Bab 16 - Bersama -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah nyaris setengah jam, Evan kembali ke ruang rawat Hana. Tempat pria itu membeli makanan ternyata sangat ramai sehingga dia harus menunggu cukup lama.

Evan memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana, tadi selama perjalanan menuju ruang rawat Hana. Dia menelepon ibunya, meminta izin untuk menjaga teman belajarnya itu.

Evan cukup terkejut setelah melihat Hana yang sudah sadar, wanita itu kini tengah duduk di kasurnya sembari menatap ke arah Evan dengan tatapan sendu. Senyuman kecil kemudian terlukis di wajah pucatnya.

"Lo udah sadar?" tanya Evan dengan cepat. Pria itu bahkan nyaris berlari saat mendekat ke arah Hana.

Hana mengangguk pelan. Namun, tidak menjawab dengan ucapan. Sepertinya wanita itu masih tidak enak badan atau malah kesakitan.

Evan mengangkat tangannya dan kemudian mengarahkannya ke dahi Hana, suhu badan wanita itu stabil dan membuat Evan tersenyum bahagia. Padahal jelas, dia tidak tau apa hubungan antara suhu badan dan juga penyakit wanita itu sekarang.

"Lo lapar nggak?" tanya Evan sembari mengelus rambut Hana dengan pelan. Wanita itu kemudian mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Evan.

"Ya udah, ini gue ada bawa bubur. Lo makan ya, biar gue suapin."

Evan kemudian mengambil mangkuk juga sendok yang sudah tersedia di ruang rawat Hana. Pria itu dengan cepat menuang bubur tersebut ke mangkuk dan kemudian duduk kembali di sisi kasur Hana.

Hana hanya terdiam dan memperhatikan Evan yang kini tengah sibuk meniup-niup bubur yang akan dia makan. Rasanya kini, wanita itu tengah disayangi sepenuh hati.

Evan menyendok bubur tersebut dan mengarahkannya ke bibir Hana, "Akh!" ucapnya agar Hana membuka mulutnya.

Hana pun membuka mulutnya dan memakan bubur yang menurutnya hambar tersebut. Terlihat jelas bahwa wanita itu tidak suka dengan bubur yang dia makan. Namun, dia tetap harus makan agar perutnya tidak kosong dan malah mengundang penyakit lain.

Suap demi suap bubur pun masuk ke dalam perutnya dan kini wanita itu sudah kenyang.

"Yeay, udah habis. Sekarang gue yang makan ya," sorak Evan dengan semangat kemudian dia kembali menuang bubur baru untuknya.

Pria itu makan dengan tenang dan di sisinya, Hana tengah sibuk memperhatikan. Jujur, wanita itu sangat senang melihat Evan yang sedang makan.

Nyaris pukul tujuh malam sekarang, Hana kemudian sibuk bermain ponsel dan di sisinya Evan tengah mengerjakan tugas sekolah. Pria itu sudah berganti pakaian dengan baju Hana yang kebesaran. Namun, sangat cukup di badan pria itu.

Evan memutuskan untuk menginap di ruang rawat Hana karena besok adalah hari minggu sehingga pria itu tidak perlu takut telat masuk sekolah. Dia juga sudah izin kepada ibunya. Namun mungkin, setelah ini. Dia akan bolak-balik saja ke rumah sakit dan tidak bisa menginap karena di rumah, Evan juga dibutuhkan oleh ibu dan adik-adiknya.

"Udah jam tujuh nih, tidur gih," suruh Evan pada Hana. Namun, dia tidak melihat ke arah teman belajarnya itu. Tatapannya masih terpaku pada buku di hadapannya.

Hana menghentikan kegiatannya bermain ponsel dan menatap dalam ke arah Evan, "Makasih ya," ucapnya tiba-tiba.

Evan dengan cepat mengangkat pandangannya dan melihat Hana yang kini tengah tersenyum ke arahnya, "Makasih kenapa?"

"Makasih udah jagain gue."

Evan tersenyum kecil sembari kembali menulis, "Nggak papa kok, lagian ibu lo ngasih gue duit buat jagain lo," ucap Evan dengan santai.

Hal itu membuat Hana terdiam dan senyumannya pun luntur. Dia kemudian membalik tubuhnya agar tidak menghadap ke arah Evan. Ada rasa sakit di hatinya setelah tau bahwa teman belajarnya itu menjaganya karena uang dari ibunya.

***

Beberapa hari pun berlalu dan Hana akhirnya diizinkan pulang dari rumah sakit. Kondisinya sudah cukup baik sekarang dan sakit di kepalanya pun sudah tidak pernah dia rasakan lagi.

Kini, wanita itu tengah asik memperhatikan Ibu Nuri, pembantunya dari rumah. Wanita tua itu menemaninya selama Evan tidak ada dan kini dia juga yang membantu untuk membersihkan barang-barang Hana di rumah sakit karena setengah jam lagi wanita itu bisa pulang ke rumahnya.

"Sudah nih, Non," ucap Bu Nuri setelah selesai memasukkan semua baju Hana ke dalam sebuah tas.

Hana kemudian turun dari kasurnya dan ingin berjalan menuju Bu Nuri. Namun, ponselnya berbunyi karena ada sebuah panggilan masuk. Dia kemudian mengambil ponselnya di dalam saku dan segera mengangkat telepon yang ternyata dari Evan itu.

"Halo," sapa Evan di seberang sana.

Setelah mendengar sapaan Evan, Hana pun bergumam sebagai jawaban. Jujur, wanita itu masih kesal pada Evan bahkan dia juga tidak banyak bicara pada pria itu beberapa hari ini.

"Lo masih di rumah sakit?"

"Iya," jawab Hana singkat.

"Maaf ya, gue nggak bisa nganter. Tapi, semuanya udah gue urus. Lo tinggal balik aja jam satu nanti," jelas Evan.

Pria itu memang sudah mengurus kepulangan Hana tadi pagi sebelum dia pergi ke sekolah karena dia tau bahwa dia tidak bisa mengantar Hana pulang.

Tidak ada jawaban dari mulut Hana dan hal itu membuat Evan sedikit khawatir, "Han, lo dengar omongan gue kan?"

Hana mengangguk pelan padahal jelas Evan tidak melihat apa yang wanita itu lakukan, "Iya."

"Ya udah, hati-hati ya. Kalau sudah sampe rumah, hubungin gue."

"Iya, bawel banget sih lo."

Panggilan tersebut langsung ditutup oleh Hana, sebenarnya dia masih mau berbicara pada Evan karena beberapa hari ini mereka jarang mengobrol. Tetapi, perasaannya tidak bisa dibohongi, dia masih sakit hati pada ucapan Evan yang dulu.

Di sisi lain, Evan kini tengah bingung saat panggilan tersebut mati secara sepihak, dia bahkan menatap ponselnya dengan dahi yang mengkerut. Tentu, ada perasaan yang aneh di benaknya karena sikap Hana yang kembali keras padanya.

Tak lama kemudian, suara bel masuk kelas pun terdengar. Evan segera beranjak dari ruang OSIS menuju kelasnya. Nanti, dia harus menghubungi Hana lagi untuk meminta penjelasan karena sepertinya wanita itu tengah marah padanya. Tapi, karena apa?.

Sesampai di kelas, Evan segera duduk di kursinya. Ari yang berada di sampingnya pun menggoda pria itu karena dalam beberapa hari ini Evan dan Hana jarang terlihat bersama.

"Weh, lo putus ya, sama cewek lo?" tanya Ari tiba-tiba.

Evan menatap bingung ke arah Ari, "Cewek gue? Siapa?"

"Itu, anak 11 F."

"Dia bukan cewek gue, njir."

Evan kini ingin tertawa karena ucapan Ari, jelas dia bukan pacar Hana. Namun, entah kenapa teman sebangkunya itu beranggapan bahwa dia dan Hana berpacaran.

"Lah, kalau nggak pacaran. Kenapa sampe Omy ngelabrak Hana?"

Evan kembali menatap Ari dengan wajah bingungnya, "Maksud lo?"

"Ya kan, beberapa hari lalu Hana sama Omy berantem, bukannya gara-gara lo ya?"

***

Wahh, ternyata Evan enggak tau loh masalah bertengkarnya Hana dan Omy.

Gimana kelanjutannya ya?

Yuk ikutin ceritanya

***

Jangan lupa tinggalin jejaknya ya.

***

Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro