DBS-11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setiap tentangmu membuatku berderu

Bahkan jika itu kamu,
tatapku 'kan selalu beku

🔥

Rainer sudah memperkirakan begitu ia tiba di kediaman Fayre, Celine sudah tidak ada. Namun, Rainer bertanya-tanya ke mana Fayre pergi tanpa menutup pintu gerbang. Bekerja? Mustahil. Ke rumah sakit? Separah apa lukanya sampai ia terburu-buru meninggalkan rumah dan bagaimana caranya menyetir? Rainer memukul setir, berusaha berpikir tenang agar tidak tergesa-gesa dalam bertindak. Urusan mencari Celine sudah ia serahkan pada Liam. Adiknya sudah tahu apa yang harus dilakukan ketika dua gadis itu tertangkap.

Sudah tiga kali Rainer menghubungi ponsel Fayre, tetapi tidak ada jawaban. Di panggilan keempat akhirnya Rainer bisa tersambung dengan Fayre. Namun, seorang laki-laki yang menjawab panggilannya. Rainer merasa asing dengan suara tersebut.

"Siapa kamu? Seharusnya ini ponsel Fayre."

"Saya teman Elle. Sekarang dia ada di rumah sakit dekat persimpangan kedua setelah kompleks rumahnya. Kami masih ada di IGD karena lukanya sedang dibersihkan."

"Elle?"

Dahi Rainer mengerut.

"Maaf, maksud saya Fayre. Saya menemukannya terluka dan cepat-cepat membawanya ke rumah sakit. Anda kakaknya, bukan? Saya pernah mendengar Elle menyebut nama Anda."

Rainer yang sudah ada di dalam mobil segera melaju menuju rumah sakit.

"Ya, aku kakaknya. Terima kasih karena membantu adikku. Tunggu aku sampai, aku akan membalas kebaikanmu."

"Bukan masalah. Begini, saya tidak tahu hari ini Elle harus bekerja atau tidak, tapi seandainya iya, bisakah Anda yang menghubungi ke tempat kerjanya? Dia tidak akan bisa bekerja untuk hari ini."

"Aku akan mengurus bagian itu. Maaf merepotkanmu untuk menunggui adikku."

"Saya tidak keberatan. Sampai jumpa segera."

Begitu panggilan berakhir, Rainer segera menghubungi bagian HRD hotel tempat Fayre bekerja. Untuk sementara ia akan merahasiakan kabar adiknya pada keluarga sebelum memastikan sendiri kondisi Fayre. Soal izin tidak bekerja sudah beres, kini Rainer tengah memikirkan siapakah sosok yang tadi bicara dengannya di telepon. Laki-laki itu memanggil Fayre dengan sebutan Elle, sedangkan tidak ada satu pun teman-teman Fayre yang memanggil begitu. Laki-laki itu bahkan tidak tahu Fayre bekerja di mana, artinya sosok itu memang orang baru di kehidupan Fayre dan Rainer belum mengenalnya. Selain itu, Rainer tertarik untuk mengulik hubungan keduanya. Fayre ditemukan di saat yang tepat, tentu saja hal tersebut merupakan kebetulan yang menakjubkan. Kecuali ... orang itu memang ada di sekitar Fayre sebelumnya.

Apakah dia yang menghabiskan malam bersama Fayre?

Pemikiran itu seketika tercetus di kepala Rainer. Ia tidak keberatan jika adiknya berkencan lagi, tetapi tentu saja kali ini ia harus ikut campur demi mengantisipasi Fayre terluka lagi.

Rainer sampai di rumah sakit bersamaan dengan panggilan dari Liam. Celine dan Jennie sudah ditemukan, kini dalam posisi dibawa ke vila pribadi Rainer yang sedikit jauh dari hiruk-pikuk kota. Vila itu bisa ia gunakan saat butuh kedamaian karena bisingnya kendaraan nyaris tidak terdengar. Dan sekarang ia akan menggunakan vila itu untuk melampiaskan amarahnya, sesuatu yang baru pertama kali Rainer lakukan karena itu adalah tempat terbaik untuk menyembunyikan perbuatannya.

"Jangan sentuh mereka sebelum aku datang. Aku akan melihat Fayre, lalu pergi ke sana, dan kamu gantikan aku menjaga Fayre nanti," pesan Rainer pada Liam, yang tentu saja langsung mendapatkan persetujuan.

Rainer mencari Fayre di IGD, tetapi ternyata gadis itu baru saja dipindahkan ke ruang rawat inap. Rainer menyusuri lorong rumah sakit setelah mendapatkan informasi ruangan Fayre. Jantungnya kembali berdebar aneh, ia mulai cemas jika luka Fayre memang sangat parah karena sampai harus dirawat. Begitu ia membuka pintu ruangan tersebut, langkahnya kian cepat dan dadanya bagai diremas melihat kepala Fayre yang diperban. Gadis itu tengah menutup mata dan wajahnya terlihat menahan sakit.

"Maaf, apakah Anda yang tadi di telepon?"

Rainer membalik tubuh, baru menyadari ada seorang laki-laki gagah yang berdiri di belakangnya. Ia tadi terburu-buru mendekati Fayre sehingga tidak memperhatikan sekitar.

"Panggil saja Rainer dan tidak perlu bicara formal denganku. Kurasa kita seumuran."

Laki-laki itu mengulurkan tangan dan Nevan membalasnya.

"Nevan."

"Dia tidur?"

"Ya, efek obatnya."

"Apa kata dokter?"

"Dia mengalami gegar otak ringan."

Rainer otomatis melotot, ia terkejut. Nevan memaklumi reaksi itu karena menyadari betapa berharganya Fayre untuk Rainer.

"Tidak ada hal yang lebih parah. Dia memang butuh dirawat untuk memastikan keadaan. Dia juga cukup banyak kehilangan darah dan itu membuat tubuhnya lemas."

"Kapan dia dibolehkan pulang?"

"Dokter belum bisa memastikan karena harus memantau lebih dulu."

Rainer menatap Fayre disertai embusan napas panjang. Entah kapan gadis itu bisa berhenti membuat Rainer khawatir, mungkin juga memang tidak akan pernah berhenti. Apalagi saat ini secara tidak langsung ia adalah sebab Fayre terluka.

Rainer mengeluarkan kartu nama dan menyerahkan pada Nevan sembari menyuruh laki-laki itu mengabari jika membutuhkan sesuatu dan Nevan menerimanya tanpa penolakan.

"Jika kamu tidak keberatan, aku tidak masalah menungguinya di sini. Aku punya banyak waktu senggang."

Laki-laki berjas biru langit tersebut mengalihkan pandangan dari sang adik. Rainer meletakkan kedua tangannya di pinggang seraya menatap Nevan dengan datar. Setelah pikirannya sedikit tenang karena sudah melihat keadaan Fayre, ia kembali teringat kemungkinan apa yang terjadi di antara laki-laki itu dan Fayre.

"Semalam kamu bersama Fayre?"

Sebelah alis Nevan terangkat, lalu segera mengerti maksud Rainer.

"Haruskah aku meminta ijin sebelum melakukannya? Maaf, aku sungguh-sungguh bertanya."

Rainer tertawa sinis, tiba-tiba ia kesal karena Nevan berlagak polos, tetapi ia harus menahan diri karena teringat Nevan sudah membantu Fayre.

"Dia adik perempuanku satu-satunya. Aku tidak akan membiarkan laki-laki mana pun menyakitinya."

Peringatan Rainer penuh penekanan sampai-sampai Nevan merasa sedang berhadapan dengan calon mertuanya. Namun, laki-laki itu tidak gentar. Ia bisa menanggapi Rainer dengan tenang.

"Sekedar informasi, aku dan Elle baru mengenal. Semalam hujan sangat lebat dan aku menahannya untuk pulang. Dan kami hanya tidur, benar-benar tidur."

Melihat mata Nevan yang agak menyipit karena tersenyum, Rainer ragu apakah laki-laki ini bisa dipercaya. Benar-benar tidur? Apakah itu ada di kamus antara gadis dan laki-laki dewasa? Masalahnya, ia tidak tahu seberapa kuat komitmen Nevan untuk tidak menyentuh gadis secantik Fayre.

"Aku akan melakukannya jika mendapatkan ijin. Jika tidak percaya padaku, percayalah pada adikmu."

Sesaat Rainer tertegun. Jika Nevan sedang tidak berbohong, artinya mereka memiliki prinsip yang sama; bermain sesuai keinginan sang gadis. Namun, hal itu tak cukup untuk membuat Nevan memberikan kepercayaan pada laki-laki asing di hadapannya itu.

"Biasanya kucing tidak akan menolak jika di hadapannya ada ikan," sindir Rainer.

"Wah, sayangnya aku manusia, bukan kucing. Dan aku tidak memakan seorang gadis, aku mengajaknya bersenang-senang bersama. Yang artinya, dia juga menikmati apa yang sedang kunikmati."

Rainer tidak tahu apakah jawaban Nevan tulus atau asal ucap saja, tetapi kini ia jadi mempertimbangkan bisakah memberikan sedikit kesempatan pada Nevan untuk menjaga Fayre. Ia tahu meninggalkan Fayre di situasi ini tidaklah baik, tetapi ia juga ingin segera bertemu Celine karena amarah dalam dirinya untuk gadis itu kian meluap-luap. Semakin ia menunda bertemu gadis itu, artinya semakin lama Rainer membiarkan penjahat yang menyakiti adiknya bernapas dengan baik.

Rainer tidak suka itu. Ia ingin mengembalikan luka yang Fayre dapat pada Celine secepatnya.

"Aku akan memanggil adikku yang lain untuk menjaga Fayre."

"Baiklah. Tapi aku tetap di sini."

Rainer yang sudah siap menekan nomor Liam, terdiam sesaat.

"Kamu bisa pergi, ada aku yang menjaganya."

"Tidak," tolak Nevan lagi.

Nevan bahkan kembali duduk di sofa dan hanya memperhatikan Rainer yang terlihat menahan kesal. Ya mau bagaimana lagi? Nevan sungguh tidak ingin meninggalkan Fayre, ia ingin menemani gadis itu setidaknya sampai kedua mata Fayre sudah terbuka.

🌼

Rainer tidak bisa menunggu hingga Fayre terjaga. Ia terpaksa pergi setelah Liam datang. Walau lebih pendiam, tetapi Rainer tahu begitu melihat Nevan, Liam pasti juga akan mengusik laki-laki itu dengan caranya sendiri.

Menempuh hampir satu jam perjalanan, Rainer akhirnya tiba di vila itu. Begitu ia membuka pintu utama, teriakan memekakkan telinga dari dua kamar yang berbeda menyambutnya. Celine dan Jennie ditempatkan di kamar berbeda, tetapi bersebelahan. Dan tentu saja Rainer memulai dari Celine.

Dua laki-laki yang berjaga di depan pintu kamar Celine mempersilakan Rainer untuk masuk. Peralatan yang Rainer minta juga segera dipersiapkan. Melihat mantan kekasihnya datang, Celine berteriak memohon ampun, ia bersedia berlutut daripada menghadapai ketakutan seperti ini. Namun, laki-laki itu bisa-bisanya hanya memberikan sebuah seringai dan duduk menonton Celine yang tengah meronta-ronta agar ikatan kain di kaki serta tangannya lepas.

"Rainer, aku bersalah. Aku tidak akan menyakiti Fayre lagi. Kumohon, maafkan aku."

Gadis itu menangis dengan putus asa. Ia tidak bisa membayangkan kegilaan apa yang bisa Rainer lakukan setelah penculikan itu. Celine tidak pernah tahu bahwa laki-laki yang pernah menjadi kekasihnya itu begitu menyeramkan. Sosok Rainer yang seperti ini sangat asing untuk Celine. Laki-laki lembut yang selalu menatap Celine dengan senyuman, lenyap entah ke mana. Jika tahu efek dari kegilaan mencelakai Fayre adalah berhadapan dengan Rainer yang lain, Celine bersumpah akan mengubur niat buruknya dalam-dalam.

"Celine, aku pernah memperingatimu kalau aku akan memperlakukanmu seperti kamu memperlakukanku."

"Kalau begitu, lempar saja aku dengan batu agar sama dengan Fayre!"

Celine bersemangat menjawab. Usul itu lebih baik baginya ketimbang menerka-nerka apa yang sebenarnya Rainer inginkan dengan menyuruh bawahannya membawa beberapa alat sex. Dan Celine juga gemetaran karena dua laki-laki asing itu hanya berdiri di sisi Rainer seolah-olah menunggu perintah Rainer selanjutnya. Ia yang tak berdaya di ranjang tengah ditatap oleh tiga laki-laki yang pasti memiliki maksud tidak baik. Jantung Celine berdentam-dentam, ingin menjerit lagi dan lagi, berharap ia mendapatkan belas kasih untuk diampuni. Apa pun akan ia lakukan agar dibebaskan dari belenggu ketakutan itu.

"Oh, apa aku lupa mengatakan bahwa aku juga bisa membalas 'lebih' dari apa yang orang lakukan padaku?"

Tatapan dingin, nada bicara yang datar, dan wajah yang nyaris tanpa ekspresi itu melumpuhkan semua sisa harapan dan keberanian Celine. Seketika suaranya tak lagi bisa keluar ketika Rainer hanya menggerakkan sedikit kepalanya, lalu satu laki-laki mendekati Celine dan yang lainnya tiba-tiba saja keluar dari kamar tersebut.

"Ra-Rainer, kumohon jangan seperti ini. Kamu bisa dihukum berat jika ketahuan."

Bahkan untuk berbicara dengan nada tinggi, Celine sudah tak mampu.

"Aku akan menyimpan rahasia ini. Kamu akan aman. Tapi lepaskan aku, ya?"

Tatapan Celine semakin ngeri ketika salah satu suruhan Rainer mulai membuka pakaian atasnya. Laki-laki itu cukup tampan, badannya pun terbentuk dengan baik, tetapi demi apa pun Celine sama sekali tidak tertarik karena ia tahu bahwa nasib buruknya sebentar lagi akan datang.

"Bagaimana jika aku beri penawaran?"

"Katakan saja! Katakan saja Rainer!"

Lagi, Rainer menyeringai. Sebelum melanjutkan pembicaraan, laki-laki itu memperbaiki posisi duduknya, seakan-akan ia tengah membuat diri sendiri nyaman ditemani pemandangan langka yang menakjubkan.

"Aku hanya mengizinkan satu orang pergi dari sini. Kamu harus pilih, kamu atau Jennie yang harus aku lepaskan?"

"Tentu saja kamu harus melepaskanku!"

"Dan Jennie yang menggantikan hukumanmu?"

"Ya, ya! Tentu saja! Aku tidak peduli apa yang kamu perbuat padanya. Yang jelas kamu harus melepaskanku."

Pintu yang dibuka seseorang menarik perhatian Celine. Gadis itu membelalak saat menemukan Jennie berdiri di dekat ambang pintu ditemani suruhan Rainer tadi. Ekspresi Jennie penuh kecewa karena mendengar sahabatnya mengatakan hal yang tidak terduga. Dan Celine kehilangan kata-kata untuk membela diri.

Rainer, laki-laki itu tersenyum lebar melihat dua sahabat yang dalam sekejap menjadi renggang.

"Kamu mempermainkanku, Rainer," Celine memprotes, sedikit berharap Jennie berpikir hal yang sama.

"Aku memberikan pilihan, Celine. Dan sayangnya, aku benar-benar tidak suka dengan pengkhianat. Kamu yang melempar batu pada Fayre, lalu kenapa Jennie yang harus kuikat di ranjang ini untuk menggantikanmu?"

"Sialan! Rainer sialan!" Celine berteriak tanpa henti setelah Rainer tertawa mengejek.

Jennie yang masih syok karena kata-kata Celine, dibiarkan kembali ke kamarnya, lalu ia menangis sambil memaki-maki Celine. Ia terluka, karena ketika dihadapkan dengan pertanyaan yang serupa, Jennie memilih membela Celine tadi dan memohon pada suruhan Rainer agar meringankan hukuman Celine. Namun, tanpa perasaan Celine melakukan hal yang sebaliknya. Jennie baru tahu jika tidak ada loyalitas nyata dalam persahabatannya walau telah terjalin bertahun-tahun. Kali ini Jennie menyesal, seharusnya ia memang tidak menuruti rencana Celine untuk menyerang Fayre.

Sementara Jennie menangis dan berharap segera dilepaskan, Celine juga tengah menangis. Ia tidak tahu harus memberontak seperti apa saat pakaiannya mulai dilucuti. Celine tidak sekuat itu untuk bisa lepas dari permainan gila Rainer.

"Bagaimana kamu bisa duduk santai seperti itu saat laki-laki lain sedang menodaiku, Rainer?" bisik Celine tanpa daya.

"Menodaimu? Kamu pikir dirimu suci? Kamu itu sudah ternoda bahkan sebelum aku menyentuhmu, Celine. Sekarang aku hanya sedang membantumu merasakan sensasi yang lain. Apa kamu menyukainya?"

"Kamu gila, Rainer! Kamu gila!"

Laki-laki berhati dingin itu hanya menatap Celine yang menangis dan berteriak seperti orang tidak waras. Tidak ada perasaan terluka di hati Rainer ketika ia melihat tubuh polos Celine yang sedang dicumbu oleh laki-laki lain. Rainer tidak berniat menyuruh anak buahnya berhenti menyentuh Celine. Nyaris seluruh tubuh gadis itu kini berisi tanda merah. Desahan bercampur tangis Celine ketika sebuah alat mengisi intinya juga tidak menggerakkan nurani Rainer, ia malah terus menyaksikan ketika Celine mulai dipenuhi oleh laki-laki itu.

"Bagaimana kamu bisa setega ini, Rainer, demi perempuan asing itu."

Celine berusaha bicara walau bagian bawahnya sedang dikoyak habis-habisan dan dua buah dadanya sedang dimainkan. Gadis itu tidak bisa menikmati kegilaan ini, sehingga ia terus meneteskan air mata dan mengasihaninya dirinya sendiri.

"Yang kamu maksud adalah adikku. Dia bukan orang asing."

"Apakah dia pernah membuka paha untukmu? Senikmat apa rasanya sampai kamu menjadikanku sampah sekarang?"

Dada Rainer seketika bergemuruh. Sekali pun ia tidak pernah membayangkan hal semacam itu dengan Fayre. Ada banyak gadis yang bisa ia tiduri dan Fayre tidak pernah masuk ke dalam daftar itu. Karena bagi Rainer, darahnya dan Fayre sama. Dan ia tidak akan mengotori darah itu.

"Sebaiknya simpan saja tenagamu daripada susah-susah bicara, Celine. Karena kurasa sebentar lagi kamu akan kewalahan untuk sekedar bernapas."

Celine yang tengah ditunggangi dalam posisi berlutut menghadap Rainer tidak mengerti maksud laki-laki itu. Namun, pertanyaan dalam kepalanya segera terjawab ketika dua laki-laki asing masuk dan membuka celana. Rainer tersenyum sinis saat melihat ekspresi syok Celine dan gadis itu yang kembali menjerit histeris.

"Jika tiga orang kurang, aku masih punya banyak. Katakan saja, Celine, berapa yang kamu butuhkan untuk membuat pikiranmu menjadi bersih dan rileks."

"Gila, gila," bisik gadis itu tanpa bisa menatap Rainer, karena dua laki-laki asing itu mulai menguasai tubuh Celine.

"Aku memang gila. Dan si gila ini tidak pernah mengizinkanmu atau siapa pun untuk menghina Fayre. Seharusnya kamu tidak berpikir untuk balas dendam, Celine. Kejadian hari ini bisa saja keluar sebagai berita penculikan gadis kaya yang berujung pemerkosaan. Tentunya, tidak akan ada namaku di sana."

Rainer menunjuk kamera yang sudah terpasang sejak tadi di sudut ruang tanpa memperlihatkan wajahnya sedikit pun.

"Aku bahkan bisa mencintaimu dengan segala kegilaan yang kamu mau. Tapi sayangnya kamu menginginkan kebencian yang gila dariku. Nikmatilah."

Laki-laki itu meninggalkan ruangan Celine, tidak peduli bagaimana mantan kekasihnya menjerit dan mengiba. Kini sisa tugasnya adalah menyerang hati Jennie yang tengah rapuh agar memutuskan hubungan dengan Celine ke depannya. Dan Celine yang hari ini merasa dirinya sangat kotor tidak akan lagi memiliki tempat untuk mencurahkan isi hati.

🌼

Begitu matanya terbuka, Fayre mengira ia tengah bermimpi ditatap oleh tiga laki-laki. Gadis itu mengerjap-ngerjap, berusaha bangun dari bayangan semu itu. Sayangnya, Fayre sedang menghadapi kenyataan bahwa Liam, Nevan, dan Rudin sedang berdiri di dekatnya.

"Aku pikir ini mimpi."

"Kenapa? Apakah terlalu indah ditemani tiga laki-laki?" tanya Liam sembari membantu Fayre duduk setengah bersandar.

"Bukan. Malahan ini terlalu menyeramkan."

Liam terkekeh atas jawaban Fayre, cukup mengerti situasi macam apa yang adiknya hadapi.

Rudin tersenyum geli, menduga Fayre tengah bingung berhadapan dengan laki-laki yang ia ajak berciuman. Ia juga yakin reaksi Fayre itu juga karena pengaruh sosok laki-laki asing yang mungkin saja memiliki 'sesuatu' dengan Fayre.

Dan Nevan, ia kebingungan sendiri. Satu-satunya orang yang tidak mengerti mengapa Fayre harus menganggap situasi ini menyeramkan.

"Kurasa setelah ini akan membuat pengakuan dosa pada Tuhan, Liam. Dan aku harus bertobat," bisik Fayre ketika Liam membantunya untuk minum.

Terang saja Fayre berkata begitu. Ia tidak pernah membayangkan mengapa para laki-laki yang ia ajak 'bermain-main' ada di ruangan yang sama. Pun kehadiran Liam di tengah-tengah mereka membuat Fayre harus menyiapkan diri karena kakaknya itu sudah pasti menuntut penjelasan.

"Jadi, kamu pilih yang mana? Dua-duanya berbulu. Kamu ternyata suka yang seperti itu, ya?"

Wajah Fayre memerah karena balasan bisikan Liam. Nevan dan Rudin menatap gadis itu dengan senyuman yang pasti memiliki banyak makna. Fayre hanya bisa mengabaikan Liam, lalu menyapa dua laki-laki itu seolah-olah ia tidak pernah melalui 'hal panas' dengan keduanya.

To be continued

"Oh, Baby, I will running to you."

"I can be your heaven or ... hell."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro