Bab 17 - Menjauh -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Evan menghubungi Hana berkali-kali. Namun, wanita itu tak kunjung menjawab teleponnya. Dia ingin tau wanita itu sudah sampai rumah atau belum dan sekaligus dia ingin bertanya mengenai apa kebenaran hal yang disampaikan oleh Ari tadi.

Kini sudah pukul 4 sore, seharusnya Evan dan Hana memiliki jadwal belajar bersama. Tetapi, karena Hana baru saja pulang dari rumah sakit. Mereka pun membatalkan rencana tersebut.

"Tumbenan banget, nggak dijawab," oceh Evan sembari berjalan menuju rumahnya.

Pria itu bingung harus menghubungi siapa lagi, karena dia hanya memiliki nomor telepon Hana. Akhirnya dia menyerah dan menunggu saat nanti mereka akan bertemu.

***

Beberapa hari kemudian, Hana akhirnya turun sekolah dengan sikap yang sama seperti sebelumnya. Dingin dan sedikit menyeramkan. Untungnya dia tidak telat hari ini sehingga dia bisa masuk pada pelajaran matematika yang selama ini jarang dia masuki.

Ibu Sri masuk ke dalam kelas Hana dan matanya terpaku pada Hana yang tengah sibuk membaca buku pelajaran.

"Akhirnya, kamu nggak telat lagi ya, Han," ucap Ibu Sri sembari berjalan ke tempat duduk Hana.

Hana mengangkat pandangannya dan mata mereka saling bertemu. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Hana, wanita itu hanya diam dan melanjutkan kegiatannya.

Ibu Sri kembali berjalan ke depan kelas dan memulai pelajaran. Hana terlihat fokus dengan pelajaran tersebut, beberapa kali wanita itu juga menulis sesuatu yang menurutnya penting. Hingga akhirnya jam pelajaran selesai, Hana hanya diam di kelas tanpa berniat keluar.

Tak lama kemudian, Evan datang ke dalam kelas Hana. Pria itu sejak awal sudah menunggu Hana di depan kelasnya. Namun, wanita itu tak kunjung keluar.

"Han," ucap Evan sembari duduk di sebelah Hana.

Hana melirik sekilas teman belajarnya itu dan kemudian dia berdiri. Dengan cepat Evan menahan kepergian Hana dan menarik tubuh wanita itu untuk kembali duduk.

"Lo kenapa sih?" tanya Evan dengan dahi mengkerut. Tentu dia bingung dengan sikap Hana padanya, dia juga tidak tau letak kesalahannya dimana.

"Gue nggak papa," jawab Hana singkat sembari mencoba melepaskan tangannya yang digenggam oleh Evan.

Evan melihat ke arah tangannya, "Gue nggak bakal lepasin tangan lo. Sebelum lo jelasin, lo kenapa ."

Seisi kelas menatap ke arah mereka berdua, walau hanya beberapa yang masih tinggal di kelas tersebut. Namun nyatanya, mereka sampai menjadi bahan gosip satu sekolah.

Hana tetap diam, tanpa berniat menjelaskan apa yang terjadi dan hal itu membuat Evan frustasi. Pria itu kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Hana. Namun, belum sempat dia berbicara. Bel masuk sekolah pun berbunyi.

Evan menatap kesal ke arah pengeras suara yang berbunyi tadi dan pria itu berjalan keluar kelas Hana. Namun sebelum itu, Evan mengatakan sesuatu pada Hana.

"Tunggu gue, pas pulang sekolah."

Dua pelajaran terakhir sebelum pulang sekolah begitu membuat Hana pusing. Baru kali ini, dia belajar dengan sangat serius. Biasanya, dia akan bosan dalam beberapa menit. Namun, kebosanannya kini perlu dia tekan agar dapat fokus belajar.

Ujian kenaikan kelas akan datang sebentar lagi dan dia harus naik kelas atas kemampuannya sendiri, sesuai janji yang dia buat sebelumnya.

Jam pulang sekolah pun tiba-tiba, Hana segera membersihkan mejanya dan keluar dari kelas. Dia berniat untuk menjauhi Evan. Namun sayang, pria itu sudah berada di depan ruang kelasnya.

"Lo mau kemana?" tanya Evan sembari menarik tangan Hana.

"Lepasin nggak."

Evan tersenyum sinis dan menarik Hana untuk pergi ke ruang OSIS. Tarikan tangannya itupun terkesan kasar sehingga membuat Hana berkali-kali mengaduh kesakitan.

Sesampai di ruang OSIS, Evan segera mengunci ruangan tersebut agar Hana tidak bisa kabur. Dimasukkannya kunci ruangan tersebut di saku celanannya dan hal itu membuat Hana tidak bisa berbuat apa-apa.

Evan melepaskan genggaman tangannya dan Hana segera mengelus pergelangan tangannya. Wanita itu kemudian duduk di salah satu kursi yang ada dan Evan duduk tepat di depannya.

"Gue cuman mau tau, lo kenapa. Kalau lo jujur dari awal. Pergelangan tangan lo nggak bakal sakit," jelas Evan dengan nada yang rendah.

Dia juga sebenarnya tidak mau bersikap kasar. Namun, karena sikap keras kepala Hana. Dia merasa harus menaklukan wanita itu dengan cepat sehingga wanita itu dapat jujur padanya.

Evan sedikit risih saat melihat Hana yang kini tengah sibuk memperhatikan sekitar. Pria itu kemudian menahan wajah Hana agar menatap ke wajahnya.

"Oke, kalau lo nggak mau jujur. Gue mau nanya ke elo. Lo kemarin berantem sama Omy gara-gara gue?"

Jelas terlihat bahwa kini Hana tengah terkejut dan Evan menyadarinya hal itu. Dia dengan cepat menggenggam lembut tangan wanita itu.

"Kalau emang bener, gue minta maaf," lanjut pria itu dengan pelan.

Evan menundukkan kepalanya dan tanpa sadar dia menangis perlahan. Genggaman tangannya pun mengerat dan hal itu membuat Hana iba.

Hana mengangkat pandangan Evan dan kemudian memeluk pria itu dengan erat.

"Lo nggak salah kok, yang salah itu gue. Karena gue udah manas-manasin Omy. Sampe akhirnya dia ngelakuin semua itu ke gue."

Rasa bersalah kini muncul di benak Hana. Wanita itu tidak menyangka bahwa Evan akan menangis sekarang. Padahal sebelumnya, pria itu menampilkan wajah seramnya.

Hana melepas pelukannya dan menatap ke arah Evan, wanita itu kemudian mengusap sisa air mata di pipi teman belajarnya itu.

Mata Evan masih memerah saat menatap balik mata Hana, "Gue bener-bener minta maaf, kalau bukan karena gue. Lo pasti nggak bakal masuk rumah sakit."

"Udah, udah. Gue nggak papa kok. Buktinya gue masih hidup."

Hana tentu tidak sedang bercanda sekarang karena menurutnya Evan begitu berlebihan. Bisa-bisanya pria itu menangis hanya karena hal sepele seperti ini.

"Udah ah, nangisnya. Males gue," ucap Hana sembari beranjak dari kursinya dan lagi-lagi Evan menahan kepergian wanita itu.

"Makasih ya."

Evan dan Hana kini sudah keluar dari ruang OSIS, sebenarnya wanita itu belum menjelaskan kenapa dia marah pada Evan. Namun sepertinya, pria itu mengira bahwa dia marah pada Evan, karena Evan menjadi alasan utama dia bertengkar dengan Omy.

"Mau gue anter pulang nggak?" tanya Hana sembari menatap ke arah Evan.

Evan terdiam sembari berpikir, "Boleh deh."

Belum sempat kedua orang itu masuk ke dalam mobil. Sebuah panggilan masuk ke dalam ponsel Evan. Pria itu langsung mengangkat panggilan tersebut yang ternyata dari ibunya.

"Halo, Bu. Ada apa?" tanya Evan dengan cepat. Di sisinya, Hana sedikit menguping karena dia penasaran dengan apa yang Evan dan Ibunya bicarakan.

"Apa!" pekik Evan yang langsung membuat Hana kaget.

Wanita itu mendekatkan telinganya ke ponsel Evan dan dia ikut kaget setelah mendengar penjelasan ibu dari teman belajarnya itu.

"Aku langsung ke sana, Bu," ucap Evan dengan cepat. Pria itu langsung bersiap-siap untuk berlari. Namun, Hana langsung menahan pria itu.

"Bareng gue aja."

Keduanya kini sudah masuk ke dalam mobil untuk menuju ke rumah sakit karena tiba-tiba saja kondisi Roa kembali menurun.

***

Yeay, akhirnya update lagi hihi.

Semangat yuk.

***

Jangan lupa tinggalin jejaknya ya.

***

Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro