Keberuntungan di Pihakmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kuceritakan keseluruhan hal yang terjadi tetapi dari sekian itu aku menandai 7 hal penting.

1. Bertunangnya kak Johan dan Putri Isadora dari duke Astoria kerajaan Elegor, kerajaan sebelah.
2. Perang pemberontakan di Timur yang menewaskan pangeran Ernest
3. Fraksi bangsawan yang aneh setelah kematian Pangeran Ernest
4. Ayahanda yang jatuh sakit dan Pangeran Johan yang tiba-tiba mengambil kelas pewaris
5. Pangeran Johan aneh dan menghilang
6. Kerajaan dikepung pemberontakan
7. Semuanya hancur.

Semua seperti saking berkaitan terutama soal kak Johan, Perang dan Pangeran Ernest. Namun, aku harap kak Willy mengerti posisiku karena dari beberapa kali pengulangan aku jarang sampai ke masa depan lebih dari itu. Malah lebih kembali ke titik awal, hari ulang tahunku.

"Jadi, kau mencoba melukai matamu, mengira kau bisa menangis?"

Aku juga menceritakan bagian itu pada kak Willy dan kujawab dengan anggukan kecil. Tahu-tahu ia menjitak kepalaku, tetapi dengan air matanya yang mulai menetes.

"Kau melewati semua itu sendiri, bahkan ketika aku dan Ibu dikurung. Dan kini kau tidak bisa menangis. Itu pasti berat."

Kak Willy memelukku erat, aku balas memeluknya. Rasanya ingin ikut menangis tetapi aku tidak bisa. Jadi, aku hanya mengernyit sembari memeluknya.

Rasanya bahuku basah karena kak Willy menangis cukup lama di bahuku. Begitu usai ia langsung mengatakan sesuatu.

"Karena aku dari masa lalu sudah memberikan tanda ini, maka aku yang saat ini akan membantumu melalui hal lain." Kak Willy memegang telapak tanganku dan menatapnya penuh arti.

Aku menanyainya, tetapi ia enggan memberitahuku apa itu.

"Pertama-tama kita harus mencegah pemberontakan di daerah timur," kataku dan itu disetujui oleh kak Willy.

"Tapi sebelum itu, kau harus belajar sesuatu adikku. Kau bilang kau baru menerima pelajaran sihir dasar saat berusia 15 tahun. Bagaimana kalau itu dipercepat? Dan bagaimana kalau kau mulai berlatih pedang bersamaku sebagai seseorang yang sama-sama tidak berbakat di sana?"

Kak Willy tersenyum seram menatapku. Aku tidak tahu kalau ia bisa tersenyum seperti ini. Kupikir semula ia hanya bisa tersenyum manis saja.

~

Nyatanya memang betulan mengerikan, Kak Willy meminta audiensi dengan Ayah untuk menyuruhku belajar sihir dan pedang lebih dini, dengan alasan agar mengobati depresiku. Aku sedikit tidak terima dibilang seperti itu oleh kakak. Namun, tidak ada pilihan lain karena aku tidak punya alasan lain.

Aku belajar teori pedang dan sihir di hari Senin. Lalu praktik sihir di hari selasa-rabu bersama kakak yang akan langsung mengajariku. Lalu belajar pedang bersama instruktur pada hari kamis. Dan belajar pedang sendiri dengan kakakku di hari Jumat.

Bisa dibilang aku jadi bekerja sangat keras. Pelajaranku sebelumnya yang tentang puisi, membordir, atau alat musik jadi ditiadakan diganti fisik. Yang mulia raja katanya tidak banyak berkomentar dan menuruti permintaan kak Willy yang mengatas namakanku.

Sayangnya aku melupakan sesuatu. Sekembalinya kak Johan dari mencari gulungan perjanjian, lalu melihat kondisiku. Ia langsung syok.

"Minnie-ku. Apa yang terjadi padamu?" Ia memegang wajahku ketika aku baru saja berlatih sihir dengan kakakku. Aku tidak suka dipegang terlebih ketika wajahku penuh keringat seperti ini.

"Minnie-ku belajar sihir?" Ia melirik keberadaan kak Willy di sampingku, ia tidak berkeringat satu pun tapi kelihatan kalau ia usai berlatih sihir. Seperti kebiasaannya yang melepas kerah kemejanya ketika ia sendiri sangat suka kerapian dan keteraturan--tetapi tidak separah kakak pangeran pertamaku.

Aku mengangguk untuk memberikan jawaban ke kak Johan. Tadi adalah pelajaran mengumpulkan mana sekitar dan rasanya saat ini aku seperti ingin pingsan karena tiba-tiba semua jadi berkunang-kunang dan ya gelap.

Bangun-bangun ada Ibu dan kak Johan di sini, dan tentunya kak Willy yang kemudian menanyaiku apakah ia terlalu keras padaku.

Aku tentu saja mengelak karena tiba-tiba ia juga menawarkan akan mengurangi porsi latihanku bila ia terlalu keras. Namun tidak bisa. Aku harus bertambah kuat untuk menjaga diriku sendiri serta menghadapi masalahku ke depannya.

Bukan masalahku sih, ini masalah kami semua. Setidaknya saat ini aku sudah memiliki kawan untuk didiskusikan. Kawan yang sudah memiliki otak yang sama tidak mendengar separuh-separuh lalu terjadi kesalahpahaman seperti yang mulia raja dan ratu.

Kak Johan menyodorkan gulungan dengan bentuk lingkaran sihir unik di dalamnya. Ia kemudian menjelaskan kalau gulungan perjanjian ini tidak memiliki resiko pengorbanan mana atau apapun yang merugikan mengingat sifat sihir. Namun, gulungan perjanjian ini membutuhkan darah kedua belah pihak pelaku. Kak Johan menyodorkan belati kecil miliknya yang selalu ia simpan dibalik pakaian. Aku melukai sedikit ujung jari kelingkingku. Lalu darahnya kubiarkan menetes di atas gulungan itu dan tinta lingkaran sihir di ekrtas itu yang hitam berubah warna menjadi merah. Begitu giliran kak Johan ia melukai jari telunjuknya dan tintanya berubah warna menjadi biru.

Setelah itu tinggal melakukan perjanjian dengan berjabat tangan di atasnya. Namun sebelum itu, kak Johan menjelaskan beberapa aturan mengenai perjanjian ini. Katanya perjanjian ini sehidup semati yang artinya berlaku sampai salah satu dari keduanya tiada. Sifat dari perjanjian ini juga mengikuti kondisi sebenar-benarnya kedua belah pihak karena akan tertanam sedikit sihir di kedua belah pihak kadi sihir tersebut yang bisa menyadari kondisi kedua belah pihak agar tidak curang. Lalu, seberapa kuat pernjanjian ini tergantung dari permintaan masing-masing. Jadi, agak sulit bila sihir ini dihancurkan oleh pihak ketiga.

Aku tidak memberitahu apapun mengenai hal yang kuminta pada kak Johan dan kak Johan tidak sedikit pun menanyakannya. Bahkan kak Johan juga meminta tingkat perjanjian sihir ini tinggi yang mungkin setara sihir kuno. Aku sempat ragu apakah permintaanku ini keterlaluan atau tidak. Namun, karena teringat dengan perulanganku aku tidak ada pilihan lain. Jadi ketika kami bersalaman, aku baru mengutarakan apa yang ada di pikiranku--yang kuharap ini tidak keterlaluan karena perjanjian ini juga sulit dibatalkan.

"Ketika saatnya tiba, aku meminta kak Johan kembali ke hadapanku. Apapun yang terjadi."

dan sekarang giliran pihak lainnya mengucapkan keinginannya karena pada dasarnya ini perjanjian kedua belah pihak.

"Aku akan mengikuti apa yang Minnie-ku inginkan dan bila saat itu tiba aku akan di dekatnya juga."

Aku terperanjat dengan perjanjiannya tetapi itu kemudian membuatku tersenyum. Semoga dengan ini, kerajaan ini akan terselamatkan.

Sepeninggal kak Johan pergi, berganti aku, Ibu dan kak Willy. Kak willy mengusap lembut kepalau ia sepertinya mengerti mengapa permintaanku demikian pada kak Johan. Lalu ibu juga memberitahuku kalau ia kini telah mengerti semuanya dan kak Willy menyalakan sihir pengedap suara berkaca dari pengalamanku dulu.

"Sampaikan semuanya pada kakakmu dulu Minnie, dan mari kita susun pelan-pelan."

Ibu memelukku.

"Lalu, soal matamu ini bagaimana?" Ibu melepas pelukan dan menatap mataku. Bisa dibilang harusnya aku berkaca-kaca saat ini tetapi tidak ada air yang bisa keluar jadi aku tersenyum kecut.

"Tidak ada yang bisa kulakukan bu, aku mungkin akan menangis kalau kondisi saat ini normal, tetapi karena kondisiku seperti ini aku tidak bisa menangis dan sama sama tidak ada hal yang bisa kulakukan."

Ibu mengusap rambutku. "Kau jadi bertambah dewasa."

Aku mengangguk memegang tangannya. "Kan memang aku sudah berusia 17 tahun. Aku sudah menjalani usiaku yang 10 tahun sebelumnya."

"Ya, tapi kupikir kau yang berusia 17 tahun masih akan menangis."

"Ya, kalau itu memang tetapi setidaknya aku masih mengerti satu dua hal yang harus kuhadapi tidak dengan menangis bahkan saat ini tidak bisa menangis."

Setelah itu aku dan Ibu berpelukan lagi. Kali ini kak Willy ikut bergabung.

"Oh, adikku yang manis. Minnie,"kata Kak Willy yang kemudian berjanji untuk tidak lebih kejam saat mengajariku.

Nyatanya itu bohong. Kak Willy manis saat di luar mengajar seperti pada umumnya, tetapi ia iblis saat masuk mode mengajar.

"Ayo Minnie, masih ada 5 putaran lagi."

"Argh!" Aku berteriak ingin menyerah karena emosi tetapi tidak bisa, kurasa suaraku tidak akan sampai padanya pula mengingat seluas apa tempat ini. Tempat latihan prajurit ini disewa oleh kakakku untuk mengajariku seorang dan katanya sekaligus untuk melindungi harga diriku.

Aku berterimakasih sekali soal itu tetapi aku tidak mementingkan harga diri saat ini, meski sebelumnya aku mementingkannya terutama soal ucapanku pantang mengurangi porsi latihanku, aku ingin menariknya saat ini. Ini keterlaluan untuk pemula sepertiku.

"KA-KAKAK! HAH HAH... BI-BISAKAH AKU.... BE-BERHENTIH?"

Aku berlari mendekat padanya, karena sudah tidak kuat sekali.

Namun ia malah menyemangatiku untuk terus berlari satu kali putaran lagi sementara ia akan mengambilkanku minuman.

Begitu kak Willy pergi, aku langsung mengambrukkan diri ke tanah. Sayangnya aku salah tempat ambruk, aku ambruk di bagian yang terkena sengatan matahari di atas ubun-ubun. Langit tempat latihan berlubang besar dan ini membuatku serasa menyerah untuk pingsan di sini mengingat tempat yang dingin sangat jauh. Di tengah keputus asaan itu aku merasa tiba-tiba ada es dekat di atas kepalaku yang kututpi dengan tangan. Kupikir itu kak Willy sudah kembali, tetapi nyatanya bukan. Itu Kael yang tiba-tiba datang.

"Untuk apa kau di sini?" kataku sembari beringsut duduk untuk menghindar dari situasi tidak sopanku sebagai seorang putri.

"Aku diundang makan malam lagi dengan yang mulia raja."

"Lagi? Kau tidak tahu malu ya."

"Ya bagaimana lagi. Sebelumnya aku adalah budak, menikmati makanan mewah dari kerajaan serasa surga sesaat. Siapa yang tidak mau lagi?"

Aku menciut, agaknya aku sedikit arogan padanya dan terkesan membenci meski kenyataannya memang demikian tetapi aku bertingkah salah. Aku melupakan dirinya yang seorang budak sebelumnya.

"Ya, kau sedikit keterlaluan padaku." Dia memeluk dirinya sendiri seolah aku telah menyakitinya. "Kau lupa, kalau aku bisan mendengar suara pikiranmu? Bukankah beberapa kali aku bisa mengobrol melalui pikiranmu?"

Aku diam. Aku batu. Meski emosiku meluap-luap kesal.
~
1512 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro