34. KURSUS MEMASAK

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maret 2017

Jeane berjalan mondar-mandir di kamar. Baru saja Asyifa mengirimkan chat memberitahukan atasannya hendak berkunjung. Bukan kunjungan biasa, melainkan memperlihatkan keseriusan Haikal Mahardika menimba ilmu.

"Hah, menimba ilmu." Jeanne mendengus sendiri, menertawakan kata-kata yang melintas di pikirannya. Dia merasa tidak memiliki kapasitas memberikan ilmu. Sampai detik ini pun masih tak habis pikir kenapa seorang pejabat negara mau membayar demi mendapatkan ilmu abal-abal. Siapa lah Jeanne Noura? Cuma seorang mahasiswa yang mendapatkan kemampuan memasak secara otodidak. Cuma orang bodoh atau kebanyakan uang yang mau membayar mahal demi mendapatkan ilmu darinya.

"Gue yakin si aki-aki nggak murni mau belajar bikin salmon en croute. Pasti modus doang, tapi apa?" Jeanne meneruskan kegundahannya lantas berseru, "Ah,gue tahu. Aki-aki itu mau minta ganti rugi karena gue colek lukisan koleksi mertuanya."

Uh! Jeanne jadi merinding sebadan-badan. Pejabat selalu punya cara halus untuk mengungkapkan maksudnya secara tidak langsung. Jangan lupakan fakta bahwa Haikal Mahardika adalah politikus dan semua politikus di mata Jeanne hanyalah sekumpulan dari banyak tikus. Poli berarti banyak. Yah, cocok sekali bukan. Tikus-tikus berdasi.

Jika analisisnya benar, maka tamatlah riwayat Jeanne. Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu untuk mengganti rugi?

Jeanne berhenti untuk mengingat-ingat. Sepertinya dia tidak menyebabkan kerusakan pada lukisan itu. Lalu kenapa Haikal Mahardika masih memperpanjang urusan dengannya?

Jeanne betulan tidak bisa hidup tenang setelah berkenalan dengan Haikal Mahardika. Aneh juga kalau anggota DPR itu ikut campur sementara sang empunya lukisan yakni ayah mertuanya tenang-tenang saja.

Sedari siang Jeanne belum makan, tetapi perutnya adem ayem. Siapa juga yang sanggup berpikir tentang makanan dalam keadaan begini? Kegelisahannya berlanjut hingga jam dinding menunjukkan pukul 06.20 malam. Pegawai Noura Catering tak tersisa lagi. Cicilia belum pulang dari acara pengajian salah satu menteri kabinet sekarang. Perkenalan dengan Partai Indonesia Emas membuka pintu pada banyak pejabat di negeri ini. Jeanne bersyukur sebab perekonomian keluarganya membaik. Namun ada pula sisi buruknya, lihat saja yang dia alami, terpaksa berurusan dengan orang penting.

Bunyi klakson mengagetkan Jeanne. Jaraknya dekat. Ketika dia mengintip dari jendela, lampu dari mobil Toyota Land Cruiser hitam menyorot terang benderang. Asyifa sudah bilang bahwa Haikal akan datang menggunakan mobil itu.

Jeanne dilema. Inginnya tidak keluar membuka pagar, pura-pura tidak ada di rumah. Dia sendirian sekarang. Kalau Haikal macam-macam nanti, bahkan dedemit penunggu rumah pun tak akan berani menolongnya.

Klakson itu berbunyi lagi. Sungguh tidak sabaran. Sial, ponsel Jeanne ikut berdering. Nama di id caller tertera jelas. Asyifa.

"Ya, Mbak." Jeanne menyapa dengan tidak senang.

[Jeanne Noura.]

Itu bukan suara Asyifa. Berat, dalam, dan penuh wibawa. Haikal Mahardika menghubungi Jeanne menggunakan ponsel asistennya.

"Ada apa, Pak?"

[Saya sudah di depan. Buka gerbangnya.]

Yah, Haikal tidak repot menanyakan keadaannya. Kalau sang empunya rumah tak kunjung membuka pintu, pasti ada alasannya kan? Sakit perut misalnya dan kalau Haikal punya sedikit saja rasa empati, pastilah akan bertanya, bukannya main perintah begitu.

"Tunggu ya, Pak. Aku lagi berak. Tadi siang di kampus makan ayam penyet level 5. Mencretnya lumayan nih, Pak." Jeanne membekap mulutnya sendiri supaya tawa jailnya tidak menyembur keluar.

[Berak?]

"Ho-oh. Buang air besar. Cair, Pak. Warnanya..."

[Ya, ya... Sudah. Selesaikan dulu. Saya tunggu di mobil.]

"Tunggu di mobil?" Jeanne berbohong dengan harapan Haikal membatalkan niatnya minta diajari. Sayangnya anggota DPR itu terlampau tidak peka dengan pengusiran halusnya.

[Ya. Tidak usah buru-buru.]

Haikal yang menutup telepon. Jeanne kecewa, dia pikir bisa menyingkirkan Haikal dengan ide gilanya. Akan tetapi laki-laki itu sungguh keras kepala.

***

Haikal Mahardika benar-benar berada di dapur rumah keluarga Jeanne. Celemek bertuliskan Noura Catering melindungi dadanya dari noda. Memasak salmon en croute sebetulnya tidak akan mengotori pakaian. Jika mau praktis, bisa menggunakan puff pastry jadi. Namun Jeanne memang membuat semuanya dari nol, termasuk adonan puff pastry. Di situlah rahasianya. Selain untuk alasan rasa, Jeanne sekalian mau mengerjai Haikal.

"Kenapa?" tanya Haikal. Sejak memakai celemek, Jeanne tak henti memasang senyum. Bukan sembarang senyum tapi senyum ejekan.

"Nggak pa-pa. Itu, diulenin terus tepungnya, nggak boleh berhenti." Seringai Jeanne melebar. Sudah lima menit Haikal menguleni tepung terigu protein tinggi dicampur bahan-bahan lain dan belum kalis juga. Bisa saja Jeanne menggunakan mixer untuk mencampur semua bahan, tetapi dia ingin melihat usaha ekstra Haikal. Katanya sayang istri kan.

"Apa kamu juga begini?"

"Ngulenin adonan? Pastinya." Jeanne mengangguk. Dia tidak bohong. Awal-awal membuat salmon en croute juga dia mengerjakan semua dengan tangannya sendiri.

"Kalau pesanannya banyak tetap diulen dengan tangan?"

"Karyawan Noura Catering banyak kok." Jeanne menjawab tapi tidak menjawab pertanyaan. Betul kan karyawan Noura Catering banyak.

Haikal terus meremas-remas adonan di baskom plastik hingga tidak menempel sama sekali di sisi dalamnya.

"Nah, udah cukup. Ini namanya kalis. Diamkan saja di wadah sekitar 15 menit. Sambil nunggu, kita buat isiannya." Jeanne menutup wadah berisi adonan dengan serbet kemudian beralih ke bawang bombay.

"Udah aku kupas kulitnya. Bapak tinggal iris."

Jeanne sengaja menyiapkan bawang bombay berukuran besar. Selain lebih manis, ketika diiris, mantap sekali memedihkan mata. Untuk jaga-jaga, Jeanne menyambar satu kotak penuh tisu.

"Ukurannya seberapa?" tanya Haikal.

"Kotak kecil."

Haikal mengernyit mendengar instruksi tidak jelas dari gadis muda di sebelahnya. Seberapa kecil? Berapa senti? Ah, ingin lidahnya meneriakkan tuntutan otaknya yang penuh logika dan perincian itu. Namun agaknya Jeanne mengerjakan segala sesuatu menggunakan feeling semata.

Air mata mulai mengaburkan pandangan Haikal. Kalau begini ceritanya, dia lebih memilih rapat sampai pagi, perang urat syaraf dengan sesama anggota DPR lain.

"Nangis, Pak?" Jeanne tertawa terang-terangan seraya menyodorkan selembar tisu.

"Apa kamu juga begini?"

"Apa? Nangis? Pastinya. Tapi nggak pa-pa kok. Lanjutin saja. Tabahkan hatimu dan kobarkan semangat juangmu, Pak." Dengan lancangnya Jeanne menepuk-nepuk bahu Haikal. "Penderitaan mengiris bawang bombay nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan nmemperjuangkan nasib rakyat."

Haikal mengusap air matanya menggunakan tisu. Jeanne tidak membantu sama sekali. Sejak tadi cuma memberi pengarahan secara verbal.

"Saya salut sih sama Bapak, demi istri tercinta rela nangis-nangis begini," olok Jeanne. "Istri Bapak pastinya bangga sama Bapak."

"Seperti pacar kamu?" tanya Haikal.

"Pacar? Pacar cina maksudnya?" Jeanne ngeles meskipun tahu ke mana arah pembicaraan Haikal.

"Kamu sudah punya pacar?" Haikal bertanya lebih lugas.

"Ada sih, Pak. Tapi LDR." Jeanne nyengir.

"Oh ya. Pacar kamu warga negara mana?"

"Warga negara Korea. Selatan tapi ya, Pak. Bukan utara." Jeanne mengeklik galeri ponselnya. Terbukalah satu foto pria tampan. "Ganteng kan, Pak?"

Sejujurnya Haikal tidak menganggap laki-laki di foto itu tampan. Garis wajahnya cenderung feminin. Seragam militer yang dia kenakan tak lantas membuatnya jadi macho.

"Dia tentara?" tanya Haikal.

"Iya. Kalau masa tugasnya habis, dia mau ajak aku nikah."

"Oh ya?"

"Hu-um." Jeanne mengangguk yakin. "Doain ya, Pak."

Haikal tidak merespons permintaan Jeanne. Gerakan tangannya kian cepat memotong bawang bombay. Cukup sudah, dia tidak tahan lagi.

"Pinjam kacamata renang," ucap Haikal.

"Buat apa?"

"Pinjam saja."

Walaupun Jeanne penasaran apa niat Haikal pinjam kacamata renang segala, dia berjingkat ke kamar mengambil benda yang dimaksud.

"Nih." Jeanne kembali membawa kacamata renang berwarna biru muda.

Haikal mengenakan benda itu. Teruji kedap air, kacamata renang terbukti efektif menangkal lachrymatory mengiritasi mata.

Jeanne memandangi Haikal dengan takjub. Bertahun-tahun memiliki kacamata renang, tak terpikir olehnya dapat menggunakan benda itu saat memasak.

"Widih, keren banget!" Jeanne bertepuk tangan.

"Setelah ini apa?"

"Iris bayamnya. Tuh," tunjuk Jeanne. "Sudah kucuci."

Haikal mengambil bayam dalam wadah plastik, memindahkan ke talenan untuk diiris.

"Pak, anu." Jeanne terdiam untuk berpikir sejenak.

"Ya?"

"Pacar saya bilang akan bantuin ganti rugi lukisan Pak Indrawan Said."

Haikal berhenti memotong bayam, menyempatkan diri menoleh. Jeanne, gadis pemberani yang suka menantang itu kini tampak salah tingkah. Haikal menikmati perasaan bersalah Jeanne. Pergaulannya sehari-hari memaksanya berkerumun dengan serigala berbulu domba. Para politikus itu sungguh tak tahu malu. Sudah jelas bersalah pun masih punya sejuta cara untuk berkilah. Namun lihatlah betapa polos Jeanne. Wajahnya menunduk, menunjukkan penyesalan teramat dalam.

"Jadi kamu sudah sadar apa kesalahan kamu?" cecar Haikal.

"Yah, kelihatannya lukisan itu nggak rusak sih. Cuma aku nggak pernah punya lukisan mahal. Makanya yah.. Mungkin saja keringatku bikin rusak."

Haikal menahan senyum. Jeanne dalam mode menyesal begini sungguh pemandangan menarik.

"Lain kali kamu harus bisa menahan diri. Tidak semua yang kamu lihat, bisa kamu sentuh. Paham?"

Jeanne mengangguk. "Tapi kalau betulan rusak, saya pasti ganti. Cuma itu, Pak..."

"Ya?"

"Jangan mahal-mahal. Pacar saya beneran mau bantu kalau nggak terlalu mahal. Bapak tahu kan gaji tentara berapa, cuma..."

"Jeanne Noura." Haikal memotong cerocosan Jeanne.

"Ya, Pak?" Jeanne mendongak, kali ini berhadapan langsung dengan mata Haikal Mahardika.

"Saya tidak meminta uang untuk mengganti lukisan ayah mertua."

Kening Jeanne berkerut bingung.

"Asal kamu izinkan saya melakukan satu hal," ucap Haikal.

"Apa?"

Haikal maju perlahan lantas berbisik di telinga Jeanne, "Mencium kamu."

***

Pak Haikal udah mulai-mulai nih. Apakah Jeanne bakal kuat iman?

Vote dan komen yang banyak biar saya semangat.

Yang gak sabar nungguin update, baca lebih cepat di Karyakarsa belladonnatossici.

Love,
💋 Bella 💋



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro