✨Takdir Kedelapan✨

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sieri! Sieri Laze."

Saat sedang berpikir ia mendengar suara lirih Zeren memanggilnya.

"Sieri ... kau dimana ... " ratap anak itu mencari Laze. Ia menyadari jika anak itu segera datang mencarinya, dengan suara parau Laze menyahut.

"Zeren! Kau diam di situ!" Ia berusaha mencegah anak itu melihat keadaannya dan Gares, namun terlambat, Zeren kecil sudah berdiri di hadapannya.

"Sieri ... " Mata Zeren terbelalak, memanggil Laze. Wajahnya memucat melihat Laze dengan kasar menyeret Gares, apalagi dengan keadaan penyihir itu babak belur akibat pelampiasan kemarahan Laze, tetapi sepertinya anak laki-laki tersebut masih mengenali Gares.

"Pri .. pria itu, yang membuat Ayah, ibu dan kakak jadi monster!" Tatapan nanar Zeren membuat Laze iba.

Wajahnya yang ketakutan ia perlahan melangkah mundur. Melihat taut mukanya membuat Laze bergegas menenangkan anak itu.

"Zeren." Laze membuka mulut, merasa simpati pada anak itu.

"Dengarkan aku, aku minta tutup matamu rapat dan perlahan jalan mendekat kearahku." Dilanda rasa takut dan teror, Zeren menuruti apa yang dikatakan Laze. Anak itu mengangguk kemudian merapatkan kelopak matanya, dengan perlahan dan berhati-hati melangkah lurus menuju Laze berdiri.

"Bagus! maju sedikit lagi, sini! ulurkan tanganmu! aku akan meraihmu!" Laze mengulurkan tangan kanannya dan menarik lengan Zeren. Masih menutup mata anak itu mendekap erat pinggang Laze.

Laze membalas dengan merangkul bahunya dan membuka mulut.

"Ayo kita pergi dari sini," ucapnya sembari menyeret tubuh necromancer yang telah membunuh hampir seluruh keluarga Razan.

Kaki Laze yang tertatih masih mendekap erat anak malang tersebut, perlahan-lahan mereka berjalan dari ruang bawah tanah hingga halaman depan peternakan keluarga tersebut.

Sembari berjalan ia memperhatikan sekeliling, mencari keberadaan sahabatnya itu, yang tak kunjung kembali, yang ia lihat hanyalah mayat keluarga Razan. Beberapa jam setelah ia bertarung melawan mereka, ia baru merasakan bau busuk yang sangat menyengat dibanding sebelumnya dan tubuh mereka sudah dihinggapi lalat dan belatung.

Untungnya ia meminta Zeren menutup matanya, sehingga ia tidak perlu menyaksikan keadaan keluarganya yang sangat mengenaskan, baik karena menjadi mayat hidup, maupun setelah bertarung melawan Laze.

Mereka terus berjalan hingga pintu gerbang peternakan Razan. Kaki Laze berhenti dan tangannya melepaskan cengkeraman pada kain yang ia ikatkan ke tubuh Gares.

"Zeren, kau bisa membuka matamu sekarang," ujar Laze sembari menarik nafas panjang. Staminanya memang bisa dikatakan diatas rata-rata pria dewasa seumuran dengan Laze, bahkan setelah ia menjadi prajurit. Tetapi menyeret Gares bukanlah hal yang mudah, terutama dengan luka di tubuhnya. Sehingga membawanya hingga ke depan pintu gerbang merupakan sebuah keajaiban.

Laze menatap langit yang mendung, meski begitu mereka beruntung tidak perlu mencari tempat berteduh untuk berlindung.

Tangannya dengan kasar menarik Gares yang masih pingsan dengan posisi tertelungkup, ia menduduki punggung pria itu. Ia kemudian meluruskan kakinya.

"Istirahatlah," ucap Laze kepada Zeren. Anak laki-laki itu mengangguk dan hendak duduk di tanah yang ditumbuhi rumput yang mengering.

"Kenapa kau duduk disitu? Celanamu bisa kotor, ayo duduk sini." Isyarat Laze dengan menunjuk pria yang ia duduki. Anak itu menatap Laze ragu dan menjawab dengan terbata-bata.

"Ehh ... uhhh ... tapi Siaren, bukankah tidak sopan kit menduduki tubuh seseorang?"

"Hah?" mendengarnya Laze tertegun , namun tak beberapa lama, namun setelah itu ia hanya menyeringai saat mendengar kepolosan Zeren.

"Ckckck, daren(adik laki-laki), jangan kau hiraukan bahwa pria ini manusia."

"Aku bahkan tidak tahu jika apa yang ia lakukan sebelumnya adalah hal, yang manusiawi." Zeren memiringkan kepalanya berusaha memahami jawaban Laze, yang masih belum dipahami oleh anak seusianya.

"Eh, maksudku dia sedang pingsan, dia tidak akan menyadarinya jadi tak apa, asalkan kita tidak mengatakan padanya, tak akan menjadi masalah bukan? Jadi, sini, kemarilah." Laze mengibaskan tangannya mengisyaratkan untuk Zeren mendekat, walaupun masih ragu Zeren menurut, mungkin karena sekarang hanya Laze lah yang ia bisa percayai.

Zeren duduk di samping Laze, ia menyandarkan kepalanya pada pria itu, matanya yang sayu perlahan menutup, namun seperti dikejutkan sesuatu dengan spontan matanya terbuka, dan perlahan menutup kembali, hal itu berulang beberapa kali. Melihatnya Laze merasa anak itu lelah dan mengantuk.

"Kau bisa tidur disini." Laze menepuk pahanya, namun Zeren menolak. Anak itu selalu menolak tawaran pertama, namun setuju saat ditawarkan dua kali, pikir Laze. Tangannya kemudian dengan sigap menarik bahu dan mengistirahatkan kepala anak itu di pangkuannya.

"Tak perlu menolak, jika kau lelah tidur saja, jika sudah ada yang datang aku akan membangunkanmu." mendengar ucapan Laze, Zeren tak menjawab, dan perlahan menutup kelopak matanya. Dengan iba Laze perlahan mengelus kepala Zeren, merasa simpati terhadap apa yang dialami anak itu.

Tak beberapa lama ia menyadari ada sesuatu yang membasahi pahanya, dimana kepala Zeren beristirahat. Ia tidak menyangka bahwa anak itu masih bangun dan diam-diam menangis.

"Tak apa, aku akan melindungimu," gumam Laze lembut, dengan tangan yang masih mengusap kepala Zeren.

---

Saat langit mulai menggelap, sayup-sayup Laze mendengar derap langkah kuda. Matanya memicing ke arah sumber suara. Ia melihat sebuah rombongan dengan kuda dan kereta kuda berlari cepat ke arahnya
Bantuan datang! Batinnya. Tangan Laze dengan lembut menepuk bahu Zeren.

"Daren, bangun, kita sudah dijemput." Mendengar ucapan Laze membuat Zeren terbangun dan menggosok matanya. Laze bangkit dari duduknya dan melambaikan tangan kearah rombongan tersebut. Sayup-sayup ia mendengar suara seseorang berteriak.

"... z ... Laaazeeee..." Ia melihat pria dengan kemeja hitam dan mengenakan celana hijau gelap melambai dan berteriak.

Hir sialan, bisa-bisanya ia datang sekarang! Batin Laze geram, ia ingin menyilangkan kedua tangannya dan mengumpat pada Hir, namun mengurungkannya karena Zeren.

Rombongan itu datang dan berhenti di depan gerbang peternakan keluarga Razan, tempat ia dan Zeren beristirahat. Ia memperhatikan dengan seksama, selain Hir ia melihat lima orang pria yang datang bersamanya. Ia melihat dua orang dengan ekspresi kaku dengan zirah besi yang ditutupi oleh jubah berwarna putih dan menaiki kuda berwarna hitam, ciri khas kuda yang digunakan oleh kesatria kuil.

Bersama dengan Hir, terdapat dua orang wanita dengan pakaian panjang tertutup, salah satu dari mereka berambut panjang dan terkepang rapi, sedangkan yang satunya berambut pendek sebahu dengan tatapan tajam, dan satu anak lelaki remaja yang duduk di bangku belakang pedati miliknya.

Setelah mereka melihat Laze, secara serentak mereka turun. Tepat setelah mereka menginjak tanah, perempuan dengan rambut dikepang berlari menghampiri Laze, dengan wajah khawatir ia menatapnya dan Zeren. Ketika perempuan itu hendak membuka mulutnya, salah satu pria berkuda lebih dahulu menyela.

"Apa kau Tuan Laze yang disebut oleh Tuan Hirandis?" mendengarnya Laze mengangguk.

"Ya, itu aku."

✨✨✨

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro