Sembiluan di Pelupuk Mata

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sebenarnya yang emosi tidak hanya kau. Tapi aku juga, melihat orang yang segampang itu menyerah, cengeng, dan lagi, merendahkan orang."

Ia kemudian melengos begitu saja bersama dengan sesuatu seperti esnya yang perlahan pergi. Aku berniat menghentikannya untuk meminta maaf tetapi tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkan ada seseorang yang mendengarku meminta maaf selain pada keluarga kerajaan. Lain bukan lain karena Yang mulia ratu mengajariku agar jangan sampai aku memberi tahu kelemahanku dengan meminta maaf pada seseorang. Meski aku sendiri juga tahu itu tidak boleh dilakukan juga mengingat hidupku cuma sekali saat ini. Bagaimana kalau aku punya penyesalan?

Jadi, besok aku akan mengundangnya minum teh di taman istana Ratu.

Sepeninggal Kael yang pergi, Kak Willy datang membawakanku kantong air.

"Mereka terlalu lama menyiapkan mimuman, dan aku tahu itu lama, apalagi minnie kehausan sekali. Jadi kubawakan ini."

Aku menerima kantong minum yang biasa digunakan para prajurit dan segera meminumnya. Meski sudah tidak sebegitu haus karena aku sudah tidak terlalu kepanasan karena sihir es mengambang milik Kael.

"Kak Willy, aku ingin bertanya soal kekuatanmu."

Ini semua berkaitan dengan pengangkatan kak Willy sebagai penanggung jawab dinding sihir kerajaan di masa depan yang kuketahui. Aku tahu saat ini kak Willy memiliki mana banyak yang tidak stabil. Namun, ia juga tidak selemah itu. Dan aku penasaran bila dibandingkan dengan pemimpin menara penyihir yang kudengar saat ini sedang dibujuk oleh Yang Mulia Raja untuk memperkokoh dinding sihir kerajaan. Siapa lebih unggul. Aku mendengar pesoalan bujukan raja ini dari obrolan pelayan yang sangat suka bergosip dan kiasan kalau istana punya mata dan telinga di mana-mana itu benar adanya.

"Menurutku Tuan Kael lebih unggul. Meski dia terlihat sedikit lebih muda dariku. Keterampilan sihir dan pengaturan keefektifan mananya lebih hebat dariku. Aku payah mengatur manaku agar stabil."

Aku masih tidak terima karena di masa depan aku tahu kalau kak Willy bakal menjadi seorang yang penting di kerajaan bahkan Kael siapa pun itu di masa depan tidak pernah muncul keberadaannya. Aku pun juga tidak tahu siapa dia.

"Sudahlah, mari kita lanjutkan set lagi, sepertinya Minnie belum melakukan lari satu putaran yang kupita kan ya."

Oh, mampus aku.

~

Ya, hari itu aku benar-benar mampus karena keeseokan harinya aku langsung demam  dan beruntungnya atau mungkin sialnya aku demam di hari libur. Undangan tehku untuk Kael pun batal. Dan baru terlaksana minggu depannya.

Aku menyediakan banyak cemilan untuk minum teh dengannya dan ia yang sangat rakus memakan semuanya.

"Permisi, kue ini ada untuk dimakan. Bukan pajangan saja kan. Lagi pula kau yang mengundangku," katanya sembari memamah salah satu kue isian ntah apa itu.

Aku mengernyit dan mengatakan di pikiranku. Dia lapar dia lapar dia lapar. Secara berulang karena aku tahu ia dapat membaca pikiranku.

"Ya, kau tahu itu. Dan aku sedikit sakit hati terkadang dengan apa yang kau pikirkan terhadapku. Meskipun aku tahu kau merasa bersalah," katanya yang membuatku semakin kesal. Aku tidak tahu entah kenapa di kalimatnya terdengar seperti sangat menyebalkan dan mengiritasi telingaku sekali. Mungkin karena ucapannya yang kasar dan menyebutku sebagai "kau"

"Oh, ayolah. Kau sudah tahu semua pikiranku. Meski demikian kau tahu juga kan aku ini tulus. tolong hargai itu."

Aku menyodorkan serbet makan padanya, dan ia menerimanya dengan kasar. Aku tidak mempermasalahkan tindakan kasar atau hal di luar norma kerajaannya.

"Tuan putri yang sangat peduli dengan tata krama kerajaan, mohon maafkan ketidaksopanan hamba sahaya ini. Namun, terimakasih kuenya enak, dan tehnya juga enak. Oh ya, saya juga tidak lupa dengan sedikit tata krama dasar seperti harus membawa buah tangan."

Ia menggerakkan tangan di udara, dan sebuket bunga matahari muncul di tangannya. Untuk sesaat aku terkesima dengan sihirnya dari udara yang kosong dapat seperti itu tanpa perantara harga yang harus dibayar kecuali mana-nya banyak. Berbeda dengan kakak meski banyak tetapi ia tidak stabil.

"Saya memetiknya sendiri di dekat menara penyihir. Saya harap Anda menyukainya."

Aku menyukainya dan mengucapkan terimakasih. Bunganya cantik dan masih terlihat segar, jadi ia kemudian izin untuk pergi. Namun, aku menahannya.

"Dalam tata krama kerajaan, kau disarankan berpamitan dengan memegang tangan lawanmu atau bahkan menciumnya ketika akan berpisah dengan teman."

Kael mengedikkan kepalanya yang membuatku sadar ia memakai tindik di telinga bagian dalamnya. "Kita teman?" tanyanya.

Aku kemudian gelagapan dalam menjawabnya, sebenarnya aku juga tidak tahu ini benar atau tidak karena aku juga tidak punya teman.

"Ta-tapi, kudengar dari guru tata kramaku biasanya begitu."

Ia diam saja tidak menjawab dan meraih tanganku yang sebenarnya sudah menggantung di udara. Ia menjabat.

Tidak.

Dia mencium punggung tanganku. Lalu membalikkan badan seolah tidak ada apa-apa dan pergi keluar dari taman istana ratu ini. Namun aku yang di sini, langsung memerah dan merasa bodoh sekali.

Lainkali aku tidak akan seperti ini lagi. Janjiku pada diriku.

Hari selanjutnya masih dengan latihan yang berat dari kak Willy, guru pedang para pangeran, dan juga guru sihir mereka, sampai tiba waktunya aku dipanggil yang mulia raja.

Tarpestri mewah yang menyesakkan di dinding seakan bisa menggulung dan menenggelamkanku itu membuatku pusing ketika menginjakkan diri di aula raja. Aula khusus untuk pertemuan besar bersama Yang Mulia Raja. Namun, kini hanya ada aku berdua dengan beliau. Dan kini yang dibahas adalah soal debutku, dan pertunanganku.

"Aku tidak tahu apa masalahmu, tetapi Ibumu memintaku untuk tidak mempermasalahkannya. Hanya saja ini tetap menjadi masalah. Ada seorang putri bermata satu yang bahkan tidak bisa disembuhkan penyihir sehebat apapun itu. Untungnya ia belum pernah menginjakkan kaki ke ranah sosial."

Kata-katanya sedikit penuh emosi yang tertahan seolah aku telah menjadi beban terberatnya. Namun demikian, apa yang dikatakannya sebenarnya adalah benar. Dan aku juga sedikit sakit hati karena tidak bisa mengungkapkan apa alasannya dan hanya beralasan aku sempat gila sedikit.

Andai aku bisa mengungkapkan alasan ketika beliau menanyaiku alasanku seperti ini yang hanya bisa kujawab dengan kediamanku.

"Putriku...." dia memanggilku.

"Bagaimana kedepannya? Apa yang ingin kau lakukan? Aku akan mendukungmu. Aku bahkan akan membatalkan rencana pertunanganmu dengan kerajaan Elegor," tanyanya yang kemudian juga dibarengi meminta maaf karena memang belum sempat memberitahu soal kerajaan Elegor. Lagipula itu hanya menjadi obrolan pertama dan karena situasinya begini ..., katanya yang mulia raja tidak akan membahasnya lebih lanjut dengan pihak sana.

"Karena mengabdi di gereja sebagai seseorang dengan keturunan memiliki sihir tidak bisa. Kupikir aku akan mengabdikan diri di menara penyihir yang bisa mendukung kerajaan ini," kataku menatap mata amber ayahku yang kuharapkan bisa mencoba memahamiku.

"Kau tidak ingin menikah? atau hidup seperti gadis bangsawan pada umumnya?"

Aku menggeleng. Ada nyawa yang lebih penting untuk kupertaruhkan daripada aku kabur seperti itu.

Yang mulia raja kemudian menghela napas panjang.

"Kemarilah putriku. Biar ayah tua ini memelukmu," katanya sembari membuka tangannya lebar di singgasana. Aku pun datang padanya memeluknya dan duduk di pangkuannya. Ia menciumi keningku dan berulang kali mengatakan

"Oh, putriku yang malang. Bila suatu saat kau lelah, kau dapat pulang ke kerajaan ini kapanpun selama ayahmu ini hidup."

Masalahnya ayah hanya akan hidup beberapa tahun lagi, dan aku tidak akan sempat seperti itu. Sebelum pendidikan dasarku di istana selesai atau bahkan sebelum masuk ke menara penyihir ayah akan tiada karena sakit. Aku harus mencegahnya.

Usai mengutarakan keinginanku, aku pergi ke istana ibu untuk mencari kak Willy. Aku sebenarnya belum mengutarakan rencana ini padanya. Namun, aku tidak menemukannya dan malah bertemu Ibu.

"Aman, sudah tidak ada mata-mata lagi. Willy sudah memastikannya."

Ibu tengah merajut di sofanya. Aku pun duduk di seberangnya dan mengutarakan hal yang ingin kuutarakan ke Kak willy.

"Putriku. Kakakmu pasti akan marah," katanya singkat. Aku hanya meringis, tetapi itu benar. Tidak ada yang dapat kulakukan lagi selain itu. Aku harus cukup kuat untuk melindungi diriku sendiri dan barangkali berhasil menolong kak Willy serta mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

"Selain itu, apakah pemimpin menara penyihir bisa dipercaya. Bukankah katamu ia mengutukmu?" Ibu menghentikan kegiatan merajutnya dan menatapku serius. Manik mata hijaunya tidak bisa berbohong saat menatap serius karena kehijauannya seoerti hutan lebat yang dalam di lukisan-lukisan yang biasa kulihat.

"Ia melakukan itu karena permintaan raja spirit. Katanya perulanganku membuat dunia mereka sedikit terganggu."

Ibu tersentak begitu mendengar raja spirit. Ia membulatkan matanya dan kemudian meraih tanganku.

"Raja spirit yang memintanya melakukan itu?"

Aku mengangguk dan menambahi kalau raja Spirit tidak bisa mengontak kita langsung karena ada perjanjian dan itu menjadikannya harus melewati pemimpin menara penyihir. Aku diberitahu hal itu oleh Kael.

"Aku pernah mendengar kisah mengenai raja spirit dari beberapa generasi kita yang lalu, dan tahukah kamu putriku mengapa kita memiliki rambut perak seperti ini?"

Aku menggeleng, karena aku belum banyak pergi keluar untuk mencari seseorang yang memiliki rambut perak sepertiku, kakak, atau Ibu.

"Itu berkaitan dengan raja Spirit."

~
1400 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro