Bab 1 - Dompet yang Terjatuh -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suara bel pertanda jam masuk sekolah terdengar begitu memekakan telinga, beberapa siswa dan siswi yang masih berada di luar gerbang pun berlarian masuk dengan sekuat tenaga. Ada rasa panik juga takut di benak mereka semua, tentu tidak ada satu pun guru yang mau memberi kebebasan bagi anak didiknya untuk telat.

Satu persatu, siswa dan siswi SMA Permata itu masuk ke dalam lingkungan sekolah. Penjaga sekolah pun sudah nyaris menutup penuh gerbang tersebut. Namun, untung saja beberapa di antaranya dapat masuk. Salah satunya adalah Evan, Nevan Virendra. Evan adalah siswa yang berprestasi dan juga selalu patuh akan peraturan sekolah.

Sayangnya, pagi ini dia nyaris telat masuk sekolah karena harus mengantar adiknya ke rumah sakit. Anak perempuan berumur 10 tahun itu kembali harus menjalani perawatan karena sakit yang dia derita.

Kanker darah atau Leukimia adalah penyakit yang diderita adik terakhir Evan itu. Gadis kecil tersebut harus berusaha dan berjuang untuk hidup, walaupun dengan banyak masalah yang terjadi kini.

Salah satunya adalah masalah keuangan.


***


Evan terus berlari saat melihat gerbang sekolahnya yang akan ditutup, dia bahkan melupakan bahwa kini dia telah kehabisan napasnya. Di sisi lain, beberapa siswa dan siswi juga melakukan hal serupa hingga tanpa sadar pria itu bertabrakan dengan seseorang siswi lain.

Bruk.

Lengan atas Evan dan siswi itu saling bertubrukan. Namun, siswi itu tidak bereaksi apa-apa. Dia hanya menatap sekilas Evan yang tengah diam sembari memijat lengannya, karena tabrakan tadi lengan Evan terasa sedikit sakit.

'Lah, itu cewek kok santai banget. Enggak sakit apa tangannya?' ucap Evan di dalam hati.

Pria itu menatap heran punggung siswi yang bertabrakan dengannya tadi. Namun, dia tidak mau berprasangka buruk pada siswi tersebut.

Evan kemudian kembali berjalan pelan menuju kelasnya. Tetapi, belum sampai lima langkah dia berjalan. Pria itu kemudian berhenti karena merasa aneh dengan pijakan kakinya.

Dengan pelan, pria itu menatap ke tanah dan begitu terkejutnya dia saat melihat kakinya tengah memijak sebuah dompet.

'Kayanya ini dompet cewek tadi deh,' terka Evan di dalam hati.

Pria itu mengambil dompet tersebut dan tanpa berpikir panjang, dia segera berteriak pada siswi yang bertabrakan dengannya tadi. Namun, wanita itu sudah berlari cukup jauh.

Wanita itu bahkan seperti tak peduli sekitarnya, dia hanya berlari kencang sampai akhirnya tak dapat dilihat oleh Evan.

"Hei, ..... Dompet lu nih, jatuh," teriak Evan dengan cukup keras.

"Apa gue kejar aja ya?"

Evan sedikit bingung harus berbuat apa. Namun, tak lama kemudian dia menyadari bahwa pagi ini dia memiliki jadwal ujian mingguan.

"Astaga! Gue ada ujian pagi ini! " pekik Evan dengan panik.

Pria itu langsung berlari ke arah kelasnya, arah yang berlawanan dengan wanita pemilik dompet tersebut.

...

Evan akhirnya sampai di depan pintu kelasnya, pria itu tidak langsung masuk melainkan dia memperbaiki alunan napasnya terlebih dahulu.

Tok tok.

Ketukan pintu itu terasa sedikit aneh di telinga Evan, pria itu cukup malu karena telat pagi ini.

"Siapa?" tanya seseorang dari dalam kelasnya dengan sedikit berteriak, Evan dapat pastikan bahwa yang tengah bertanya adalah Ibu Ayu, guru Bahasa Indonesia yang mengajar pagi ini di kelasnya.

Klek.

Dengan perlahan Evan membuka pintu kelasnya, hal tersebut membuat seisi kelas memberikan tatapan bingung padanya. Pria itu tersenyum kecil agar menutupi rasa malunya.

"Maaf, Bu. Saya telat."

Ibu Ayu berjalan mendekat ke arah Evan, "Tumben banget telat, Van."

Evan tersenyum kecil dengan wajah gugup, "Iya, Bu. Saya tadi ada urusan."

Ibu Ayu melipat tangan di depan dadanya sembari menganggukan kepalanya.

"Ya sudah, kalau gitu kamu langsung duduk saja. Ibu mau membagikan kertas ujian."

"Baik, Bu. Terima kasih."

Evan berjalan ke arah kursinya. Dia duduk di barisan ke tiga bersama dengan Ari, sahabatnya.

"Tumben banget lo telat," ucap Ari pada Evan.

Evan yang tengah membuka tasnya itupun hanya melirik sebentar ke arah Ari tanpa membalas ucapan sahabatnya.

***

Selembar kertas mendarat tepat di hadapan Evan, pria itu langsung membacanya. Soal-soal ujian minggu ini cukup membuat pusing. Apalagi semalam dia tidak sempat belajar karena sang adik yang terus menerus berteriak kesakitan.

"Ini lembar jawabannya ya," ucap Ibu Ayu sembari memberikan selembar kertas lagi, lembar kertas yang lebih kecil dari yang sebelumnya.

Dengan teliti dan perlahan, Evan menjawab satu persatu pertanyaan yang ada. Dia tentu tidak mau gagal untuk ujian kali ini, walau hanya ujian mingguan. Namun, pria itu tidak mau menyepelekan apapun.

***

Satu jam berlalu dan Evan masih terlihat serius membaca soal-soal di hadapannya. Di sisinya, Ari malah terlihat sebaliknya. Pria itu tengah sibuk memainkan penanya, padahal kertas jawaban miliknya belum sepenuhnya terisi.

"Bagi jawaban ye," canda Ari pada Evan.

Pria itu hanya menghembuskan napasnya dengan kasar tanpa menjawab ucapan Ari.

Tanpa mereka sadar, Ibu Ayu sudah berada di belakang Ari. Wanita berumur 30 tahunan itu memperhatikan kertas jawaban milik Ari yang belum terisi penuh.

"Sudah selesai, Ri?" tanya Ibu Ayu yang berhasil membuat Ari terdiam kaku.

Perlahan kepalanya berpindah, menatap Ibu Ayu yang tengah berdiri di belakangnya.

Ari tertawa kecil sembari menggaruk kepalanya, "Hehe, belum, Bu."

"Kalau belum, kerjain. Bukannya malah gangguin Evan."

"Iya, Bu."

***

Waktu satu setengah jam ternyata sangat cepat berlalu, kini semuanya harus mengumpulkan lembar jawaban dan juga soal yang sebelumnya mereka kerjakan. Sembari menunggu jam pelajaran berganti, Evan kini terlihat sibuk mengeluarkan buku-buku di dalam tasnya.

'Dompet ini punya siapa ya? ' tanya Evan di dalam hati sembari menatap dompet yang ada di tangan kanannya.

Ari yang tengah berada di sampingnya itupun menatap heran dompet yang ada di tangan Evan. "Dompet siapa nih?" tanya Ari sembari menarik dompet tersebut.

Pria itu memperhatikan dengan seksama dompet yang sudah beralih ke tangannya itu. Sebuah dompet kulit berwarna cream itu terlihat seperti milik perempuan.

"Ini dompet lo? Kok kaya dompet cewek sih?"

Evan menggeleng, "Bukan punya gue."

"Terus punya siapa?"

"Gue pun enggak tau, tadi pas gue masuk gerbang, gue nggak sengaja nabrak cewek. Kayanya itu dompetnya deh," jelas Evan sembari masih terus sibuk memilah buku yang dia bawa.

"Oh gitu, gue buka ya."

"Eh, jangan," larang Evan. Namun, dompet tersebut sudah terbuka dan pelakunya pun hanya dapat memberi tatapan tak bersalahnya. "Gue bilang jangan."

"Lah, kalau enggak dibuka gimana caranya lo tau ini dompet siapa!"

Evan terdiam, 'Iya juga ya.'

"Wih banyak juga duitnya," ucap Ari dengan wajah yang terkejut setelah mendapati uang yang cukup banyak di dompet tersebut.

"Jangan lu ambil."

"Dih, gue nggak mungkin ngambil duit orang lain. Kalau duit nyokap gue sih sering hahaha," canda Ari yang langsung mendapatkan pukulan dari Evan.

Puk.

"Sakit woy," pekik Ari sembari mengelus kepalanya yang telah dipukul menggunakan buku oleh sahabatnya itu.

"Lanjutin gih, liat siapa yang punya itu dompet," perintah Evan yang langsung dilakukan oleh Ari.

Pria itu kemudian memperhatikan sahabatnya yang tengah mengeluarkan sebuah kartu pelajar dari dalam dompet tersebut.

"Hana Yuvika?" ucap Ari sembari berpikir. Nama tersebut terdengar cukup familiar di telinga pria tersebut.

"Lo kenal Hana Yuvika?" tanya Ari pada Evan.

Evan menggeleng pelan sebagai jawaban, "Enggak, emang nggak ada fotonya."

Ari menyodorkan kartu pelajar tersebut, "Nih, lo liat aja sendiri. Fotonya burem."

***

Hmm, kira-kira Evan bisa menemukan Hana Yuvika tidak ya🤭

Yuk, kepoin cerita selanjutnya yang akan di upload besok🥰

***

Jangan lupa tinggalkan Bintang dan juga Kritik atau sarannya ya.

***

Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro