01 Satu-satunya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Denting pedang seakan bercumbu, atau pula perisai sebagai pembelot di tengah-tengah mereka. Awalnya aku hanya termenung menyaksikan itu yang di seberang sana sembari menyipit dan membayangkan suaranya, tetapi aku mulai bergerak ketika ratusan ribu bintang jatuh merah mengenai benteng bagian depan dan sebagian diantaranya berhasil menerobos masuk.

Perisai sihir telah pecah.

Kucari kakakku di tengah hilir mudiknya pelayan kerajaan yang entah membawa apa. Beberapa diantaranya menyatroniku, menarikku dan mengatakan untuk lari bersama mereka. Namun, tidak. Aku harus mencari Willy. Kakakku.

Kumasuki ruang tempat seharusnya ia berada. Namun naasnya, orang-orang di sana sudah bergelimpungan--efek perisai sihir pelindung yang mereka jaga sekuat nyawa, pecah.

"Kakak!"
Aku menemukan kakakku yang bersandar di dinding. Berbeda dengan yang lainnya--yang telah tidak sadarkan diri atau barangkali mati, aku tahu kakakku sekuat itu sehingga ia masih terjaga meski tidak berdaya.

"Kenapa kau menangis?" Dia bertanya lemah padaku dan mengusap air mataku yang terus mengalir sejak pemberontakan ini terlihat di ujung benteng sebelah barat. Pertanyaannya sangat bodoh. Namun aku menahannya dan meletakkan tangannya di bahuku.

"Kak Johan menghilang sejak ada berita penyerangan, istana sudah dikepung. Ayo kita lari kak. Ayo kita lari."

Aku mencoba mengangkatnya tetapi terjatuh. Bukan karena badan Kak Willy terlalu besar, ia malah terbilang cukup kecil tanpa otot berisi. Namun, karena kakiku tiba-tiba melemas. Mungkin karena aku mulai dapat merasakan bangunan ini panas, hujaman panah api pasti mengenai bangunan yang ini.

"Oh, adikku yang manis," katanya menenangkanku.

Aku mengangkat wajahku dan melihatnya tersenyum tipis.

"Jangan menangis. Nanti manismu larut nih." Kata-kata manisnya malah membuatku kian menangis menjadi-jadi. Bukan soal perkataannya yang terkesan menggelikan, tetapi saat ini sungguh bukan waktu yang tepat untuk dapat bercanda. Kupeluk dadanya dan menangis di sana. Barangkali mungkin ini adalah waktu terakhir kami.

"Tapi kalau kamu bersikeras menangis seperti ini, rasanya sebagai kakak aku kian tidak tega."

Aku tidak mau melepaskan pelukanku ketika kakakku sendiri berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman pelukanku. Ia kemudian berbisik sesuatu seperti mantra di atas kepalaku, jadi aku mendongak dan melihatnya tersenyum lebih lebar yang membuatku lebih mewek.

Ia pun kemudian mengecup keningku dan mengatakan, "Aku tahu ini berat, maka kuhadiahi setiap tangisanmu selanjutnya menjadi hari bahagiamu!"

Seperti tersihir, atau barangkali betulan, aku mengantuk sekali dan lekas memeluk kakakku lagi. Aku tidak peduli apapun yang terjadi tetapi aku akan memeluk dan mati bersama Willy.

•^•

"Tuan putri, Anda harus segera bangun."

Aku hapal betul itu suara pengasuhku. Jadi aku mengusirnya dengan melambaikan tangan agar aku bisa tidur lagi.

Tunggu.

Aku tersentak segera bangun dan melihat pengasuhku sedikit lebih muda di samping ranjangku. Ingatanku terputar saat terakhirku bersama kakak. Segera saja aku melompat dari ranjang dan lari ke ruang kerja kakak. Ruang keamanan sihir kerajaan.

Di belakangku aku tahu pengasuh dan pelayanku tengah mengejar dan memanggilku agar aku tidak berlari.
Namun aku tidak peduli dan segera membanting pintu lebar lebar di ruang keamanan, tetapi ruangan itu hanya ada segelintir orang dengan wajah yang tidak kukenal.

"Sofia, di mana kakakku?" Rasanya mataku pedas dan tahu-tahu aku mulai menitikkan air mata sebelum Sofia, pengasuhku, sempat menjawabnya.

Dan ...

Semua menghitam. Lalu aku bangun lagi dengan suara Sofia yang membangunkanku. Kali ini aku langsung menanyainya di mana kakakku.

"Kakak Anda sedang ada kelas bersama pangeran lainnya di perpustakaan, Tuan Puteri."

Kali ini aku segera berlari ke sana. Ada banyak skenario yang menjelaskan situasi mengapa aku merasa Sofia mengatakan hal yang sama, tetapi aku harus bertemu kakakku dulu dan memastikan ia baik-baik saja.

"Kakak!" Aku berteriak dan mendobrak pintu perpustakaan yang membuat beberapa orang di sana menoleh. Aku melihat kakakku di sana, baik-baik saja, dan langsung memeluknya.

"Ka-kakak."
Aku mulai menangis lagi dan tiba-tiba semuanya jadi menghitam lagi.

Suara Sofia membangunkanku lagi, kini aku mulai tenang dan berusaha untuk tidak menangis sekalipun tangisku berusaha pecah. Sofia tidak mengerti apapun tapi ini sudah ketiga kalinya ia membangunkanku untuk mempersiapkan sesuatu.

Ini hari ulang tahunku yang ke-sepuluh, katanya. Pesta ulang tahun akan diadakan nanti sore dan anak-anak bangsawan akan diundang.

Aku ingat betul aku menangis bahagia saat itu. Jadi, aku mengansumsikan kalau sihir yang kudengar dari Kak Willy melemparku kemari karena itu.

Aku mengikuti arahan Sofia seperti didandani, atau apapun itu.
Dan sampai pada saat Kakakku, Willy menjemputku.

"Oh, adikku yang manis!" sapanya.
Tangis yang sejak pagi kutahan langsung pecah lagi dan pandanganku kembali menghitam.

Kuansumsikan, aku mengalami perulangan waktu kembali pada usia 10 tahun tiap kali menangis, jadi ketika Sofia membangunkanku lagi aku hanya mampu bangun secara lemas karena aku sudah lelah emosional. Lalu melanjutkan hariku.

"Oh, adikku yang manis!" sapa kak Willy. Aku sedikit tercekat dengan panggilannya mengingat saat-saat terakhir kami, tapi aku sudah cukup kuat meski di dalam hatiku ada rasa yang teriris-iris. Jadi, aku menerima pegangan tangannya dan beranjak keluar untuk mendatangi pesta ulang tahunku.

Waktu memang bergulir sangat cepat, aku harus bangun pagi, dipersiapkan sedemikian rupa dan baru selesai pada sore hari. Itu beberapa saat menjelang waktu pesta.

Baju rumbai-rumbai berat dengan panjang 3/4 tubuh berwarna putih dengan ujung merah muda ini sangat membuatku mencolok di antara anak-anak lainnya. Beberapa di antara mereka menyapaku, mengucapkan selamat dan memberiku hadiah. Termasuk yang mulia Raja, Ratu dan Ibuku. Sampai tiba saatnya kakak-kakakku memberiku hadiah.

Kak Willy memberiku hadiah yang sangat kuingat, tongkat sihir sangat cantik dari permata tourmaline. Aku menangis bahagia saat itu, mengingat aku adalah pecinta warna pink. Namun, kini aku tidak bisa menangis kalau aku tidak ingin waktuku terulang.

Setelah memeluk Kak Willy dan berterimakasih padanya, ada Pangeran Ernest, kakak tertuaku lain ibu, aku tidak berani memanggilnya kakak jadi aku memanggilnya Yang Mulia Pangeran atau Yang Mulia Matahari muda kerajaan. Beliau memberiku papan catur dari kayu eboni yang berhias permata. Hadiahnya masih sama dan tatapan wajah datarnya padaku masih sama. Aku tidak mengerti apa yang dia harapkan atau pikirkan tentangku hingga memberiku alat permainan seperti ini. Aku bahkan tidak bisa memainkannya. Di masa depan pun, ia meninggal di barisan paling depan tanpa sepatah kata pun pada kami adik-adiknya. Jadi aku ucapkan terimakasih dengan hormat pada Pangeran Ernest.

Setelah pangeran Ernest, ada kak Johan. Kakak keduaku. Ia langsung memelukku hangat dan kupeluk balik dirinya. Namun, aku teringat dengan menghilangnya kak Johan sebagai penerus kedua di kerajaan saat diserang. Aku tidak mengerti mengapa ia menghilang di saat kerajaan membutuhkannya. Namun, aku tidak bisa menanyakannya jadi aku hanya akan menyimpannya rapat-rapat.

"Aku punya hadiah yang cantik untukmu," kata kak Johan sembari menunjukkan sebuah kotak kecil dari balik tubuhnya padaku. Aku menerima dan membukanya di tempat. Itu sebuah kalung permata berwarna merah muda kecil yang sangat cantik dan aku ingat kak Johan sengaja mencarinya ke selatan yang sangat jauh hanya untuk memberikan kami adik adiknya kado unik pada pesta ulang tahun. Aku ingat kak Willy pernah mendapatkan sebuah gelang batu untuk menstabilkan aliran mana miliknya. Kak Johan pergi ke tenggara, jauh-jauh untuk mencarikan itu agar kak Willy dapat menggunakan mananya dengan aman.

Meski aku dan kak Willy berbeda ibu dengan Kak Johan. Ia tidak seperti kakakku satunya yang tidak berperasaan atau sulit di dekati itu. Pangeran Ernest.

Setelah acara pemberian hadiah. Acaranya dilanjutkan dengan memotong kue. Sebisa mungkin aku tidak menangis terharu agar aku tidak kembali ke awal lagi. Kembali bangun tidur di hari ulang tahunku yang ke-10.

•^•

A/N
1200 kata

hayo, jadi gimana ?
wkwkwkwk. Cerah kan karakter di sini? Enggak dimulai dengan suasana depresif seperti ceritaku yg lain kannn
Tapi ...
tapi ...
ada tapinya, nih. Aku selalu mengingatkan. Jangan berharap padaku :3

dan, tunggu saja up selanjutnya di mwm bulan april.

//keknya aku bakal kena hukuman dari mwm deh wkwkwkw

Btw bab ini republish. gegara salah plot. •^•

Maklum yg nulis oleng

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro