Bab 11 - Akhirnya Bertemu -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti sebelumnya, Hana menyembunyikan sebagian badannya dan mengaitkan tangannya ke lengan Evan saat keluar dari ruang OSIS menuju gerbang sekolah. Mata cantik Hana kemudian memperhatikan sekilas sekolah yang sangat sepi itu.

Sesampai di depan gerbang, Hana melepaskan kaitan tangannya dengan Evan dan berusaha memperbaiki alunan nafasnya yang tadi tak beraturan.

Di sisi lain, Evan hanya tersenyum sembari mengeleng pelan karena kelakuan Hana yang sangat menggemaskan. Wanita itu takut. Namun, dia tidak ingin Evan tau. Sepertinya, rasa gensi yang dia miliki begitu tinggi.

Tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di hadapan mereka berdua, supir mobil tersebut keluar dan membukakan pintu belakang untuk Hana juga Evan.

Hana melirik ke arah Evan yang sepertinya takjub pada mobil milik wanita itu. Hana kemudian menarik tangan Evan untuk ikut masuk ke dalam mobil bersamanya.

Di dalam mobil, mereka tidak berbicara apapun selain Evan yang tadi mengatakan mau diantar kemana.

Rumah Sakit Harapan Kita adalah tempat tujuan mereka saat ini, tempat dimana Roa tengah dirawat.

Sesampai di parkiran rumah sakit tersebut, Evan menatap ke arah Hana seraya berkata, "Nggak mau masuk dulu? Ibu gue mau ketemu lo."

Hana terdiam saat mendengar ajakan Evan, dia lupa bahwa ibunya Evan mau bertemu dengannya.

Mampus gue, runtuknya di dalam hati.

Evan memberikan tatapan penuh arti pada wanita itu karena dia mau menepati janjinya untuk membawa Hana bertemu ibunya.

Beberapa menit kemudian, Evan masih setia menunggu jawaban Hana. Wanita itu sepertinya tengah berpikir keras untuk menjawab ajakan Evan.

"Kalau lo nggak mau, nggak papa kok. Lain kali harus mau ya," ucap Evan pelan sembari tersenyum ke arah Hana.

Wanita itu sedikit merasa bersalah saat melihat wajah Evan. Tatapan penuh harap dari Evan kini berganti dengan senyuman paksa yang tentu Hana tau artinya.

"Ya udah, gue mau."

Evan memiringkan kepalanya dan terdiam sejenak. "Lo mau?" tanya pria itu memastikan.

Hana tersenyum kecil sembari menganggukkan kepala, sekarang atau nanti dia tetap harus bertemu ibunya Evan bukan? Alangkah baiknya, Hana dapat bertemu ibu pria itu secepat mungkin.

Setelah keluar dari mobil, Evan segera menunggu Hana keluar juga bahkan pria itu membantu Hana keluar dari mobilnya dengan memberikan tangannya pada wanita itu sebagai pegangan.

Evan memperhatikan wajah Hana yang kini gugup, "Lo nggak papa kan?"

Hana tidak langsung menjawab, wanita itu malah sekarang tengah sibuk memperhatikan sekeliling tempat parkir rumah sakit itu.

Evan mengerutkan dahinya dan memajukan wajahnya agar lebih dekat dengan wajah Hana.

"Han," panggil Evan yang langsung membuat Hana sadar.

"Hah, kenapa?"

Ternyata, sedari tadi wanita itu tidak fokus sehingga tidak mendengar pertanyaan Evan. Hana kemudian merapikan baju sekolahnya seraya berkata, "Baju gue udah rapi belum?"

Evan menatap heran pada Hana, "Kalau nggak rapi kenapa? Ibu gue nggak bakal komentarin baju lo kok."

Ucapan Evan tersebut berhasil membuatnya mendapat tatapan tajam dari Hana, wanita itu hanya bertanya. Namun, malah dijawab seperti itu. Alhasil, Hana pun kesal dan langsung berjalan mendahului Evan padahal wanita itu tidak tau dimana tempat adik pria itu dirawat.

"Hei, lo mau kemana? Jalannya bukan lewat situ!" pekik Evan yang membuat Hana malu bukan main.

Wanita itu kemudian berbalik, "Terus dimana?"

Evan langsung menunjuk arah lain yang sebenarnya jalan untuk ke ruang rawat adiknya, "Tuh, di sana."

Hana pun berjalan menuju arah yang sudah ditunjuk oleh Evan, langkahnya begitu panjang sehingga Evan susah mengikutinya.

"Pelan-pelan dong!" teriak Evan pada Hana.

Hal itu membuat Hana berhenti dan tiba-tiba Evan menabraknya dari belakang.

"Aw!" pekik wanita itu sembari memegang kepalanya yang tadi bertabrakan dengan kepala Evan.

"Sorry, sorry. Lagian, ngapain berenti sih."

"Kan lo yang nyuruh," ucap Hana dengan wajah kesal.

"Gue nyuruhnya pelan-pelan, bukannya berenti," jelas Evan dengan wajah tak kalah kesal.

Lagi-lagi mereka bertengkar dan mengundang tatapan heran orang-orang di rumah sakit. Hal itu tentu membuat Evan malu. Namun, tidak dengan Hana. Wanita itu tidak perduli apapun.

Evan segera minta maaf pada orang-orang di sekitarnya dan bergegas menarik Hana untuk pergi ke ruang Roa yang ada di lantai dua rumah sakit.

Sesampai di depan pintu, Evan segera mengetuk pintu itu dan langsung masuk. Hana di belakangnya pun ikut masuk bersama dengan Evan.

Mata Hana menangkap seorang anak kecil yang tengah tidur di atas kasur rumah sakit. Anak kecil itu begitu kurus. Namun, wajahnya begitu cantik.

"Bu, ini yang namanya Hana. Teman sekolah aku," ucap Evan mengenalkan Hana pada ibunya.

Wanita paruh bayah yang bernama Sari itupun menyodorkan tangannya dan langsung diterima oleh Hana.

"Oh, ini toh yang namanya Hana." ibu Evan tersenyum manis ke arah Hana. "Perkenalkan ya, nama saya Sari, ibunya Evan."

Hana tersenyum kecil, "Iya, Tante. Namanya Hana, Hana Yuvika."

Agak lama mereka berdiri dan saling pandang. Akhirnya, Evan menawarkan Hana untuk duduk terlebih dahulu. Wanita itu bilang, dia mau berbincang dengan adik Evan. Namun ternyata, adik Evan itu tengah tertidur.

Hana bingung mau melakukan apa, dia ditinggal sendirian karena Evan tengah pergi keluar dan Sari, ibunya tengah mandi.

Tak lama kemudian, Sari keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar juga pakaian yang baru.

"Maaf ya, Nak. Saya tinggal mandi tadi," ucap Sari sembari berjalan ke arah jendela.

Ternyata wanita tua itu mau menjemur handuk yang dia pakai tadi, Hana hanya mampu tersenyum tanpa tau menjawab apa. Dia takut salah berbicara dan membuat Sari salah paham. Apalagi, Hana terbiasa berbicara kasar pada orang lain.

Sari berjalan pelan ke arah Hana dengan membawa minuman untuk wanita itu. Di letakkannya segelas minuman tersebut di hadapan Hana dengan pelan.

"Minum, Nak," tawar Sari.

"Iya, Tan. Makasih sebelumnya."

Disela saat Hana minum, Sari pun membuka pembicaraan dan mereka berbincang tentang banyak hal, sehingga membuat Hana kembali merasakan hangatnya seorang ibu bahkan wanita itu tidak segan untuk memanggil Sari dengan panggilan Ibu.

Tak lama kemudian, Evan pun datang dengan sebuah kresek di tangan kanannya. Pria itu kemudian menatap heran pada Hana dan Sari karena mereka terlihat begitu akrab.

"Sudah akrab aja nih," sindir Evan sembari meletakkan kresek yang dia bawa pada meja yang berada di hadapan Hana dan Sari.

Sari tersenyum, "Kenapa? Kamu cemburu?"

Evan tertawa kecil mendengar ucapan ibunya itu, dia sangat tau maksud dari ucapan tersebut. Tentu, Sari tengah menggodanya dan Evan tidak akan tergoda.

"Enggak lah, ngapain juga cemburu," jawab Evan singkat sembari berjalan ke arah kasur Roa.

Mendengar jawaban Evan, tiba-tiba saja hati Hana sakit. Entah apa yang dia rasakan kini. Namun, perasaan itu tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

"Loh, Roa sudah bangun?" tanya Sari.

Wanita itu berdiri dan berjalan ke arah kasur Roa. Memang benar, gadis kecil itu sudah bangun. Hal itu membuat Hana penasaran dan ikut mendekat ke arah kasur Roa.

Sari duduk di sebuah kursi yang berada di dekat kasur Roa setelah Evan menyuruhnya.

Kini, Hana dan Evan tengah berdiri di belakang Sari sembari ikut memperhatikan Roa yang masih setengah sadar. Sari pun segera mengajak Roa untuk berbicara.

Pembicaraan ringan yang dilakukan oleh Roa juga Sari begitu menarik bagi Hana, bahkan wanita itu tanpa sadar tersenyum melihat interaksi mereka.

"Dia siapa, Bu?" tanya Roa seraya menunjuk ke arah Hana.

Hana cukup terkejut dan seketika tersenyum ke arah Roa. Wanita itu kemudian melambaikan tangannya pada Roa, "Hai, nama aku Hana, aku temannya Evan."

Roa terdiam tidak dan menatap sendu ke arah Evan, "Kak Evan bawa pacar ya. Kak Evan, udah nggak sayang Roa ya."

Roa sudah ingin menangis sekarang. Namun, Evan langsung menghentikan gadis kecil itu.

"Enggak, enggak. Dia bukan pacar kakak," jelas Evan dengan cepat.

"Terus?" tanya Roa meminta menjelasan.

Evan kemudian menepuk bahu Hana dengan pelan, "Ini loh, kakak yang kemarin ngasih uang buat Roa."

Roa terdiam sembari berpikir, dia kemudian mengingat-ingat lagi. Apa maksud kakak tertuanya itu.

"Ah, Kakak yang itu ya?"

Roa akhirnya ingat maksud ucapan Evan. Gadis kecil itu kemudian memperbaiki gaya duduknya dan melemparkan senyuman manisnya pada Hana.

"Makasih ya, Kak. Sudah bantu biaya pengobatan aku."

"Iya, sama-sama."

***

Hari ini super late bgt nulisnya, 😢

Semoga suka sama ceritanya ya

***

Jangan lupa tinggalin jejak kalian.

***

Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro