33. BERBAGI KASIH

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maret 2017

Haikal menyandarkan kepala ke jok mobil yang tengah melaju. Sekarang hari Minggu tetapi dia punya banyak agenda yang harus dihadiri. Siangnya lunch bersama ketua umum serta petinggi beberapa partai yang mendekati untuk berkoalisi di 2019 nanti. Judulnya saja makan siang, kenyataannya mereka membicarakan peluang 'bekerja sama' dan bagi-bagi kekuasaan dengan cara membodohi masyarakat melalui janji manis yang tak kunjung ditepati apabila terpilih kelak.

Sering dirinya bertanya apakah kehidupan macam ini yang dia impikan. Tampak sukses di luar, bersinar dinaungi titel 'pejabat', dan dikelilingi orang penting. Berada dalam lingkar kekuasaan memang mencandukan. Puas rasanya dapat ambil bagian dalam pengambilan kebijakan yang menentukan nasib banyak orang. Serasa menjadi Tuhan di kehidupan nyata. Sepadan dengan pengorbanannya.

Semenjak bergabung dengan partai, jarang sekali Haikal berbahagia. Segala yang dilakukannya haruslah mempertimbangkan kepentingan banyak orang. Secara fisik tampaknya dia tidak bekerja, tapi mental dan pikirannya ruwet luar biasa.

Hari ini Haikal mengambil langkah berani. Sedikit dari waktu luang yang dia miliki telah dialokasikan khusus untuk mengikuti 'kelas memasak'. Bahkan Haikal sendiri tidak tahu apakah dirinya bisa memenuhi janji kepada Jeanne.

Konyol. Haikal menertawakan sikapnya kini layaknya remaja puber. Sibuk mengejar cinta monyet tanpa menghiraukan apa pun. Mengatakan mau membuat salmon en croute demi istri tercinta hanyalah alasan dibuat-buat. Terbukti Jeanne sempat curiga, mencium bau-bau ketidak beresan. Gadis itu benar. Haikal sangat bisa menghubungi koki yang jauh lebih hebat untuk mengajarinya memasak menu dengan rasa bintang lima. Yah, sudah pasti yang Haikal cari dalam aksinya meminta Jeanne menjadi guru memasaknya bukanlah hasil makanan yang super enak. Haikal ingin mengenal gadis itu lebih jauh. Lalu bisa mengajaknya berbagi kasih suatu hari nanti.

Mungkin pendapat ahli mengenai puber kedua benar adanya. Haikal dibuat bingung. Ribuan gadis cantik mengelilingi setiap hari. Di kantor DPP, front liner, sekretaris, bahkan anggota muda partai tak terhitung yang berparas ayu. Haikal tahu dirinya dibicarakan dan dijadikan bahan fantasi para wanita muda. Layaknya wine, semakin tua, maka semakin dicari. Wanita memang hanya tertarik pada harta serta tahta. Kerupawanan fisik dianggap bonus saja. Usia tak jadi soal. Lihatlah George Clooney dan Leonardo DiCaprio. Justru pada usia matang, mereka semakin digilai wanita.

Lebih mudah jika Haikal tinggal tunjuk wanita yang dia inginkan. Toh selama ini dia sering melakukannya ketika butuh hiburan. Kawan di dunia bisnis serta politik yang memperkenalkannya pada dosa ini. Haikal berpindah dari hotel ke hotel, berganti dari pelukan wanita satu ke pelukan wanita lain. Semuanya menuruti apa maunya sebab menyadari siapa dirinya.

Belakangan Haikal bosan. Meniduri wanita yang pasrah melemparkan diri padanya sungguh tak ada asyiknya. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, cuma Jeanne, wanita yang menolaknya terang-terangan, mengatainya 'Kakek' dan tidak terkagum-kagum padanya. Sungguh, ego Haikal tertohok. Marah, tapi anehnya bergairah ingin menaklukannya.

"Jadwal Bapak adalah audiensi dengan dengan Kepala Balai Besar POM Bandung. Agendanya hari Jumat ini." Firman, staf atau bisa dibilang tangan kanannya sejak tadi membacakan agenda Haikal selama lima hari ke depan. Agenda Senin sampai Kamis mampir sepintas lalu saja ke telinganya. Haikal cuma mendengar kegiatannya hari Jumat. Sebagai anggota DPR, perjalanan dinas merupakan makanan sehari-hari. Namun sekali ini dia enggan melakukannya kalau tidak terpaksa.

"Sabtu dan Minggu kosong?" Haikal mengharapkan jawaban 'ya'.

"Sabtu dijadwalkan rapat di DPP," Asyifa, sekretaris Haikal di Partai Indonesia Emas mengambil alih.

Rapat yang satu ini sangat penting. Pak Ketum alias ayah mertuanya akan memberikan arahan terkait tugas para kader partai di Senayan, termasuk dirinya. Haikal menjalankan peran selaku wakil rakyat dan anggota aktif partai. Terkadang rasanya ingin membelah diri saja sangking sibuknya.

"Kalau begitu kosongkan jadwal saya hari Minggu depan. Apa pun itu," perintah Haikal.

"Tapi, Bapak sudah membuat janji bermain golf dengan Pak Heri," Asyifa menyebutkan nama Menteri Kesehatan.

Heriawan Susetyo mendekati Haikal beberapa bulan belakangan. Menjadi menteri kesehatan pertama yang buka berasal dari kalangan medis, menjadikannya punya banyak musuh. Ada saja nakes yang menentang kebijakannya. Belum lagi organisasi profesi kedokteran yang sangat powerful itu tidak terima hak istimewanya dilucuti begitu saja. Dokter-dokternya terutama yang menempati jabatan tinggi, melakukan perlawanan. Heri membutuhkan dukungan dari Haikal.

"Golf ya." Haikal merenungi sejenak apa perlunya berbicara dengan menteri itu. Agaknya tidak ada. "Tolong pindahkan ke hari lain ya, Syif."

"Sampai akhir bulan ini jadwal Bapak padat. Mau dipindahkan bulan depan?" Asyifa mengetuk layar tab yang dipenuhi kolom jadwal kegiatan Haikal.

"Bulan depan boleh." Haikal setuju.

"Di tanggal 15 April ya, Pak. Itu hari Sabtu."

"Boleh. Jangan lupa infokan kepada beliau."

"Baik, Pak." Asyifa segera mengubah jadwal atasannya, lantas memindahkan pada hari yang Haikal minta. "Artinya hari Minggu depan jadwal Bapak kosong. Apakah Bapak mau mengambil waktu istirahat?"

Ya, istirahat. Haikal lupa kapan terakhir kali beristirahat dengan tenang.

"Tambahkan saya mau les memasak di Noura Catering."

"Wah, jadi juga, Pak," celetuk Firman.

Haikal mengangguk samar, menyembunyikan antusiasmenya. Staf dan sekretarisnya pastilah akan terkejut jika tahu alasan sebenarnya Haikal mau repot-repot menyisihkan waktunya yang berharga demi menemui seorang gadis muda.

"Bapak mau les memasak?" Asyifa memastikan, takut salah dengar. Random sekali atasannya punya hobi baru di tengah kesibukan yang padat.

"Ya, saya berniat memberikan kejutan spesial di hari ulang tahun istri saya. Beliau sangat menyukai salmon en croute buatan Noura Catering. Jadi saya mau belajar membuatnya sendiri supaya lebih spesial."

"Ah, so sweet," bisik Asyifa pelan takut Haikal mendengar. Sejenak pikirannya terbang ke dunia khayalan memikirkan suaminya kelak seperti Haikal Mahardika yang sempurna.

Firman mengangguk, sudah tahu pasti isi kepala Haikal. Bagaimanapun dia lama berdekatan dengan Haikal dan tahu semua kebobrokannya, sementara Asyifa yang lugu hanya bisa merasakan kekaguman terhadap Haikal melejit berkali-kali lipat. Kaya raya, dari keluarga terpadang, karir politik bagus, secara fisik memukau di usianya, setia pada istri pula. Gadis itu mencari-cari kekurangan Haikal dan rasa-rasanya tidak ada.

"Maaf, boleh tanya, Pak?" Asyifa bertanya.

"Silakan."

"Maaf kalau Bapak tersinggung," tambah Asyifa.

"Silakan, Syifa."

"Apa rahasianya mempertahankan pernikahan selama 15 tahun lebih dan bisa tetap romantis seperti Bapak dan Ibu?"

Haikal tahu arah pertanyaan sekretarisnya. Gosip miring mengenai pernikahan yang tak kunjung memperoleh momongan sempat mewarnai pernikahannya dengan Saras. Haikal dan Saras memilih menyingkir sejenak dari perhatian publik. Saras mengusulkan agar dirinya pura-pura hamil besar lantas 3 bulan kemudian melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Mumtaz Rahman Mahardika.

Publik sempat gempar saat mengetahui berita Saras telah melahirkan. Semuanya dinilai dadakan. Haikal bisa saja berterus terang mengatakan Mumtaz merupakan anak dari keponakan jauhnya yang hamil di luar nikah lantas mereka adopsi. Hanya saja memikirkan dampak ke depannya, terlalu riskan membocorkan kebenaran. Mumtaz akan tahu bahwa dirinya bukan anak kandung. Itu berbahaya bagi keutuhan keluarga dan citra publik Haikal serta keluarga Said.

Lagipula Haikal sudah menyusun rencana besar. Dirinya akan mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2019. Saingannya tidak mudah dikalahkan. Satu merupakan petahana dengan keluarga utuh dan harmonis. Sementara saingan satu lagi memang dikenal gagal membina rumah tangga, tapi pernah menjabat sebagai jenderal TNI AD. Haikal cukup percaya diri bisa mengalahkan Priambodo Subekti, sang jenderal purnawirawan dengan menciptakan citra bahwa dirinya merupakan laki-laki setia. Tidak meninggalkan istri serta terus berjuang mendapatkan momongan.

"Pernikahan bukan akhir dari segalanya, Syifa, melainkan awal dari perjalanan hidup. Kita harus bekerja keras menjaganya agar api itu tetap menyala," tutur Haikal sebijaksana mungkin.

Bola mata Asyifa berbinar-binar. Sungguh langka pria seperti Haikal di zaman modern ini. Ada uang sedikit saja langsung mencari istri muda, padahal tampangnya tidak ada bagus-bagusnya.

"Semoga Kamu segera mendapatkan jodoh terbaik," doa Haikal berbasa-basi.

"Kalau Bapak punya keponakan yang masih single, boleh jodohin sama saya. Hehehe..." Asyifa tertawa sungkan.

"Saya percaya kamu akan mendapatkankannya. Jadilah dirimu sendiri, tidak perlu mengikuti orang lain."

"Seperti Ibu Saras ya, Pak." Syifa menebak dengan polosnya.

Haikal melirik ke kaca spion. Refleksi wajahnya kemudian menampilkan segurat senyuman.

***

Kok sepi yang vote dan komen? Padahal pembacanya lumayan. Kurang seru kah?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro