9 - Mama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ujian telah usai, hanya menyisakan pernak-pernik menjelang kelulusan -sebut saja prom night- yang sekarang membuatku dan Kyungsoo pusing. Hey, siapa yang membuat peraturan bahwa prom night tertulis wajib membawa pasangan? Tidak bisakah hanya membawa sahabat saja? Oh aku tahu, ini ajang pamer diri. Tetapi sepertinya aku harus menunda memikirkan mencari pasangan untuk dibawa ke prom night. Notifikasi dari ponselku berbunyi nyaring dengan suara dingdong milik Kookie saat kami bermain truth or dare. E-mail dari kampus masuk, memberitahukan bahwa kami harus mengikuti salah satu rangkaian ujian, yaitu psikotes.

"Ma... Nanti sore bilang bang Hobie jemput ya. Chim mau tes besok pagi." ujarku pada mama yang sedang asyik membaca novel yang sepertinya baru dibeli kemarin.

"Hubungi sendiri deh, punya nomornya kan? Bisa nego kan?"

Disangkanya aku sedang membeli barang dengan bang Hobie sampai kata nego andalan mama keluar. Abangku itu sangat sulit dihubungi jika bukan mama dan papa yang turun tangan langsung. Tetapi sudahlah, lebih baik ku hubungi saja orang itu.

"Hallo ma Bro..." sapanya di seberang sana.

Aku menjauhkan ponselku dari wajah karena kaget mendengar dia teriak-teriak, dia itu kuliah seni tari atau sedang menjadi koordinator sorak sih, teriaknya membahana.

"Kau itu sedang di kostan atau sedang di hutan?" tanyaku sedikit teriak juga.

"Heh, malah teriak-teriak. Aku belum tuli." omelnya.

Lah tadi dia teriak-teriak aku terima dengan tidak ikhlas.

"Bang, sibuk enggak?"

"Menurutmu aku sibuk?"

"Enggak."

"Bagus, kau mau minta jemput kan? Mau nginap kan? Mau jajal kamar baru yang dibeli papa buat kita berdua selama sekolah di kampus yang berbeda." jawabnya panjang.

"Halah, aku akan tinggal di dorm." jawabku.

"Siapa yang ngizinin Chim di dorm?" teriak mama dari ruang tengah.

Ini kenapa jadi suka teriak sih? Apa rumah berubah jadi hutan? Sepertinya iya, karena tarzannya telah pulang sekolah.

"Kookie pulaannnnggggg......"

"Marjuki berisik." omel bang Hobie.

"Emang, mang Juki berisik. Udah mirip bang abang cilor depan sekolahan komplek sebelah." sahutku.

"Bang Heyhooooooob, kapan pulang? Ajarin Kookie dancing dancing sambil jumping kayak kuda lumping dong." rengeknya yang langsung mengambil alih ponselku.

"Lho, bang Chim kan lebih bisa jumping-jumping dari pada abang."

"Bang Chim enggak asyik, dia jumping-jumping kayak mama mau shopping." bisik Kookie.

Kami cekikikan. Jujur saja ini momen paling menyenangkan, jarang-jarang kami akan becanda tertawa karena saling meledek satu sama lain. Ah, pasti aku akan rindu suasana seperti ini jika nanti diterima di kampus pilihanku. Sekalipun aku dan bang Hobie masih bisa bertengkar tetapi akan kurang jika tidak ada Kookie atau Kyungsoo yang menjadi komplotannya.

"Kookie besok sekolah?" tanya bang Hobie.

"Iya bang, lagi persiapan mau ujian kenaikan kelas. Mama udah mulai berisik nyuruh Kookie kursus ini itu, untung aja bukan kursus memasak." jawab Kookie.

Ah ya, posisinya kami sekarang sedang berada di kamar semenjak tragedi mama mendengar aku ingin tinggal di dorm saja dari pada bersama bang Hobie.

"Kau disuruh ikut kursus masak yang ada malah habis sebelum matang. Belajar yang rajin baby boy. Kau harus bisa lebih berhasil dari dua abangmu ini. Katanya mau masuk kepolisian." ujar bang Hobie.

"Yaaa... Entah, sepertinya aku akan merubahnya. Ah sudah dulu ya bang, aku mau tidur siang." pamit Kookie.

"Ya sana tidur, jangan lupa berdo'a."

Aku hanya terpaku mendengar percakapan kakak adik yang senang meledek, lalu bang Hobie kembali fokus kepadaku.

"Jadi mau di jemput dimana?"

"Stasiun biasanya saja bang, eh iya. Abang tahu dari mana aku besok tes?" tanyaku penasaran sejak tadi.

"Oh, itu adiknya Agust dan adiknya Nael kan satu kampus denganmu. Tadi mereka yaaa sempat ribut enggak jelas karena adiknya maunya menginap." jawab bang Hobie.

Aku mengangguk paham, eh tunggu. Adiknya bang Agust perempuan yang waktu itu fotonya di ponsel bang Agust kan? Cantik juga.

"Ya sudah, Chim mau siap-siap. Nanti Chim kabari kalau sudah naik kereta." jelasku.

Bang Hobie mengacungkan ibu jari dan berakhirlah sesi video call kakak beradik yang sedikit manfaatnya.

***

Aku mengemasi pakaian yang akan ku bawa, sepertinya aku akan lama berada disana. Mengingat jika aku berhasil lolos tes psikotes maka akan langsung mengikuti tes tertulis pemilihan jurusan. Aduh rumit sekali. Aku ajak Kyungsoo saja mungkin agar ia tahu kampusku.

Tuuttt... Tuuutt...

"Hmm..."

"Ikut ayo, jalan-jalan seminggu." ajakku.

"Ah aku sibuk Chris. Ini dokumen saja belum selesai. Kau mau kemana memang?"

"Kampus baru, ada ujian masuk. Tetapi kalau kau sibuk ya sudah tak apa." jawabku berusaha mengerti.

"Ya, maaf ya tidak bisa ikut. Salam buat bang Hobie. Bilang after prom night dia harus menjemput kita." ujarnya.

"Ok..." jawabku singkat lalu menutup telpon.

Mungkin seperti ini gambaran kami jika pisah negara. Kami benar-benar akan lebih sering selisih paham jika diskusi. Apakah aku akan mudah mendapatkan teman baru? Entahlah. Aku kembali mengemasi pakaian, beberapa berkas dan buku penunjang ujian penjurusan sudah kubawa. Satu kopor, dan ya aku sudah seperti diusir secara halus. Kamar ini, pasti akan aku rindukan.

***

Tiba di stasiun pukul 15:30, bang Hobie tadi bilang untuk menunggu sebentar. Dia masih ada kelas sampai pukul 16:00. Ah, bosan juga menunggunya. Aku merasakan ada seseorang yang duduk di sebelahku. Kalau tidak salah namanya Kim Emery Yaro.

"Kau sedang apa disini?" tanyaku.

"Aku akan mengikuti tes psikotes di kampus. Kau sendiri?"

"Sama, tetapi bang Hobie lama sekali." jawabku.

"Whooaaa... Kau dan aku satu kampus? Akhirnya." ujarnya sedikit heboh.

Aku mengernyit, kenapa bisa satu kampus dengannya? Ya aku tahu dia satu sekolah denganku, tetapi ya mungkin kami kurang akrab.

"Ku kenalkan lagi, namaku Kim Emery Yaro. Panggil saja Key. Namamu?" tanyanya sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman.

"Park Christian Jimin, just call my name Chris." aku menyambut sapaannya.

"Yah, rupanya dia dengan adikmu Nael. Ku pikir aku akan dimarahi mama jika telat menjemputnya." oceh bang Hobie.

"Key, ayo lekas. Abang masih ada kelas." perintah kakak Key.

"Hey ayo, kita pulang bersama. Dia satu mobil dengan kita." ujar bang Hobie.

Aku beranjak, bang Hobie membantuku membawa kopor. Berbincang sedikit tentang rumah, dan tentu saja dia akan menanyakan boneka kodok kesayangannya.

"Itu Agust? Jemput siapa dia?" tanya bang Nael

"Jemput si Yoon, katanya dia masuk di kampus yang sama dengan Chris." jawab bang Nael.

***

Kami sampai di apartemen, ternyata unit milik kakak Key dan bang Agust berada di lantai yang sama dengan kami. Bang Hobie mempersilahkanku istirahat, sudah diberitahukan jika ini adalah rumah kedua kami. Jadi tinggallah aku disini sendiri, senyap dan bosan. Coba saja Kookie atau Kyungsoo bisa ikut, pasti ramai.

Membuang rasa bosan, aku lekas mandi dan memulai mempelajari apa saja yang esok akan diuji. Bang Hobie juga sudah lapor kepada Paduka Ratu bahwa anak itiknya sudah sampai. Sedang asyik-asyik belajar, ponselku berdering. Kookie.

Kookie   : Bang Chim..
Chimchim   :  Iya Kook
Kookie   :  Sepi
Chimchim   :  Lho kan ada mama
Kookie   :  mama enggak bisa diajak main game
Chimchim   :  hmm..

Sedang asyik memikirkan balasan apa lagi, mama melakukan video call. Aduh, aku sudah mau masuk kuliah dan mama adalah makhluk Tuhan yang senang sekali membuat anak-anaknya bingung.

"Chimchim..." sapa Kookie saat aku menjawab video call mama.

"Apa Kook? Kau tumben pakai ponsel mama."

"Biasa, kuotaku habis untuk main game, hehehehe."

Aku mengusap wajah, terheran dengan kelakuan bungsu keluarga Park Jung Jeon.

"Sini dulu, mama yang mau ngobrol. Kamu ambil nomor antrian sana." ujar mama.

Nah kan, kalau mama dan Kookie yang debat pasti lebih asyik jika rebutan sesuatu. Saling bilang A sampai Z. Papa dan aku hanya sanggup geleng kepala jika mereka sudah demikian adanya.

"Kenapa ma?" tanyaku.

"Kamu sudah di apartemen?"

"Ya sudah dong, mana ada di rawa-rawa tempat begini." jawabku.

"Ish, siapa tahu kan bang Hobie kongkalikong sama apa tuh... Hmm..."

"Memedi apa dedemit?"

"Nah itu, dinamit."

Mama selalu begitu, setidaknya hanya sebagai pengalih kata-kata rindu kepada kami. Apalagi sekarang dua anaknya sudah jauh dari rumah lalu ditambah Kookie yang sudah mendeklarasikan diri akan kuliah di US. Kebayang sih mama akan seperti apa kesepiannya tanpa tiga anaknya yang luar biasa ajaib.

"Mama sudah makan belum? Masak apa buat malam?" tanyaku basa basi.

"Mama masak sayur kesukaan Kookie sama papa saja, soalnya sudah berkurang satu yang banyak komplain perkara sayur." jawab mama santai, meletakkan ponselnya di dekat jajaran meja bar dan aku dapat melihat masakan mama yang sudah tersaji di meja makan.

"Maksudnya Chim? Ok fine, aku enggak akan pulang kalau belum wisuda." jawabku.

"Yakin kamu? Mama mah enggak apa, paling mama yang kesana."

Lah apa bedanya. Ah sudahlah, pasti mama ada yang ingin dibicarakan. Suasana rumah sedikit senyap. Mama masih sibuk dengan acara  menata meja makan. Lalu tiba-tiba...

"Doooorrrrr..." pekik Kookie.

Aku langsung tersendak air minum. Anak ini kenapa tiba-tiba muncul dihadapan ponsel coba.

"Bang, udah makan belum? Ayo makan." ajak Kookie meledek.

"Ya sana makan dahulu, bang Hobie sebentar lagi pulang." jawabku.

Kookie mengangguk, lalu pamit mematikan video call. Ah sepertinya ini akan sedikit berat diawal. Posisinya aku hanya test disini, lalu akan memulai kuliah di kampus inti. Pasti pulangnya hanya jika libur semester.

***

Hari ini dimulainya psikotes untuk masuk ke universitas yang sudah ku pilih setahun yang lalu. Mengingat program yang aku mau adalah fakultas yang sangat terbatas anak didiknya, maka aku langsung mendaftarkan diri agar bisa mendapat satu bagian saja dari banyaknya pendaftar.

Universitas tempatku akan berkuliah adalah salah satu yang memiliki jumlah kampus terbanyak, yang letaknya masih satu kota dengan rumah hanya khusus prodi ilmu Ekonomi dan Bisnis. Maklum saja, kota tempatku tinggal adalah centra bisnis di provinsi ini.

"Kau tidak ada yang tertinggal kan?" tanya bang Hobie memastikan.

"Tidak ini sudah lengkap semua. Nanti aku naik bus saja pulangnya." ujarku.

Bang Hobie mengangguk, memberikan semangat untuk menghadapi uji psikotes hari ini.

Ku kirimkan pesan singkat kepada mama, meminta restunya agar ujianku berhasil.

To : Paduka Ratu
Yth mama tersayang, do'akan Chim lolos uji psikotes hari ini. I really miss you mom.

Selesai mengirimkan pesan singkat, aku bergegas masuk ke dalam. Untuk uji psikotesnya dilakukan semua fakultas. Maka tidak heran jika aku bertemu Key dan Yoon, hey dia benar-benar cantik menurutku.

"Chris..." panggil Key.

"Oh hai, apakah nomor kursiku disebelahmu?" tanyaku sembari memberikan hasil print out surat keterangan mengikuti psikotes.

"Oh, ini disebelah Yoon." Jawab Key sembari menunjuk kursi yang berada dekat dengan jendela.

Aku mengangguk, lalu pergi ke kursiku sendiri. Yoon terlihat serius mempelajari materi psikotes tahun lalu, wait, tahun lalu? Wah...

"Aku baru tahu bahwa Bang Jung memiliki adik laki-laki." Ujar Yoon.

Aku dan Key menoleh. Dia berbicara, sungguh moodnya sedang bagus. Bagiku, baik bang Agust dan Yoon adalah pribadi yang tidak bisa diketahui isi hatinya karena diam. Tetapi setelah mendengar Yoon berbicara, sepertinya dia akan sama dengan bang Agust yang tenang tapi tepat sasaran.

"Ya bang Jung memiliki dua adik laki-laki. Jarang dia memposting apapun jika bukan karena hal yang momentnya tepat." jawabku.

"Oh, begitu. Chris kenalkan dia adik bang Agust." ujar Key.

"Hai, namaku Chris." sapaku ramah sembari mengulurkan tangan.

"Min Yoon Ji, panggil saja Yoon." jawabnya tanpa menjawab uluran tanganku.

Dengan sedikit kesal ku tarik lagi tanganku. Key sedang terkikik dengan aksi penolakan ini. Sialan. Aku membuka materi kembali, sepertinya psikotes kali ini akan lebih menegangkan karena Yoon. Tuhan, ampuni aku jika gagal test.

Pengawas telah datang, lembar psikotes sudah dibagikan. Suasana tenang, senyap dan mencekam. Dan kali ini tambah horror karena aku berada di posisi mematikan, pengawas selalu berseliweran di sebelah kiri.

***

Setelah melewati satu jam lamanya psikotes dan tiga jam menunggu, peserta yang lulus seleksi diumumkan, kebetulan aku sedang menghubungi mama dan chat dengan Kyungsoo. Ini baru debar kelulusan tes, bayangkan debaran aku mengajak Yoon ke prom night. Pengawas beserta perwakilan kampus sudah masuk, ah sungguh ini sangat menegangkan. Mama masih berceloteh diseberang sana. Ia tahu aku gugup, maka percakapannya dialihkan dengan mengobrol santai dengan si mbok.

"Baik, akan kami umumkan nama-nama peserta tes yang berhasil lulus."

Satu per satu nama disebutkan, nama Yoon sudah keluar di urutan ke sepuluh. Aku masih terus berdo'a semoga lulus. Key? Jangan ditanya, dia sedang gugup sembari mengigiti kuku.

"Nomor tiga belas Park Christian Jimin, lalu nomor empat belas Kim Emery Yaro..." sebut pengawas.

Tuhan aku lulus, akhirnya. Key? Sudah memasang ekspresi melongo sempurna. Mama diseberang sana asyik berteriak-teriak dengan si mbok. Ya astaga, aku sanggup membayangkan mbok diajak joget berputar andalan mama jika sangat senang anak-anaknya berhasil.

***



.
.

Ecciiieeee ya mau ngajak Yoon ke prom night..

Jangan lupaaaa yaaaa pembaca yang budiman.. Kritik, saran, komentarnya dan bantuan koreksi typonya..

Buat klean yang sudah bertahan membaca sampai sejauh ini, TERIMA KASIH... 🤩🤩🤩

Ok, bye 😉

Jakarta, 08 Januari 2019
Bianne205

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro