Bab 2 - Langganan Telat -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang siswi terlihat tengah berlari tanpa memperdulikan sekitarnya, dia kemudian sampai di depan kelas 11 F. kelas tersebut adalah kelasnya selama satu tahun ini. Wanita itu kini tengah sibuk memperbaiki deru nafasnya dan memperbaiki pula penampilannya yang acak-acakan.

Setelahnya wanita itu mengetuk pintu kelas dengan sedikit kencang. Tak lama kemudian pintu tersebut terbuka dan menampilkan seorang guru wanita. Guru tersebut memberikan tatapan tak sukanya pada siswi di hadapannya.

"Hana Yuvika! Telat lagi ya kamu!"

"Maaf, Bu," ucap siswi bernama Hana, kini dia tengah menundukan kepalanya sembari sibuk menatap sepatu yang dia gunakan.

"Maaf, maaf. itu saja yang terus kamu ucapkan. Ini sudah semester dua, dan kelakuan kamu tidak pernah berubah ya. Telat terus," omel guru yang bernama Sri itu.

"Iya, Bu. Saya enggak bakal ngulangin lagi kok."

Ibu Sri menggelengkan kepalanya, "Saya enggak habis pikir, gimana rasanya punya anak seperti kamu."

Ucapan Ibu Sri tersebut membuat Hana mengangkat pandangannya.

"Memangnya kenapa kalau punya anak seperti saya," ucap Hana dengan lantang.

Wanita itu terlihat menantang ucapan guru di hadapannya.

"Apa yang dapat kamu banggakan dari dirimu! Suka telat, nilai pun berantakan," sindir Ibu Sri.

Hana terpancing emosi dan kemudian melangkahkan kakinya mendekat ke arah Ibu Sri.

"Saya juga enggak mau punya orang tua kaya Ibu," balas Hana sembari memberi tatapan tajam pada Ibu Sri.

Wanita itu kemudian keluar dari kelasnya dan Ibu Sri yang sebelumnya terkejut akan ucapan Hana pun berteriak pada siswinya itu. "Kamu, jangan pernah masuk kelas saya lagi!"

Hana tidak memperdulikan gurunya tersebut, dia malah sekarang tengah sibuk berjalan ke arah kantin.

Daripada gue pusing, mending gue sarapan.

Hana mengitari kantin dan melihat beberapa kios makanan masih kosong. Beberapa diantaranya juga masih mempersiapkan jualannya. Mungkin karena ini masih sangat pagi.

"Makan apa ya enaknya?" tanya Hana pada dirinya sendiri.

Matanya kemudian melirik sebuah kios yang sudah siap dan dapat menerima pesanan. Hana pun berjalan ke arah kios nasi kuning tersebut. Namun, belum sampai dia di depan kios tersebut. langkahnya kemudian di cegat oleh seseorang.

Hana cukup terkejut karena tiba-tiba saja seseorang berdiri di hadapannya, wanita itu menatap bingung saat melihat sepatu mengkilat yang dipakai orang di hadapannya.

Wanita itu sebelumnya tengah sibuk bermain ponsel sehingga dia tidak menyadari ada orang yang berjalan ke arahnya dan menahan langkahnya.

Kemudian, tatapannya perlahan terangkat dan terkejutnya dia saat melihat Pak Rio di hadapannya.

Pria muda berumur 25 tahun itu memberikan tatapan tajamnya ke arah Hana.

"Eh, Pak Rio," ucap Hana dengan sedikit gugup.

Wanita itu bahkan melangkah mundur, menjauhi pria di hadapannya.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Pak Rio dengan tegas.

"Itu, Pak. Saya diusir sama Ibu Sri."

"Kok bisa, kamu telat lagi?" terka Pak Rio dan benar, Hana memang telat.

Hana mengangguk pelan dan Pak Rio yang melihat hal itu pun hanya dapat menghembuskan nafasnya dengan kasar, sangking kencangnya hana dapat mendengar suara hembusan tersebut.

"Kamu kok, enggak jera-jera sih dikeluarin!"

"Salahin Ibu Sri dong, Pak, dia yang keluarin saya."

"Tapi, kamu telat. Wajar saja Ibu Sri keluarin kamu." sanggah Pak Rio.

"Tapi, Pak, saya telat cuman beberapa menit kok," bela Hana, dia biasanya bahkan telat nyaris setengah jam karena dia saat itu harus dihukum terlebih dahulu.

Setelah gerbang sekolah tertutup, siswa atau siswi yang berada di luar masih boleh masuk ke dalam sekolah. Namun, mereka harus mendapatkan hukuman terlebih dahulu.

"Kamu tau kan, Ibu Sri itu tidak akan menolerir siswanya telat bahkan satu menit saja," jelas Pak Rio.

"Iya, Pak. Tapi... . "

"Itu kamu tau," potong Pak Rio.

"Tapi kan, Pak, saya ada urusan jadinya saya telat."

"Urusan apa hampir setiap hari."

"Ada deh, Pak."

"Jelaskan ke saya atau kamu mau saya hukum?"

"Kok dihukum, Pak?" tanya Hana tak terima.

"Ini kamu ngapain di kantin? Mau makan kan!"

Hana terdiam sembari melukis senyum pahitnya.

"Mau dihukum ? atau jelasin alasan kamu telat."

"Hukum aja deh, Pak," jawab Hana dengan cepat. Dia sangat malas menjelaskan apapun pada siapapun.

"Loh, beneran?"

Hana mengangguk sebagai jawaban.

"Ya sudah, kamu ke lapangan sekarang. Lari 20 putaran."

"Iya, Pak," jawab Hana dengan lemah.

"Buruan," ucap Pak Rio lagi dan Hana pun segera berlari ke lapangan yang jaraknya tak jauh dari kantin.

Walau dengan berat hati, Hana tetap melakukan hukuman yang diberi guru BKnya tersebut. Dia kemudian meletakkan tasnya di pinggir lapangan dan melepaskan hoodie yang dia kenakan agar tak kepanasan.

"Semangat," ucapnya pada dirinya sendiri.

Akhirnya Hana memulai hukumannya dengan pelan dan kemudian semakin cepat hingga akhirnya selesai 20 putaran.

Tepat setelah selesai dengan hukuman Pak Rio, bel pergantian jam pelajaran pun terdengar. Hana yang baru saja duduk itupun kembali berdiri dan melangkah menuju kelasnya.

Sesampai di kelas, hana mendapatkan tatapan aneh dari teman-teman sekelasnya. Sebenarnya mereka tidak dapat dianggap teman, karena wanita itu tidak memiliki teman di kelasnya.

Baju Hana kini sudah sangat basah karena keringat dan wajahnya pun terlihat memerah karena tersengat sinar matahari.

Sebelum datangnya guru pelajaran selanjutnya, Hana pun memutuskan untuk ke toilet.

Wanita itu pergi begitu saja tanpa mengeluarkan suaranya. Memang, Hana jarang mengeluarkan suaranya jika tidak ada yang mengajaknya berbicara.

Toilet khusus wanita di sekolahnya itu memiliki 4 bilik dan untungnya toilet tersebut tengah sepi, sehingga Hana tidak perlu menunggu orang lain untuk bergantian menggunakan bilik tersebut.

Wanita itu pun memutuskan untuk masuk ke dalam salah satu bilik. Dia kemudian membuka baju sekolahnya dan menggantinya dengan hoodie yang dia bawa.

Hoodie yang biasa dia gunakan untuk turun sekolah. hoodie berwarna putih itu adalah hadiah spesial dari sang ayah.

Tak lama kemudian, beberapa orang masuk ke dalam toilet. Hana menyadarinya. Namun, dia tidak terlalu peduli akan hal tersebut.

Setelah selesai mengganti baju, wanita itu pun hendak keluar. Namun, tangannya mengambang tak jadi memegang gagang pintu bilik yang dia masuki karena dengan jelas dia mendengar namanya tengah disebut oleh seseorang di luar sana.

"Eh, lo tau kan si Hana. Dia tadi dikeluarin dari kelasnya loh sama Ibu Sri."

"Masa sih? Mampus tuh anak."

"Iya, mentang-mentang anak orang kaya. Kelakuannya begitu. Dia pikir, dia bisa bebas kali ya."

"Bisa jadi sih gitu, kan orang tuanya salah satu donatur terbesar di sekolah ini."

"Masih kalah besar, donasinya dari orang tua gue!"

"Eh, iya. Orang tua lo juga donatur di sini ya."

"Iya dan asal kalian tau, donasi orang tua gue jelas lebih banyak dari orang tua Hana. Tapi, gue enggak semena-mena kaya anak itu."

Hana mendengus kesal saat mendengar pembicaraan orang-orang di luar biliknya. Dia pun akhirnya membuka pintu biliknya dengan kencang.

"Anak siapa maksud lo?" tanya Hana setelah dengan mengejutkan keluar dari salah satu bilik toilet.

Hana memperhatikan satu persatu wanita di hadapannya, ada empat orang di hadapannya dan Hana tidak mengenal mereka.

"Eh, elo dari kapan di sini?" tanya seorang wanita dengan papan nama Omy Levronika di bajunya. Wanita itu terlihat gugup saat berhadapan dengan Hana.

"Dari tadi," jawab Hana dengan singkat.

"Jadi, lu dengerin ... ."

"Iya, gue denger semuanya," potong Hana kemudian wanita itu mendekat ke arah wanita yang bernama Omy tersebut, "Apa masalahnya sih, kalau orang tua gue donatur di sini. Lo iri?"

Omy mendorong tubuh Hana agar menjauh darinya, "enggak, ngapain gue iri. Orang tua gue juga donatur di sekolah ini. Tapi gue nggak semena-mena kaya elo."

Hana menunjuk dirinya sendiri, "Gue, semena-mena? Semena-mena dimananya?"

"Ya, lo pikir ini sekolah milik lo apa, sampai lo telat mulu."

"Emang masalahnya di mana kalau gue telat, toh gue juga terima kok hukumannya kalau gue telat. Kecuali, gue bisa masuk kapan saja, terus juga gue nggak dapat hukuman. Baru deh lo bisa bilang gue semena-mena."

Omy terdiam setelah mendengar ucapan Hana.

"Lain kali, mending lo mikir dulu deh sebelum ngomong. Otak tuh dipakai."

Hana kemudian keluar dari toilet sembari menenteng kemeja sekolahnya, wanita itu segera ke kelasnya karena takut telat kembali.

***

Nyebelin banget nggak sih nemu orang yang kaya Omy.

Kalian pernah nemu cewek kaya Omy nggak.

Semoga enggak ya.

***

Kira-kira kalian suka nggak sama bab ini hihi.

Kalau suka jangan lupa klik bintangnya ya.

Terus bisa kasih saran atau kritik buat aku.

***

Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro