12. Perayaan Orang Mati

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tersebutlah seorang Raja yang kuat dan bijaksana

Sohein, leluhur orang-orang Yhem

Kesatria yang cerdas, Rach-Mage yang tangguh

Seorang suami yang setia, juga Ayah yang baik

~ bait 1, hikayat Sohein ~

Semua penduduk kota Yhem berkumpul di jalan protokol yang menghubungkan Istana dengan alun-alun barat. Mereka bersimpuh di tepi jalan, dengan tubuh berbalut pakaian serba putih. Bibir mereka sibuk melantunkan doa keselamatan dan tangan menengadah ke atas. Di antara orang-orang berpakaian putih tersebut, terlihat petugas-petugas keamanan berseragam hitam polos yang berdampingan dengan para Magi berjubah biru. Petugas keamanan mengawasi penduduk yang berkumpul, sedangkan para Magi berkonsentrasi memperkuat pelindung di sekitar jalan protokol.

Lonceng-lonceng yang terpasang di sepanjang jalan protokol terus berdenting. Angin tak henti-hentinya bertiup sejak dini hari tadi. Seharian ini matahari tak nampak, dihalangi awan-awan gelap yang menyelimuti kota. Udara dingin menggigit dan suasana terasa tidak mengenakkan. Tak ada satu pun lilin yang sanggup bertahan di tengah angin kencang seperti ini, sehingga para magi membuat bola-bola cahaya sebagai penerang jalan menuju alun-alun barat. Gemuruh terdengar memekakkan telinga, membuat doa-doa semakin keras dilantunkan.

Pelan-pelan langit semakin gelap. Ketika senja tiba, tampak iring-iringan dari arah istana bergerak turun ke bawah, menuju alun-alun barat. Lonceng-lonceng yang semula berdenting tidak teratur, mendadak berhenti berbunyi meski angin berembus semakin kencang. Kali ini, hanya terdengar satu denting lonceng yang berasal dari arah iring-iringan pihak istana.

Seorang wanita bergaun putih memimpin rombongan istana menuju alun-alun barat. Rambut hitamnya yang panjang digelung rapi dan dihiasi seuntai kain panjang berwarna biru. Satu tangannya memegang lonceng sedang tangannya yang lain menengadah ke atas. Bibirnya mendendangkan doa pelindung dan setiap akhir doanya ditandai dengan bunyi lonceng. Ketika iring-iringan memasuki kawasan kota, orang-orang berhenti berdoa dan membiarkan nyanyian sang Aroshaman memecah kesunyian Yhem.

Wanita itu mulai menari. Gerakan-gerakannya ringan dan terlihat tidak biasa. Sesekali ia berputar, kadang meloncat, dan berhenti sesesaat. Namun, nyanyiannya sama sekali tidak berhenti, begitu juga keharusan untuk menggerakkan lonceng di akhir doa. Iring-iringan yang ada di belakang wanita itu melambat. Sang Aroshaman sedang memulai ritual awal pada perayaan kali ini. Di antara berpasang-pasang mata yang mengawasinya, sepasang mata berwarna abu-abu jernih memandang si Aroshaman dengan khawatir.

Begitu dalam cinta Sohein pada sang istri,

Hingga lenyap kebijaksanaannya dan akalnya hilang

Ia melakukan berbagai cara,

supaya memanggil jiwa istrinya kembali

Malang nian nasib sang Raja

Terpuruk dalam keputusasaan karena cinta

Sayangnya dia salah langkah,

Hingga membuat Dewa murka

~ bait 4-5, hikayat Sohein~

***

Sehari sebelum perayaan...

"Apa kau sudah siap?" Zuhee memandang keluar jendela, memperhatikan kesibukan tukang kebun Istana yang sedang merapikan taman. Lelaki berjubah biru itu terlihat muram.

"Kau kelihatan tidak tenang," Kanina membuka halaman selanjutnya buku yang sedang ia baca. Wanita itu mengenakan jubah putih dengan keliman biru. "Meresahkan sesuatu?"

Zuhee diam sesaat, kemudian menggeleng-geleng. "Siapa pun akan resah menghadapi perayaan besok."

Perayaan yang dimaksud tentu saja perayaan aroh, waktu di mana dunia gaib dan alam nyata terhubung melalui sebuah pintu yang sialnya pintu tersebut berada di kota Yhem. Sekali dalam setahun perayaan ini berlangsung. Mulai dari terbenamnya matahari sampai terbenamnya matahari di hari selanjutnya. Pada waktu ini, semua orang akan sepenuhnya berdoa untuk ketanangan para roh, sekaligus keselamatan diri mereka sendiri.

"Aku selalu was-was saat perayaan ini tiba," Pria berambut hitam pendek itu berbalik, kemudian berjalan ke arah kawannya. "Apalagi, kalau membayangkan makhluk-makhluk itu turun bersama para roh," dia mengempaskan diri pada kursi di seberang Kanina.

"Semua orang memang selalu resah saat perayaan Aroh," Kanina mengendik. Wanita berambut hitam panjang itu menutup bukunya dan meletakkannya di meja. "Semua bisa terjadi saat itu."

Zuhee mengangguk sepakat. Turunnya para roh ke dunia adalah hal buruk dan bukan hal yang seharusnya, itu menyalahi aturan Dewa. Belum lagi dengan bonus makhluk-makhluk dunia gaib yang ikut berkunjung ke dunia, bisa dipastikan yang terjadi adalah kekacauan.

"Seandainya Sohein tidak melakukan kebodohan, kita tidak perlu menanggung akibat ini setiap tahun," lelaki itu menarik napas panjang sambil bersandar pada kursi. Mendadak, ia merasa amat lelah. Hanya memikirkan mengenai perayaan aroh saja bisa membuat perasaan maupun pikirannya terbebani seperti ini. Tapi, Zuhee memang pantas khawatir. Saat perayaan Aroh tahun lalu saja, sepuluh Maginya tewas karena serangan makhluk-makhluk dunia gaib. Ada begitu banyak orang yang perlu dilindungi, sama banyaknya dengan makhluk yang harus mereka lawan.

"Berdoalah semoga besok makhluk-makhluk itu hanya turun sedikit," Kanina tersenyum tipis.

Zuhee meliriknya, "Berdoa itu tugasmu, tugas kalian."

"Memang," Kanina mengendik. "Tapi, apa salahnya kalian juga ikut berdoa? Setiap manusia juga membutuhkan perlindungan dari Yang Kuasa, kan?"

Pria itu diam.

"Ini memang kesalahan Sohein," Kanina menghela napas, "Tapi bukan berarti kita tidak bisa memperbaiki kesalahannya."

Kedua alis Zuhee naik.

"Leluhur kita melakukan kesalahan, maka sebagai penerusnya kita harus menutup kesalahan tersebut."

***

Sohein, Raja pertama sekaligus leluhur agung orang-orang Yhem. Dia seorang Rach-Mage terkuat dan Raja yang bijaksana. Sayangnya, kebijaksanaannya lenyap ketika Ratunya wafat. Sohein yang tidak bisa menerima kematian istrinya, berupaya membangkitkan istrinya dari kematian. Namun, terjadi kesalahan dalam pembangkitan itu. Bukannya memanggil jiwa istrinya datang, Sohein justru membuka portal antara dunia gaib dan dunia nyata, hingga kekacauan terjadi di kerajaannya. Begitulah perayaan aroh dimulai, karena kesalahan leluhur mereka.

Zuhee mengawasi prosesi perayaan di dekat panggung altar doa. Pandangannya mengedar ke sekeliling, memastikan bahwa para Magi dan Rach-Mage lain sudah siap di posisi masing-masing. Sesekali ia melirik Kanina yang masih sibuk berdoa. Tariannya baru saja berakhir, bertepatan saat terbenamnya matahari. Langit semakin gelap tanpa cahaya, pun tak ada rumah-rumah yang menyalakan penerangan. Semua orang berkumpul di alun-alun barat, sibuk mengikuti doa-doa yang dinyanyikan Kanina. Dari tua-muda, anak-anak hingga dewasa, semua berkumpul di alun-alun barat. Tidak ada yang berani berdiam di rumah ketika perayaan Aroh berlangsung. Hal itu merupakan larangan.

Zuhee menelan ludah ketika melihat pusaran awan gelap terbentuk di langit. Sudah dimulai, pikirnya. Hawa dingin yang ganjil mulai terasa. Dalam hikayat Sohein, ketika roh-roh berdatangan, udara di sekitar mereka bisa sedingin es padahal angin tak lagi bertiup.

Saat inilah, kemampuan para Magi dan Rach-Mage diperlukan. Anak buah Zuhee mulai merapal mantra perlindungan, berusaha menjaga suasana di alun-alun barat agar stabil. Denting-denting lonceng yang ada di sepanjang jalan menuju alun-alun mulai terdengar aneh. Tak ada angin, tapi lonceng-lonceng bergerak secara konstan. Doa-doa yang dinyanyikan kedengaran makin keras dalam suasana senyap mencekam.

Mata Zuhee terpaku ketika melihat sosok-sosok mengerikan bertubuh merah turun dari dalam pusaran bersama dengan bayangan-bayangan putih yang tak jelas bentuknya. Lelaki itu menahan napas. Iblis-iblis itu juga ikut turun! Zuhee mencengkram tongkat sihirnya erat-erat. Lirikannya kini tertuju pada Kanina yang masih sibuk berdoa. Ia berharap wanita itu kuat memimpin perayaan hingga hari selanjutnya.

***

Pagi hari sebelum perayaan...

"Aku sama sekali tak melihatmu di ruang makan tadi," Zuhee masuk ke ruangan Kanina. Sama seperti kemarin, wanita itu kelihatan sibuk membaca sebuah buku.

"Aku puasa hari ini." jawaban Kanina membuat Zuhee membeliak.

"Hari ini kau akan memimpin perayaan! Bisa-bisanya berpuasa?! Seharusnya kau mengisi energimu supaya cukup memimpin upcara seharian. Ini bukan perayaan main-main, Nin!"

Kanina memutar mata sambil mendecak. "Aku tahu ini bukan perayaan main-main. Ingat, Zu, aku yang memimpin perayaan tahun kemarin dan semua berjalan baik!"

"Itu karena kau tidak berpuasa!" Zuhee melotot ke arahnya. "Sekarang kau puasa. Jika doamu berakhir sebelum perayaan selesai, tahu artinya, kan? Kekacauan massal. Iblis-iblis akan menyerang semua orang, para roh menghisap jiwa orang-orang hidup, atau yang lebih mengerikan, mereka merasuki manusia hidup!"

"Aku tahu konsekuensi itu lebih baik dari pada dirimu," desis Kanina. "Aku punya alasan sendiri kenapa berpuasa hari ini." matanya kembali berfokus pada buku yang ada di atas meja.

"Memang, apa alasanmu?" tanya Zuhee setengah mengejek. "Kau membahayakan nyawa semua orang!"

Kanina memberinya tatapan mencela. "Justru sebaliknya, aku ingin menyelamatkan semua orang!"

***

Tutup rumah dan jangan bersembunyi di sana

Saat roh-roh turun, berkumpullah dan berdoa

Pejamkan mata, jangan lihat ke mana-mana

Keselamatan saat kau meminta perlindungan dewa

~ bait 2, syair Odela ~

Itu adalah sepenggal bait syair Odela, putri sulung Raja Sohein. Dari hikayat Sohein dan syair Odela-lah orang-orang Yhem belajar menyikapi perayaan Aroh. Ketika hari Aroh datang, semua orang akan berkumpul di satu tempat yang luas. Belajar dari pengalaman, mereka mematuhi nasehat dalam syair Odela untuk terus berdoa bersama sang Aroshaman.

Pelindung tak terlihat terbentuk melingkupi alun-alun barat. Semua orang masih khusyuk berdoa dengan mata terpejam. Tak ada yang berani membuka mata, tak ada yang berani melihat kengerian. Para Magi dan Arohiyang hanya bisa menahan napas ketika melihat roh-roh serta para iblis berkumpul mengitari alun-alun, tampak tidak sabar menunggu pelindung sihir di area ini lenyap. Mereka tentu terlihat seperti makanan di dalam tudung saji sekarang ini.

Harapan semua orang hanya satu, Kanina tidak kelelahan menyanyikan doa penenang sehingga para roh tidak menembus pelindung sihir. Iblis tidak bisa menembus pelindung ini, tetapi tidak dengan para roh. Mereka bisa masuk kapan saja. Namun, selama jiwa mereka dibuai dalam doa-doa, roh-roh itu tidak akan mengacau.

Zuhee menatap cemas Kanina yang masih sibuk berdoa. Ini... baru sepertiga awal malam.

***

Siang hari sebelum perayaan....

Basahi lisan dengan ucapan mulia,

Nyanyikan doa-doa

Hindari membuat roh-roh murka,

Patuhi pemimpin utama

Mohon perlindungan dewa Tua,

Maafkan kesalahan Sohein yang dibutakan cinta

Akhiri semua dengan kasih dan doa

Kelapanganmu akan menyelesaikan semua

Sohein bersalah, tapi dia telah mendapat murka dewa

Maafkan dia, karena cintanya pada istrinya

Jiwanya berkelana tak tentu,

Berjalan antara kematian dan juga kehidupan

Jika tak bisa memaafkan, maka tunggu

Dari matahari terbenam, sampai matahari terbenam di hari selanjutnya

Semua akan berakhir,

Tapi berulang di tahun berikutnya

~ bait 3-6, syair Odela ~

"Apa kau tidak merasa aneh dengan syair maupun hikayat dari Odela dan Sohein, Zu?" Kanina bertanya saat mereka sedang mengecek persiapan untuk upacara nanti malam.

"Aneh? Bukannya itu sebuah peringatan sekaligus pengingat?" Zuhee tampak tak acuh.

"Kenapa kau tidak berpikir bahwa itu kunci?" Kanina balas bertanya.

Zuhee mengernyit menatapnya. "Kau pikir di antara syair Odela maupun hikayat Sohein, ada cara untuk mengakhiri perayaan ini?"

Kanina mengangguk.

***

Zuhee semakin cemas ketika hari menginjak dini hari. Orang-orang memang masih berdoa dan keadaan setenang ketika matahari baru saja terbenam. Namun, perhatiannya tertuju pada Kanina yang bersimpuh di altar doa. Wanita itu terlihat amat pucat dan kelelahan. Beberapa kali, Zuhee menangkap nada-nada doanya tergelincir. Ia berdecak dalam hati, berharap agar Kanina berhasil dan selamat.

Pandangannya kemudian mengedar kembali. Iblis-iblis menyeringai mengerikan di hadapan Magi-magi dan Arohiyang. Roh-roh serupa bayangan putih yang tidak terlihat jelas tetapi melayang-layang di sekitar mereka dengan tenang. Zuhee teringat dengan ucapan Kanina siang tadi, soal keinginannya untuk mengakhiri perayaan ini.

"Kau yakin mau melakukannya? Itu bukan hal mudah," Zuhee menggeleng-gelengkn kepala.

"Aku tahu. Tidak ada yang mudah untuk hal ini, karena leluhur kita sendiri menolak untuk mengakhirinya saat pertama kali perayaan aroh dilakukan," Kanina menghela napas panjang. "Namun, ini satu-satunya cara. Menyeberang ke dunia gaib, mencari jiwa Sohein dan memaafkannya. Karena itu, bersiap-siaplah, ketika kesadaranku hilang, Zu."

Sekali lagi Zuhee memandang ke arah Kanina. Hanya dengan memaafkan Sohein, mereka semua bisa lepas dari petaka ini. Tapi..., bagaimana mungkin?

***

Kanina bisa merasakan tenaganya di ambang batas. Kekuatannya melemah dan dari tadi badannya gemetaran. Beberapa detik kemudian, ia tak sanggup lagi bersimpuh. Tubuhnya ambruk di atas panggung dan seketika semua menjadi gelap. Kanina merasakan sensasi ringan ketika rohnya meninggalkan tubuh. Saat membuka mata, ia melihat Zuhee meloncat ke atas altar doa dan berteriak pada para Arohiyang untuk segera menyanyikan doa pelindung.

Lonceng-lonceng yang semula tidak berbunyi, sekarang mulai bergerak tidak beraturan. Jiwa-jiwa mati di sekitarnya meraung marah karena terbangun dari buaian doa. Iblis-iblis merangsek masuk ke alun-alun barat. Keadaan mulai rusuh, tapi Zuhee berupaya menjaga agar orang-orang di sana tidak panik. Bagus..., Zuhee menjalankan tugasnya dengan baik. Kanina bisa lega meninggalkan area itu dan pergi mencari jiwa Sohein.

Bebaskan Raja dari hukumannya

Lepaskan ia dari kutukannya

Cari di mana ia diam,

Di sana kau akan menemukan cahaya

~ bait 9, syair Odela ~

Syair Odela dan Hikayat Sohein sangat terkenal dalam kalangan orang-orang Yhem. Saking terkenalnya, tidak seorang pun sadar bahwa dalam syair dan hikayat tersebut terdapat kunci untuk mengakhiri perayaan aroh. Kanina pun awalnya tidak menyadarinya, sampai setengah tahun lalu, hatinya terusik karena perayaan aroh yang semakin dekat. Ia mulai berpikir, mengira-ira kemungkinan perayaan ini berakhir. Buku-buku sejarah kembali ia baca dan dari situ, Kanina mencermati syair Odela dan Hikayat Sohein.

Kedengarannya saja, kedua puisi tersebut hanya menceritakan kesalahan Sohein dan anjuran Odela untuk menghadapi para roh. Namun, kalau ditelisik lebih dalam, putri Odela berupaya memberitahu mengenai sesuatu lewat syairnya, begitu pula dalam hikayat Sohein.

Yang membuat Kanina tak habis pikir, kenapa para leluhurnya dulu tidak memberi petunjuk secara langsung? Kenapa harus melalui puisi yang bisa ditafsirkan beragam makna? Apa ada sesuatu yang membuat mereka tak bisa menyampaikan secara langsung? Dalam sejarah, meski Odela mengajarkan para arohiyang untuk menangani para roh, dia tetap diasingkan karena kejahatan Sohein. Raja dan Ratu sekarang merupakan keturunan dari sepupu Sohein yang mengambil alih kekuasaan. Dari sini, Kanina mulai mengira-ira alasan di balik semua kekacauan saat ini di masa lalu.

Roh Kanina bergerak menembus dinding pelindung. Ia melihat iblis-iblis mulai bertempur dengan para Magi. Kanina berharap, mereka bertahan sampai ia menyelesaikan tugas. Rohnya melesat menuju Istana. Setelah berbulan-bulan meneliti dan mengira-ira di mana letak pasti tubuh Sohein, akhirnya ia menemukan tempatnya. Sebuah ruangan di bawah istana.

Dua minggu terakhir, ia mencari ruangan yang dimaksud Odela dalam syairnya. Ketika menemukanya, Kanina sama sekali tidak bisa masuk ke sana. Langkahnya tertahan di tangga terakhhir menuju lorong ruangan tersebut, seolah-olah ia dilarang masuk ke sana. Kemudian, setelah mempelajari lagi syair Odela, Kanina baru paham, bahwa mengakhiri semua ini tidak bisa dilakukan begitu saja. Ia harus membebaskan jiwa Sohein bertepatan dengan hari aroh. Ketika membaca akhir hikayat Sohein, Kanina baru sadar, kalau hanya roh yang bisa menembus ruangan itu. Ruangan ini telah dikutuk dan makhluk hidup tidak bisa masuk ke sana.

Rohnya menembus pintu ruangan dengan mudah. Seperti yang disampaikan Odela, ruangan ini bercahaya meski berada di bawah tanah. Dindingnya tertutup lumut cahaya berwarna putih dan di sekitar ruangan terbaring tengkorak-tengkorak berbalut pakaian bagus yang sudah lusuh. Wanita memandang sekelilingnya hingga perhatiannya tertuju pada satu tengkorak yang masih berbalut kulit. Jasad itu terbaring di atas tangga menuju sebuah tempat tidur batu yang di atasnya terdapat tengkorak bergaun putih. Di bagian kepala tengkorak kulit tersebut terdapat sebuah mahkota yang amat usang.

Sohein, Kanina mengenalinya. Ia melayang mendekati jasad Sohein yang tertelungkup di atas anak tangga.

Apa kau datang untuk membebaskanku? Terdengar suara dari arah jasad tersebut.

Kanina tersenyum padanya. Ya. Aku ingin membebaskanmu, Yang Mulia.

Terima Kasih, Nak. Terima kasih.

Wanita itu mulai melantunkan sebuah doa, tanda dilengkapinya semua hukuman Sohein maupun penduduk kota Yhem.

***

Langit bergemuruh. Pusaran awan bergerak berputar, menarik roh-roh serta iblis-iblis yang turun ke dunia. Makhluk-makhluk itu meraung marah, berusaha mempertahankan diri di dunia. Namun, panggilan dari dunia gaib terlalu kuat, hingga mereka tertelan masuk dalam pusaran gerbang gaib. Semua orang nampak keheranan ketika melihat kejadian ini, kecuali Zuhee yang gembira karena kawannya berhasil dengan rencananya.

Ketika gerbang dunia gaib dan dunia nyata tertutup, langit kembali terlihat cerah. Bintang-bintang bertaburan di atas sana bersama bulan yang menggantung cantik. Orang-orang telah berhenti berdoa dan memandang sekeliling dengan takjub. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam benak mereka saat ini.

"Kau berhasil," Zuhee berujar ketika Kanina sadar dari pingsannya. Dia menyangga kepala wanita itu dengan lengannya.

Kanina cuma tersenyum. Tatapannya nanar dan tubuhnya masih terlalu lemah untuk digerakkan.

"Tidurlah, aku tahu, kau pasti sangat lelah," ujarnya.

DanKanina kembali memejamkan mata.

------------------------------

Note :

Dan, sekarang kalian tahu dari mana saya ambil nama Ankhsok serta Sohein dalam cerita The Golden Ankhsok saya. Hehehe..., sebelumnya saya minta maaf, karena sepertinya belum bisa menerbitkan cerpen mengenai Mas Darent. Sepertinya saya keasyikan bikin cerpennya sampai spoiler cerita utama sana-sini. Maka dari itu, saya musti edit dan baca ulang lagi itu cerpen.

Selamat menikmati pagi baru~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro