CHAPTER FIVE: WHAT'S NEXT?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

FREZ. Ternyata sudah ada dua polisi di belakang mereka, dan menodongkan pistol mereka.

"Apakah kalian anggota Grild?" tanya salah satunya.

"Bukan, kami. Aduhh!" kata Pisco. Mereka memukul kaki Pisco.

"Tangan di kepala! Kami ingin menggeledah kalian," katanya.

"Lapor, ada seorang wanita dan satu pria bersenjata di depan markas, dan mereka tampak mencurigakan," dia melapor ke markas mereka lewat wolkitoki.

"Basch! Lihat ini!" katanya.

"Kau dapatkan kartu ini dari mana?" dia menunjukkan sebuah kartu tanda pengenal Piu.

"Itu? Aku dapatkan dari orangnya."

"Ada hubungan apa kau dengan salah satu anggota kami? Dimana dia sekarang?"

"Dia sudah mati. Dia sudah menitipkan misinya kepadaku, dan wanita ini adalah orang yang harus diantar ke kota Jite."

"Haaah! Jadi dia Uni Tels. Maafkan kami. Lapor kapten... baiklah! Sekarang kita harus ke markas."

Mereka pergi ke markas, setelah sampai di dalam, tepatnya di ruangan kapten mereka.

"Lapor kapten Markov, ini adalah wanita yang dimaksud oleh professor Tonki. Dia bersama dengan seorang pria yang mengaku teman Piu."

"Hmm, tinggalkan kami," katanya. Dia masih membelakangi mereka.

"Siap!" katanya dan pergi.

"Kauuuu!" dia membalik dan memasang muka menyeramkan. Dia berpakaian jas polisi hitam, dengan celana biru gelap, rambut kuning, tinggi 180cm dan berbadan besar. "Kau Pisco sang pembunuh itu," lanjutnya.

"Kalau iya kenapa?" jawab Pisco dengan polos.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini? Ohh aku tahu, kau sudah membunuh Piu ya, dan menculik Uni!"

"Mungkin?"

"Kak Pisco, dia siapa?" tanya Uni menarik lengan baju Pisco.

"Hei nona! Kau harus menjauh dari dia! Karena dia adalah pembunuh berantai, dan dia juga yang sudah membunuh ibumu."

"Apa itu benar kak?"

"Uni, semua yang dia katakan tentangku itu benar."

"Itu bohongkan," Uni mulai menangis, tanda dia tidak percaya.

"Iya itu benar, dia pembunuh yang sudah aku kejar selama ini. Sekarang saatnya aku menghukummu," katanya menodongkan pistolnya ke Pisco.

"Kalau kau ingin membunuhku silahkan saja. Tapi, aku titip dia. Tolong antar dia ke kota Jite dengan selamat."

"Baiklah," dia mau menarik pelatuk itu, tapi.

"Jangan bunuh dia!" kata Uni. Dia melindungi Pisco dengan tubuhnya.

"Minggir nona! Kau tahu dia..."

"Aku tahu! Tapi aku tidak ingin dia mati, karena dia sudah menyelamatkanku."

"Uni," gumam Pisco.

"Baiklah. Tapi saat kita sampai di kota Jite, aku akan menghukummu di pengadilan," lalu dia menyimpan pistol itu kembali.

"Baiklah," jawab Pisco.

"Sekarang kalian diam disini. Besok aku dan anak buahku akan mengantar kalian. Dan kau nona, ikut aku!"

"Baik," mereka berdua pergi.

Malam hari tiba. Pisco berada di kemah yang mereka sediakan khusus untuk dia. Tak lama kemudian datanglah Uni.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Pisco.

"Aku ingin bersama kakak."

"Untuk apa? Aku sudah membunuh ibumu."

"Aku tahu, tapi kakak melakukan itu pasti ada alasannya."

"Sebetulnya aku ini adalah pembunuh bayaran, tapi aku tidak seperti yang lain, yang membunuh sesuai uang. Kalau aku ini membunuh para penjahat, seperti orang penjual narkoba, penggelapan uang dan lain-lain. Pagi itu aku mendapatkan surat, tidak ada nama pengirimnya, isinya hanya ada uang dan catatan untuk membunuh seorang wanita yang melakukan penggelapan uang, aku setuju. Aku pergi ke gedung itu dan membunuh dia. Maafkan aku ya," jawab Pisco.

"Aku memaafkan kakak, lagi pula aku tidak suka dengan ibuku. Dia selalu jahat ke ayah," katanya dengan wajah sedih.

"Seharusnya aku memberitahumu sejak awal."

"Tidak apa, aku senang ternyata kakak mengerti perasaanku walau kakak seorang pembunuh."

"Itu suatu pujian,. Kenapa kau bisa kemari? Apakah mereka tidak mengawasimu?"

"Aku kabur."

"Kenapa?"

"Karena mereka selalu megawasiku dengan ketat, tadi aku beralasan untuk ke toilet dan kabur lewat jendela," tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu tenda Pisco.

"Ternyata kau disini, ayo kita kembali!" kata polisi berbadan besar. Dia menarik tangan Uni.

"Tidak mau! Aku mau disini!" katanya melawan pria itu.

"Kau ini!"

"Hei! Biarkan dia di sini," kata Pisco. Dia mencengkram tangan pria itu.

"Hei kau, jangan..."

"Kau yang jangan macam-macam. Kata dia mau disini! Ya, disini!" kata Pisco memasang wajah mengancam.

"Cihh! Baiklah," katanya. Lalu dia pergi.

"Terima kasih kak."

"Sudahlah, sebaiknya kau tidur," kata Pisco.

"Baiklah. Tapi bagaimana dengan kakak?"

"Seperti biasa, kita akan bergantian."

"Baik, selamat malam kak," katanya. Lalu dia pergi ke kasur yang ada di sana.

"Ada perlu apa kau kemari?" kata Pisco. Dia keluar dari tenda dan bertemu dengan kapten Markov.

"Ohh tidak ada apa-apa. Hanya saja aku kemari ingin memberi tahumu, kalau kau macam-macam..." katanya.

"Ya aku tahu. Lagi pula aku tidak akan berbuat macam-macam dengan dia, dia kemari atas keinginan sendiri."

"Hmm, ternyata walau kau itu pembunuh, kau bisa memikat hati wanita secantik dia dan muda."

"Terima kasih atas pujiannya."

"Lalu bagaimana dengan anak buahku yang lainnya, yang bersama dengan Piu?"

"Mungkin mereka semua mati. Karena aku hanya bertemu dengan Piu saja."

"Huh. Kalau dia tahu siapa kamu, mungkin dia tidak akan mempercayakan tugas ini kepadamu."

"Ya mungkin saja."

"Baiklah, sampai jumpa lagi, dan siap-siap untuk hukuman itu. Hahaha!" katanya. Lalu dia pergi.

Pisco masuk tenda dan duduk di dekat Uni.

"Terima kasih Uni. Walau aku ini orang yang sudah membunuh ibumu, tetapi kau tetap menerimaku dengan senyumanmu. Aku janji, aku akan membawamu kesana dengan selamat walau nyawa taruhannya, ini sebagai penebus dosaku dan sebetulnya saat kita pertama ber... Eh! Kau sudah bangun," katanya. Ternyata Uni bangun.

"Huahhh. Kakak tadi ngomong apa?" masih setengah tidur.

"Bukan, bukan apa-apa. Kenapa kau bangun? Ini masih malam kok."

"Tadi aku bermimpi, kalau kakak ditembak sama kapten itu."

"Ohh. Sudahlah, itu hanya mimpi kamu. Sebaikanya kau tidur lagi."

"Kak, tolong ceritakan tentang kakak."

"Tentang apa?"

"Misalnya. Apakah kakak sudah menikah?"

"Hmm, belum sih. Memangnya kenapa?"

"Tidak! Bukan apa-apa! Kakak jangan berpikiran aneh-aneh, aku hanya bertanya! Lagi pula..." tiba-tiba Uni diam.

"Lagi pula?"

"Bukan apa-apa kak! selamat malam!" katanya dengan cepat dia menutup tubuhnya dengan selimut.

Pagi hari tiba, Pisco dan Uni bersiap-siap untuk pergi, tentu dengan para polisi itu.

"Semuanya! Tugas kita adalah membawa nona Uni ke kota Jite dengan selamat. Kalian siap!" teriak kapten itu.

"Siap!" semuanya serentak menjawab.

"Kak, tolong ya?"

"Tentu saja."

"Mohon kerja samanya ya," kata kapten itu menghampiri mereka.

"Ya. Tapi aku akan lebih mengutamakan keselamatan dia, dibanding dengan anak buahmu."

"Tentu saja, ayo!"

Mereka semua pergi, mereka melalui beberapa kota dan bertemu dengan kelompok Grild. Di sana terjadi adu tembak, Pisco dan Uni bersembunyi di balik reruntuhan rumah yang besar, sedangkan para polisi mengatasi mereka. Selesai sudah, mereka melanjutkan perjalanan, di tengah perjalanan mereka beristirahat.

"Baiklah, istirahat dua puluh menit!" perintah kapten. Dengan serempak para polisi itu duduk.

"Ini minumnya kak," kata Uni. Mereka berdua duduk cukup jauh dengan para polisi itu.

"Oh ya, terima kasih."

"Hei kalian. Tidak ikut makan?" tanya kapten itu menghampiri mereka.

"Tidak terima kasih, aku sudah ada makanan," jawab Pisco.

"Hmm, baiklah. Oh ya ini," katanya melemparkan sebuah kantong kecil yang diikat.

"Apa ini?"

"Itu bom asap buatanku. Itu terbuat dari bubuk peledak, terigu, dan gula."

"Terima kasih."

Mereka semua termasuk Pisco dan Uni makan. Dua puluh menit kemudian mereka melanjutkan perjalanan, sampailah mereka di hutan. Mereka melewati beberapa pohon dan sungai, sampai mereka di depan sebuah gerbang, di balik gerbang ada sebuah gedung yang cukup luas, dan gerbang itu di kunci.

"Baiklah, kita ledakkan," perintah kapten. Namun dipotong oleh Pisco.

"Tunggu dulu. Jika kalian meledakan gerbang ini, kalian akan memancing banyak mayat hidup."

"Kalau begitu bagaimana?"

"Angkat aku ke atas gerbang itu," lalu kapten itu memegang kedua tanganya untuk menahan kaki Pisco. Pisco sekarang ada di dalam, tapi secara tiba-tiba dia diserang oleh dua Clicker yang berpura-pura menjadi mayat, Pisco menembak mereka dengan shotgun, satu berhasil dan satu lagi dihabisi dengan tebasan pedang, kemudian dia membuka gembok itu dengan menembakinya.

"Kerja bagus, ayo!"

Mereka memasuki gedung itu. Di dalam ternyata cukup banyak zombie dan vampir, namun mereka berhasil membunuh mereka. Sampailah mereka di suatu ruangan yang cukup luas.

"Ternyata ada beberapa pintu. Berpencar! Kalau ada yang menemukan pintu keluar, cepat laporkan!"

Mereka menyebar, jumlah pintu itu ada tiga, namun ada satu pintu yang bermasalah.

"Jangan dibuka!" teriak Pisco ke polisi yang membuka pintu dengan cara digeser.

Namun terlambat, dengan cepat benang yang ada di bagian atas pintu itu melepas dan di ujung benang itu ada sebuah ember yang berisi cairan Big, ember itu jatuh dari atas.

"Apa ini?" tanya sang kapten.

"Ini adalah jebakan cairan Big, yang di ciptakan oleh vampire. Kalian semua siapakan senjata! Kita akan kedatangan demo warga mayat hidup. Uni! Tetap di dekatku."

"Baik kak."

Terdengar suara hentakan kaki yang cukup keras, semakin mendekat dan mereka datang di mana-mana, banyak sekali mayat hidup. Peperangan dimulai, Pisco menghajar mereka yang mendekati Uni saja, sisanya dihadapi para polisi. Para polisi ini cukup kesulitan, akibatnya ada yang tergigit dan mati, tak lama kemudian datanglah Fang, dia adalah vampir berukuran besar dengan cakar yang cukup tajam dan taring yang cukup besar.

"Apa itu?" tanya kapten. Sekarang dia ada di dekat Pisco dan Uni.

"Itu Fang! Vampir yang merepotkan dengan cakarnya yang tajam, dan gerakannya yang cukup gesit, namun lambat," jawab Pisco.

Mereka semua kesulitan menghadapi Fang, sudah beberapa polisi yang mati karena dia. Kapten Markov menyerang dia dengan senjatanya, namun tak mempan, dan pada akhirnya dia tertusuk di bagian perutnya.

"Arghh! Pisco, tolong urus sisanya," katanya mencengkram tangan Fangs yang menusuk dia, lalu dia membuka satu geranad dan 'BOMMM'. Saat itu posisi dia cukup jauh dengan Pisco dan yang lainnya.

Pertarungan masih berlanjut, pada akhirnya tersisa Pisco, Uni dan beberapa mayat hidup. Pisco maju dan mengahajar sisanya.

"Uni! Awas di belakangmu!" katanya. Ada vampire yang mendekati dia. "Rasakan ini," Pisco menembak vampir itu, tapi tiba-tiba ada yang menarik tangan dia, ternyata itu vampire. "Arggh!" dia menggigit lengan Pisco, di belakang Uni masih ada satu zombie.

"Sial!" Pisco menembak zombie itu dengan tangan kirinya yang di gigit. Selanjutnya Pisco menembak kepala vampir itu. Lalu Pisco jatuh.

"Kakak bertahanlah!" kata Uni berlari ke arah Pisco yang lemas tergeletak di tanah.

"Nik Halber," kata Pisco sambil memegang lengannya yang berdarah.

"Apa?"

"Itu nama asliku. Setidaknya ada orang yang mengetahui nama asliku, sebelum aku berubah menjadi mereka. Argggh!"

"Tidak kak! Jangan mati." ZIINGGG.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro