6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Layaknya orang sakit, Qila terus diawasi oleh beberapa penjaga yang menemaninya saat Adnan pergi bekerja. Sebenarnya perempuan itu risih, tetapi dia takut kejadian beberapa hari yang lalu kembali terjadi.

Sesuai keinginan Adnan, penjaga baru Qila datang saat malam setelah pria itu menelepon bawahannya. Dua orang penjaga Qila adalah seorang perempuan.

Kedatangan dua orang itu tidak membuat Qila sepenuhnya tenang, dia masih was-was jika ada orang baru yang ingin menemuinya.

Sepiring buah kini Qila makan bersama dengan segelas air dingin di sisinya, perempuan itu makan di meja makan dengan masih dijaga oleh kedua orang suruhan Adnan.

"Kalian nggak capek apa berdiri terus?" tanya Qila setelah menelan sepotong buah semangka di mulutnya.

Tidak mendapat jawaban dari kedua orang di belakangnya. Qila kemudian membalik tubuhnya. Tangannya memegang sandaran kursi meja makan sembari matanya memperhatikan kedua penjaganya itu.

Wajah mereka terlihat begitu serius dan membuat Qila sedikit malas. "Kalian kenapa nggak ngomong sih? Aku bete tau!"

Qila cemberut setelah mengungkap perasaannya. Sebelumnya dia pikir akan bahagia karena mendapat teman di sisinya, tetapi mereka tidak pernah berkomunikasi dengan Qila selama menjaga perempuan itu.

"Maaf, Mbak. Kami diperintahkan untuk tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan Mbak."

Mendengar penjelasan yang singkat dari salah satu penjaganya, Qila yang masih kesal kemudian membalik tubuhnya dan kembali memakan potongan buah yang masih tersisa. Tidak terlalu banyak? Ngomong satu kata aja jarang!

Sembari asyik makan, Qila membuka ponselnya dan mencari nomor telepon Adnan. Setelah menemukannya, perempuan itu langsung menelepon sang suami dengan pengeras suara yang menyala.

"Iya, halo sayang. Ada apa?"

"Halo, Mas. Hmm, nggak pa-pa kok. Pengen nelepon aja," jawab Qila singkat sembari kembali memasukan potongan buah mangga ke dalam mulutnya.

Dari ponselnya terdengar suara tawa Adnan yang khas. "Tumben pengen nelepon, biasanya kan saya yang nelepon kamu duluan."

Mendengar jawaban Adnan, Qila dengan sedikit kasar menusuk potongan buah terakhir sehingga terdengar suara yang cukup mengganggu. "Sayang, suara apa itu?"

Tanpa rasa bersalah, Qila menggeleng pelan dan kembali memasukkan potongan buah terakhir ke dalam mulutnya. "Nggak ada apa-apa kok," jawabnya singkat dengan masih mengunyah makanan.

Sembari menunggu jawaban Adnan, Qila meminum air dingin yang ada di sisinya sampai habis tak tersisa. Sayangnya, setelah itu Adnan tak kunjung kembali berbicara.

"Mas, mas masih di sana?" tanya Qila memastikan.

"Masih kok, maaf ya saya lagi baca beberapa berkas soalnya. Kalau kamu mau ngomong, ngomong aja. Nanti saya tanggapi."

Merasa mendapat lampu hijau, Qila yang sebelumnya cemberut langsung tersenyum. "Mas, aku bete di rumah."

Rengekan Qila membuat Adnan bertanya-tanya bahkan sampai meninggalkan pekerjaannya sejenak. Pria itu memperbaiki posisi duduknya dan menopang dagunya dengan tangan. "Bete kenapa?"

"Gimana ya? Pokoknya aku bete aja gitu di rumah mulu."

Memahami perasaan Qila, Adnan yang masih sibuk dengan pekerjaannya langsung memutar otak untuk membuat sang istri bahagia.

Sebuah ide kemudian muncul di benak pria tersebut dan langsung diungkapkannya. "Kalau kamu bete di rumah, kamu boleh kok jalan-jalan keluar ... ."

"Beneran, Mas?" potong Qila dengan semangat yang membuat Adnan menggelengkan pelan kepalanya sembari tersenyum tipis.

"Iya, tapi saya mau kamu tetap dijaga sama Rina dan Sela."

Kedua nama itu adalah nama penjaga Qila. Mereka yang masih berdiri di belakang Qila langsung saling menatap setelah ikut mendengar pembicaraan Qila dan suaminya.

Qila yang ada di hadapan mereka langsung membalik tubuhnya dan memasang wajah yang menyebalkan. "Tuh, dengerin. Kalian disuruh jagain aku."

"Tapi, Mbak ... ."

"Tapi apa? Kan kamu udah denger perintah suami aku."

Keinginan Rina untuk menghentikan Qila pupus sudah setelah kembali mendengar ucapan Adnan dari ponsel istrinya. "Iya, kalian boleh keluar. Kemana aja silakan, tapi tolong jaga istri saya. Nanti kalian perginya sama Pak Tomo, biar beliau saya hubungi."

"Baik, Pak."

Dengan wajah yang sedikit menjengkelkan, Qila bersorak menang di dalam hatinya. Setidaknya, dia bisa bersantai hari ini walaupun belum tau ingin kemana dan melakukan apa.

"Jadi, kamu mau jalannya jam berapa?" tanya Adnan tiba-tiba dan Qila yang belum memiliki jawaban hanya dapat terdiam. "Qil, kamu masih denger suara saya kan?"

"Masih kok, Mas."

"Jadi gimana? Mau jalan jam berapa dan kemana?"

Qila yang tidak memiliki ide kemudian menoleh, meminta bantuan penjaganya. "Kita mau kemana?" bisik perempuan itu dan kedua penjaganya kompak menggeleng pelan.

Sembari mendengus kesal, Qila kembali meluruskan tubuhnya dan menjawab asal pertanyaan sang suami. "Ke Mal Santero, jam dua siang."

"Oke, nanti saya kasih tau Pak Tomo."

"Iya, Mas. Makasih."

Setelah panggilannya dengan Adnan berakhir, Qila kembali membalik tubuhnya dan menatap tajam ke arah para penjaganya. "Kalian nggak asyik banget sih! Nggak bisa diajak kompromi!"

Tanpa menunggu balasan kedua penjaganya, Qila bangkit dari tempat duduknya dan pergi ke kamarnya.

Di dalam sana, Qila langsung merebahkan tubuhnya dan menatap jam dinding yang baru menunjukkan pukul 11. Masih ada tiga jam lagi, aku harus ngapain ya?

Hanya kamar yang menjadi tempat teraman bagi Qila. Karena hanya tempat itulah, para penjaganya tidak bisa masuk sesuai perjanjian mereka dengan Adnan.

Karena tak kunjung mendapat ide hal yang akan dilakukan, Qila memutuskan untuk bangun dari tidurnya dan berjalan menuju balkon kamarnya.

Cuaca hari ini sangatlah cerah dan membuat Qila tidak sabar untuk pergi berjalan-jalan.

Sembari menunggu waktu perginya tiba, Qila mendudukkan dirinya di bean bag yang beberapa hari lalu Adnan beli dan taruh di balkon kamar mereka.

Tangan lentik Qila kemudian asyik membuka beberapa sosial media untuk mencari hiburan dan akhirnya perempuan itu asyik melihat beberapa postingan di Instagram.

Matanya terpaku melihat beberapa foto teman semasa sekolahnya yang terlihat asyik dengan kesibukan kampus mereka. Sayang banget aku nggak bisa kuliah kaya mereka.

Qila sebenarnya sangat ingin melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi dia tidak mau merepotkan Adnan dengan membayar tagihan kuliah perempuan itu. Toh, hidup sekarang saja dia merasa sudah menjadi beban karena tidak melakukan apa-apa.

Di tengah kegiatan Qila melihat beberapa postingan Instagram, sebuah pesan masuk ke dalam ponsel perempuan itu dan langsung dia buka.

Pengirimnya adalah sang suami.

Adnannn

Sayang, jalan-jalannya
dimajuin jam satu ya
biar kita bisa makan
siang bareng

Wajah Qila bersemu saat membaca pesan Adnan, pria itu selalu saja membuatnya bingung dengan segala tindakannya yang tiba-tiba, tetapi sebenarnya Qila menyukainya.

Dengan semangat, Qila membalas pesan Adnan dan langsung bangun dari duduknya. Dia ingin bersiap-siap agar tidak telat untuk pergi bersama sang suami.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro