak dosa kok."

Leila menarik topi dari atas kepalanya dan mengarahkannya ke arah Rizka yang keburu kabur dengan tawa lebar.


•×•

Satu-satunya orang yang Arya cari begitu ia menginjakkan kaki di Persada Nusantara setelah dua minggu libur adalah Leila. Sayangnya, cewek itu belum terlihat di kelasnya. Makanya, Arya masih nongkrong di depan kelas Leila walaupun sudah lebih dari sepuluh menit sejak upacara bubar. 

Di hari pertama, guru-guru pasti akan telat masuk kelas dan hanya akan perkenalan basa-basi, nggak heran koridor masih ramai. Kedua mata Arya mengamati sekeliling Persada Nusantara yang terlihat berbeda, ia belum terbiasa dengan letak kelasnya yang baru. Seluruh kelas dua belas menempati gedung Persada Nusantara sebelah barat yang tersambung dengan gedung utara yang digunakan untuk ruang guru dan segala macam ruang administrasi. Nilai plus dari kelasnya yang baru adalah dekat dengan lapangan basket dan tangga guru. Arya nggak perlu capek berjalan ke ujung koridor untuk turun ke lantai bawah.

Lapangan tengah sudah mulai ramai dengan siswa siswi baru yang menggunakan atribut khas MOS. Senyum Arya terbit, rasanya baru kemarin ia ada di posisi itu, kini ia sudah berada di tingkat akhir masa putih abu-abunya. Sebentar lagi ia akan meninggalkan sekolah ini, meninggalkan seragam putih abunya, dan melangkah menuju dunia baru yang sebenarnya.

Perasaan takut dan khawatir selalu menggelayuti Arya tiap memikirkan hal itu. Arya nggak punya bayangan apapun untuk masa depannya, sampai detik ini ia nggak tau akan memilih jurusan apa dan universitas mana, ia bahkan nggak punya cita-cita sejak ia dipaksa menyerah pada cita-citanya.

"Apa kabar?"

Pertanyaan itu muncul dari sisi kanannya yang membuat Arya langsung menoleh. Bibirnya kontan menyunggingkan senyum.

"Baik," jawab Arya mengubah posisi berdirinya menghadap Leila. Susu kotak rasa strawberry yang sejak tadi ia genggam, ia berikan pada Leila.

"Lo apa kabar?"

Senyum Arya perlahan luntur saat Leila menoleh ke arahnya dengan tangan yang menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya. Ada dorongan besar dalam dirinya untuk merengkuh cewek di depannya ini ke dalam pelukan, rasa rindunya ternyata makin kuat saat akhirnya ia bisa menatap Leila dengan jarak sedekat ini.

"Baik," jawab Leila.

"Liburan kemana aja, Le?" cuma pertanyaan klasik ini yang terlintas di otak Arya.

"Kayak yang lo lihat di Instagram."

Arya tertawa menyadari kebodohannya, gimana nggak bodoh, nanya sesuatu yang jelas-jelas ia tau. Arya nggak pernah melewatkan instagram story Leila sejak cewek itu kembali membuka blok akunnya.

"Oh iya, DM lo kenapa dihapus?"

"Apa?"

"DM lo semalem kenapa dihapus? Gue inget ada dua notif dari lo kenapa pas gue buka cuma ada satu?" jelas Arya.

Mata Leila berlarian ke arah lain sebelum kemudian tersenyum tipis. "Typo doang, soalnya gue kira yang pertama belum ke kirim."

Arya menangkap nada ragu di suara Leila tapi ia memutuskan untuk membiarkannya. "Oh, gue kira apa."

Leila mengangguk, mengalihkan tatapannya ke lapangan tengah yang ramai. Arya mengikuti Leila, menyandarkan tubuhnya pada birai pembatas koridor dengan mata tertuju ke siswa siswi baru yang sedang mendengarkan arahan.

"Garuda cup mulai minggu ini?"

Arya menoleh lalu mengangguk. "Iya, Jumat nanti opening."

"Lo main hari apa?"

Kedua alis Arya terangkat naik, hatinya mengembang bahagia karena pertanyaan sesederhana itu. "Sabtu minggu ini di fase grup. Kalo lolos minggu depannya seminggu bisa dua atau tiga pertandingan."

Kepala Leila menoleh. "Lo bolos dong?"

"Dispen, kan buat lomba," jawab Arya kalem.

"Oh, iya juga."

"Doain bisa sampe final ya, terus menang."

"Harus banget menang?" tanya Leila dengan nada jengah.

Arya menegakkan punggung. "Iya lah, harus menang."

"Kenapa nggak minta doa biar lo tetep sehat selama lomba?"

Pertanyaan itu bukan cuma membuat Arya mengerutkan dahi, tapi Leila langsung membuang pandangannya ke arah lain.

"Lo khawatir sama gue ya?"

"Nggak!"

"Beneran?"

"Yang penting menang! Buat PN!"

"Padahal gue akan bahagia banget kalo lo khawatir sama gue."

•×•

Arya benar-benar membuat Leila menjilat ludahnya sendiri dan yang lebih menyebalkan adalah Rizka yang sejak ia minta ditemani untuk nonton pertandingan final futsal antara Persada Nusantara dan SMA Pelita, nggak berhenti meledeknya.

Teman sebangkunya itu nggak berhenti menatapnya dengan tatapan jahil, kadang sengaja menyebut nama Arya dengan suara lantang untuk menggodanya. Leila benar-benar harus tahan banting menghadapi Rizka.

"PN di tribun sebelah kanan," ujar Rizka yang Leila angguki tanpa minat. Suara sorakan para supporter benar-benar memekakkan telinga.

Leila nggak asing dengan situasi ini, dulu ia sering menonton Arya turnamen futsal. Tapi, itu dulu, sekarang ia seperti orang linglung yang diseret ke sana ke mari oleh Rizka. Matanya menatap sekeliling gedung olahraga yang sangat ramai. Mendadak kepalanya terasa pening.

"Nyesel gue pengen nonton ginian," gerutu Leila sambil jalan ditarik Rizka menaiki tribun bagian Persada Nusantara.

"Hah?! Apaan?!"

Leila geleng-geleng kepala. "Nggak!"

Rizka mengangguk. Kini keduanya berada di tribun, di tengah-tengah supporter Persada Nusantara yang memakai atribut berwarna ungu. Leila menghela napas panjang setelah duduk di kursi penonton bersama Rizka di sampingnya.

"Itu kak Arya! Yang nomor sembilan!"

"Ganteng banget anjir!"

"Sumpah! Dia nambah ganteng pas main futsal!"

Mata Leila mendelik mendengar percakapan dari tiga orang cewek di depannya.

Apa-apaan sih!

"Kenapa lo melotot?"

Leila menoleh ke arah Rizka dan menggeleng. "Nggak. Nggak pa-pa."

"Mantan lo ganteng juga kalo lagi main futsal."

"Tuh anak kalo denger, kepalanya langsung segede Doraemon," balas Leila sambil mendecak.

Kenapa semua orang jadi muji Arya ganteng sih?

"Gue inget, lo suka sama dia gara-gara lihat dia main futsal juga kan?"

Leila mendengus. "Kenapa?"

Rizka mendekat ke arahnya dan berbisik. "Kayaknya itu berlaku ke semua orang deh."

Punggung Leila menjauh dari Rizka, ditatapnya teman sebangkunya itu dengan mata membulat penuh curiga. "Jangan bilang, lo juga suka?"

Rizka tertawa. "Maksud gue, nih depan sama samping gue dari tadi ngomongin mantan lo," ujar Rizka pelan di telinganya setelah menarik tubuh Leila kembali mendekat.

Leila mengedikkan bahu, tatapannya beralih ke lapangan. Arya di sana, sedang berdiri dengan fokus yang tertuju pada bola warna kuning neon dan menggelinding di tengah lapangan. Cowok itu langsung sigap lari begitu benda bundar itu berhenti di dekatnya.

Rizka nggak salah, cewek-cewek yang duduknya di depannya juga benar, Arya terlihat jauh lebih tampan saat berada di tengah lapangan dan menggiring bola, dengan rambut lepek dan berkeringat itu makin membuat Arya bersinar. Hati Leila berdenyut nyeri mengingat Arya yang harus berjuang keras diam-diam untuk berada di posisinya saat ini, di tengah lapangan dengan jersey Persada Nusantara dan berusaha memberikan piala untuk sekolah.

Ini yang diinginkan Arya, ini yang dicintai Arya, berada di lapangan dan menggiring bola membuatnya begitu bersinar, seolah memang cowok itu ditakdirkan untuk berada di dekat bola. Tapi, senyum lebar itu pernah jadi tangis pilu saat kenyataan memaksanya untuk berhenti bersentuhan dengan bola, melepas cita-cita yang sejak kecil berusaha diraih dan membangun kembali dirinya sendiri yang pernah hancur.

Leila ikut berdiri saat wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir. Tepuk tangan meriah, tabuhan drum dan sorak sorai dari sekelilingnya membuat sekujur tubuh Leila merinding. Ada satu cita-cita yang tercapai hari ini, cita-cita dari seorang anak laki-laki yang begitu mencintai sepak bola.

Sederhana. Piala itu sederhana. Mendali yang dikalungkan di leher itu sederhana. Sertifikat hadiah dalam jumlah besar itu nggak lagi penting saat senyum lebar yang begitu dikenali Leila tersungging di seraut wajah sumringah.

Dan saat perayaan itu dilakukan di tengah lapangan, dengan podium dan banner serta confeti untuk menyambut pemenang, Leila ikut tersenyum dari tepi lapangan. Hatinya menghangat, melihat Arya berdiri di atas podium memeluk erat piala kemenangan yang diimpikannya. Dulu, Leila sering melihat senyum lebar Arya dengan memeluk piala dan berkalung mendali, tapi kali ini semuanya terasa lebih berarti.

Piala itu bukan sekedar piala kosong yang bisa dipesan di toko piala, bukan mendali plastik yang bisa dibeli di shopee, lebih dari itu, Arya memeluk cita-citanya, memeluk impian yang dulu sempat padam, dan mengobarkan semangat baru untuk hari-hari ke depan. Sebuah pembuktian, cowok itu mampu dan berhasil bangkit. Satu hal yang kemudian Leila sadari melihat senyum Arya yang nggak luntur saat semua supporter mengelu-elukan namanya sebagai kapten hari ini. Leila ingin senyum itu terus ada di wajah Arya, untuk waktu yang lama.

•×•

DraftPN

Dari : gue
Untuk : Nazriel Arya
Pesan : lo udah bisa ambil gelang lo lagi di gue.

•×•


Part ini adalah edisi Leila menjadi soft untuk Arya hahahahahah

Makasihhhhh yaaaa udah bacaa, vote dan komen!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro