7 | Orange Chicken [Part 1]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu setengah jam setelah bel pulang berbunyi, Tadashi masih berdiam diri di lahan parkir Red Valley High. Atensinya selalu mengarah ke pintu utama bangunan tempat di mana ia mengenyam pendidikan. Satu per satu murid keluar dan masuk melalui pintu itu, tetapi sosok yang ditunggu oleh pemuda itu tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya.

Acap kali ia memainkan ponselnya karena bosan, tetapi dengan cepat ia memfokuskan kembali pandangannya pada pintu. Pada akhirnya, ia melihat seorang gadis cantik berambut hitam dengan highlight biru keluar dari dalam sana. Kalung choker serta cardigan hitam dan ripped jeans warna terang menghiasi penampilannya. Evelyn menggendong beberapa textbook di tangannya, kedua tungkainya berjalan menuju gerbang utama. Tidak ingin kehilangan jejak, dengan cepat Tadashi menyalakan mesin motornya, kemudian berkendara keluar dari sekolah.

Sesampainya di sana, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari presensi gadis itu. Senyuman terulas di wajahnya ketika melihat Evelyn duduk di halte bus sendirian sambil memainkan ponsel. Mendadak, seisi perut Tadashi bergejolak, telapak tangannya berkeringat. Otaknya berpikir cepat untuk menyusun kata-kata maaf.

"Hai, Ev, soal beasiswa itu ...." Tadashi bermonolog. "Aku mengikutimu bukan karena sengaja ingin menyingkirkanmu, tetapi karena aku suka pada—aaarrrggghhh!" erangnya frustrasi sambil mengusap wajah. "Bodoh! Evelyn tidak akan mau mendengarkanku jika berkata hal konyol seperti itu."

Akibat terlalu lama berpikir, sebuah bus berhenti tepat di depan halte, dan sejurus kemudian Evelyn sudah menghilang dari pandangan.

"Oh, shit," umpat Tadashi ketika melihat bus tersebut melaju meninggalkan halte. Pemuda berambut sewarna langit malam itu kembali menyalakan mesin dan melajukan kuda besinya mengikuti kendaraan itu.

Lalu lintas Kota New York sore ini cukup padat. Beruntungnya, Tadashi masih bisa menyesuaikan laju motornya dengan bus yang dinaiki Evelyn. Hanya memakan waktu dua puluh menit, kendaraan itu berhenti di depan halte yang tidak pernah Tadashi kunjungi sebelumnya. Dari kejauhan, ia melihat Evelyn berjalan berlawanan arah dengannya. Pemuda bermata sipit itu melajukan kendaraan motornya dengan lambat.

Hingga akhirnya, Evelyn berbelok dan masuk ke dalam bangunan tinggi yang terlihat seperti apartemen. Tadashi menghentikan motornya tepat di seberang hunian bertingkat itu.

"Jadi di sinilah Evelyn tinggal." Sesaat kemudian, Tadashi menyadari perbuatan tidak pantasnya. "Great, sekarang aku terlihat seperti Joe Goldberg si Penguntit di serial 'You'!"

Pemuda itu kembali menimbang-nimbang, apakah ia harus masuk dan meminta maaf secara langsung? Namun, itu akan memperjelas statusnya sebagai penguntit, dan sudah dipastikan Evelyn tidak akan menyukai hal itu. Namun, jika ia menunda-nunda, hubungannya dengan gadis itu juga akan semakin memburuk.

Di tengah kebingungannya, benda pipih di saku jeans-nya berdering, dengan cepat Tadashi mengambil ponsel dan menjawab panggilan tersebut. "Yeah?"

"Where are you?" tanya Robert di seberang telepon.

"Aku ... di depan apartemennya Evelyn?"

"You what?" pekik Robert dari seberang sana. "Kau ... mengikutinya pulang? That's so creepy!"

"No, no! Jangan salah paham. Aku membutuhkan waktu lebih lama untuk mempersiapkan mentalku. Namun, karena terlalu lama berpikir, Evelyn sudah pulang terlebih dahulu, jadi aku mengikutinya," terang Tadashi seadanya.

"Go home, Tadashi! Percuma saja. Evelyn tidak akan bisa ditemui hari ini. Minta maaflah besok di jam istirahat."

"Why?" tanya pemuda berambut hitam itu.

"Baru saja aku bertanya pada salah satu temannya di klub debat. Ia mengatakan, Evelyn selalu melakukan kerja sambilan sepulang sekolah. Dan hari ini, ia akan bekerja hingga jam sepuluh malam," ucap Robert.

"Kerja sambilan?"

"Yeah. Dia bilang, Evelyn bekerja di sebuah restoran Tiongkok. Atau ... Jepang? Ah, aku melupakan detailnya."

"Restoran Tiongkok ...," gumam Tadashi ketika mengingat mimpinya semalam. "Kau tahu di mana lokasi restoran itu?"

"Aku tidak menanyakannya. Akan sangat mencurigakan jika aku bertanya-tanya soal Evelyn sampai sejauh itu."

Ketika sedang menelepon, pintu apartemen kembali terbuka. Di sana, Tadashi kembali melihat presensi Evelyn. Kali ini, gadis itu menguncir rambutnya menjadi model buntut kuda dan sudah berpakaian rapi. Dengan cepat Tadashi memalingkan pandangan ke arah sebaliknya. Ia tidak ingin gadis itu menangkap basah perbuatannya.

"Tadashi, are you there?" tanya Robert ketika tidak mendapatkan respons.

"Yeah, I'm here," bisik Tadashi. Sesekali, pemuda itu menoleh kembali untuk mengamati Evelyn yang sedang berjalan menuju halte bus. "Aku memiliki intuisi. Oke, ini aneh, tetapi intuisiku bilang bahwa aku harus meminta maaf hari ini di restoran tersebut."

"Kau yakin? Apa Evelyn tidak akan merasa risi dengan kehadiranmu?"

"Aku akan mendatanginya saat shift-nya selesai," jawab Tadashi.

Beruntung, tidak perlu menunggu terlalu lama, bus yang akan dinaiki Evelyn datang dan menjemputnya di depan halte. Gadis berambut hitam pendek itu masuk ke dalam sana.

"Dia sudah pergi," ucap Tadashi, "aku akan berkendara sekarang. Talk later?"

"Yeah, good luck, Bro," jawab Robert sebelum panggilan telepon terputus.

Tadashi Reyes kembali menyalakan mesin motornya dan berkendara mengikuti bus tersebut. Pemuda itu menjaga jarak aman agar Evelyn tidak mengetahui niatnya. Dalam hati, pemuda bermata sipit itu merutuki diri sendiri. Ia bersumpah tidak bermaksud untuk menguntit gadis yang disukainya, tetapi intuisinya mengatakan bahwa dirinya harus melakukan itu.

Banyak kepercayaan yang mengatakan bahwa jika seseorang memimpikan gigi yang rontok, hal buruk akan menimpanya. Beberapa tafsir mimpi lainnya mengatakan, mungkin saja suasana hati seseorang sedang dalam keadaan yang buruk, sehingga otak mereka menciptakan mimpi semacam itu.

Malam sebelumnya, ketika berada di dapur yang suram itu, suasana hati Tadashi turut memburuk, satu per satu giginya pun tanggal. Namun, ketika ia berpindah ke pintu yang lain dan sampai di sebuah restoran Tiongkok, suasana hatinya membaik. Giginya yang semula rontok telah kembali ke tempatnya semula.

Maka karena itu, Tadashi menarik kesimpulan, meminta maaf di restoran Tiongkok tempat Evelyn melakukan kerja sambilan adalah pilihan terbaik yang bisa ia coba.

Setelah berkendara kurang lebih lima belas menit, bus tersebut berhenti di halte seberang sebuah restoran Tiongkok yang cukup mewah. Fasad bangunan tersebut didominasi oleh warna merah dan ornamen kayu, persis seperti apa yang tergambarkan di dalam mimpi Tadashi. Pemuda itu menghentikan kuda besinya di dekat halte, memastikan Evelyn benar-benar bekerja di sana. Benar saja, gadis cantik dengan iris abu-kebiruan itu menyeberang, lalu melangkah memasuki restoran.

Pemuda berambut sewarna langit malam itu mengeluarkan benda pipih dari saku celananya, kemudian membuka Safari. Ia mengetikkan nama restoran tersebut di situs pencarian, kemudian mencari-cari sebuah gambar. Kedua netra sipitnya memicing ketika menemukan foto dari daftar menu yang ditawarkan restoran tersebut. Ia memindai tulisan demi tulisan, mencari makanan yang dilihatnya di dalam mimpi.

Orange chicken. Ya, Tadashi menemukannya.

Senyum puas terulas di wajahnya. Pemuda beretnik asia-kaukasia itu memasukkan ponselnya ke dalam saku, kemudian menyalakan mesin motor dan berniat untuk pergi meninggalkan tempat itu.

Dukung Dream Walker dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

13 Mei 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro