DBS-7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Penawaran cinta bukanlah yang kumau

Sebab aku sudah membeku

Pun aku tak ingin seperti Medusa yang berakhir pilu

🔥

Fayre cemas, tetapi ia memilih tidak menghubungi siapa pun untuk menemaninya di ruang IGD. Jika Noah atau Lexa tahu gadis itu terlibat dengan laki-laki asing, mereka akan mulai bertanya. Apalagi jika Rainer dan Liam tahu, bisa lebih gawat lagi. Fayre memilih menyelesaikan semua administrasi sendirian di saat Nevan sedang mendapat penanganan. Perawat mengatakan Nevan tidak perlu rawat inap, ia bisa pulang, asalkan nanti di rumah ada yang membantunya untuk mengganti perban. Sekarang kecemasan gadis itu berganti setelah teringat bahwa Nevan tinggal sendirian.

"Bagaimana jika kamu menghubungi keluargamu dan meminta mereka untuk menemani?"

Nevan menatap Fayre dengan kepala sedikit miring. Gadis itu berdeham, mengusir kecanggungan karena baru saja memberi perhatian.

"Begini, kamu tinggal sendiri dan perbanmu harus diganti setiap hari."

Senyum Nevan merekah, hal itu menjadi sentilan untuk Fayre. Ia buru-buru kembali menatap lurus ke jalanan.

"Terima kasih karena sudah memikirkanku."

"Itu hanya karena kasihan."

"Aku menerima belas kasihmu. Mau sekalian berbuat baik? Aku juga bersedia jika kamu yang menggantikan perbanku."

Gadis itu melotot dan dibalas dengan tatapan tenang Nevan.

Mereka sedang dalam perjalanan pulang, tetapi arah mobil Fayre tiba-tiba berubah, batal menuju kompleks perumahannya. Ia berputar-putar tidak jelas dan semakin yakin pada satu hal saat Nevan tidak melayangkan protes.

"Siapa yang melakukan ini padamu? Apakah ada hubungannya dengan orang yang membuntuti kita sejak tadi?"

"Aku sudah menduga kamu memang pintar."

Nevan sedang terlibat sesuatu yang tidak biasa, sialnya Fayre juga ikut. Gadis itu hanya menghela napas panjang, ingin menyesal, tetapi tahu tidak akan ada gunanya. Sejak awal Fayre sudah menaruh curiga, tetapi tetap saja rasa kemanusiaannya tidak ingin mengabaikan seseorang yang terluka. Kini ia harus menanggung risiko karena sudah menjadi orang baik.

"Sejak kapan mereka ada di belakang sana?"

"Saat kamu turun dan memaksaku masuk ke mobil. Kamu berhasil mencegah mereka untuk mencelakaiku lagi."

"Astaga!"

Gadis itu menggigit bibirnya, tidak bisa membayangkan jika tadi melihat Nevan yang terluka lebih parah. Haruskan Fayre bersyukur untuk itu? Ia juga tidak tahu, tetapi yang jelas ia tidak ingin laki-laki di sampingnya mendapatkan kekerasan lagi.

"Mereka pasti sudah melihat wajahku."

"Aku turut menyesal," Nevan mengatakannya dengan sungguh-sungguh.

Yang Fayre pikirkan saat ini perlukah menerima tawaran dari Rainer? Karena Fayre yakin ke depannya ia akan terlibat hal membahayakan. Mobil di belakangnya sejak tadi terus menjaga jarak, mengikuti ke mana pun mobil Fayre mengarah.

"Kalau kamu sungguh menyesal, ceritakan padaku apa yang terjadi. Ingat, aku tidak menerima penolakan, karena kamu yang membuatku ada di situasi ini."

Ini sudah lewat dari tengah malam, sesungguhnya Fayre mulai mengantuk. Sayangnya, mobil di belakang itu membuat Fayre tidak nyaman, ia tidak ingin dibuntuti sampai di depan kompleks walaupun ada penjagaan selama 24 jam di sana. Sebisa mungkin Fayre ingin merahasiakan rumahnya, walaupun ujung-ujungnya ketahuan, karena gadis itu tahu bahwa dalang yang menyebabkan Nevan terluka akan terus memantau orang-orang di sekitar laki-laki itu.

"Mantan istriku berselingkuh dengan 'orang tinggi' dan aku melihat wajahnya."

Seketika Fayre berhasil mengunduh beberapa gambaran hanya dari satu kalimat yang Nevan berikan.

"Dia tidak ingin aku lolos karena baginya aku bisa menjadi ancaman."

"Memang setinggi apa?" Fayre penasaran.

"Kamu tidak akan bisa melawan peraturannya nanti. Dia akan mengatur berbagai kebijakan untuk ratusan juta rakyat, termasuk kita. Saat ini memang belum, tapi dia adalah kandidat yang kuat."

Informasi yang mencengangkan, karena Fayre sudah bisa memastikan setinggi apa jabatan orang itu nantinya.

"Wuah, Tuan Menyebalkan. Selamat karena sudah berhasil membuatku cemas."

"Jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu. Tadi aku hanya sedang lengah."

Laki-laki itu terlihat tenang dan percaya diri, sedikitnya membuat Fayre tidak bertambah panik setelah mendapat gambaran situasi mereka saat ini.

"Kita sudah berhenti dibuntuti."

Fayre segera memeriksa kaca spion, ternyata benar, hal itu sangat melegakan hati Fayre. Otot-ototnya yang sejak tadi menegang, kini rileks secara bersamaan.

"Bisakah kamu mengantarku ke daerah perkantoran tadi? Ada yang harus kuambil di sekitar sana."

"Kamu ingin menyetir dalam keadaan seperti itu?"

Ekspresi Fayre membuat Nevan sedikit bergidik sekaligus ingin tertawa.

"Maaf jika mengecewakanmu, tapi aku akan pulang denganmu. Aku hanya akan mengambil cinnamon."

Cinnamon lagi?

Sudah dua kali laki-laki itu mengatakan tentang cinnamon, membuat Fayre bertanya apakah Nevan sungguh menyiapkannya dan tidak melupakan janji kemarin. Dan Fayre tahu jawabannya setelah sampai di sebuah restoran dengan seunit mobil putih yang terparkir di sana. Laki-laki itu masuk ke dalam restoran yang sepi dan Fayre mengikutinya. Fayre agak terkejut saat meja dan kursi-kursi di sana berantakan; terbalik, bahkan ada satu kursi yang patah.

"Apakah ini ulah mereka?"

"Kurasa begitu. Saat aku melarikan diri, mereka mengacaukan tempat ini."

Alis Fayre mengerut, tetapi tetap memperhatikan Nevan yang terus berjalan menuju meja kasir restoran itu. Dan sebuah kotak berukuran cukup besar dengan pita putih di atasnya menambah keterkejutan Fayre.

"Untukmu," kata Nevan seraya menyerahkan kotak itu.

"Untukku? Kamu sungguh-sungguh membuatnya sendiri?"

"Aku tidak suka berbohong."

Cinnamon roll cake adalah satu-satunya hal yang paling mudah mengundang senyum Fayre. Seperti sekarang, gadis itu tersenyum semringah saat membuka kotak itu, isinya benar-benar sesuai harapan Fayre. Aroma kayu manis seketika menyergap penciuman gadis itu, menenangkan, dan mengundang nafsu untuk melahapnya dengan segera.

"Sesuka itu, ya?"

Nevan memandang takjub atas reaksi Fayre.

"Iya. Terima kasih banyak."

Tidak tahan lagi, Nevan menutup bibirnya yang sudah siap tersenyum sangat lebar menggunakan lengan  Hatinya seperti diserang melihat betapa bahagianya Fayre saat ini. Gadis itu mungkin lupa bahwa tadi ia begitu tegang saat menyetir menuju rumah sakit.

"Hei, Nona Benar. Ayo berkenalan dengan resmi."

Pandangan Fayre seketika teralih dari hadiah yang baru ia dapatkan. Tangan Nevan, menanti balasan. Sudah sejauh ini, Fayre rasa tidak ada gunanya lagi menyembunyikan jati diri. Lagi pula mereka bertetangga, cepat atau lambat Nevan juga akan tahu. Maka, Fayre meletakkan kotak itu di meja kasir dan menjabat tangan Nevan.

"Nevan Sarfaraz."

"Fayre Grizelle."

Sentuhan mereka berakhir saat Fayre memutuskannya lebih dulu. Gadis itu menatap aneh ketika Nevan menunjukkan sedikit kekecewaan, lalu Fayre mendengkus setelah menduga itu adalah salah satu cara menggoda wanita.

"Harus kupanggil siapa?"

"Aku terbiasa dipanggil Fayre."

"Bagaimana kalau Elle?"

"Kalau begitu seharusnya kamu tidak perlu bertanya."

"Oke, Elle saja. Aku suka itu, berbeda dengan orang-orang di sekitarmu."

Percuma menyahuti hal itu lagi, Fayre jadi mengubah topik.

"Ini restoranmu?"

"Begitulah. Ayo, pulang."

Fayre tidak meragukan ucapan Nevan, karena setelahnya ia melihat langsung laki-laki itu mengunci restoran. Ia juga menyuruh Fayre menunggu di pinggir jalan karena hendak memasang rantai besi panjang pada area masuk. Kini Fayre mengerti mengapa Nevan pandai memasak.

"Nah, Elle, sekarang tolong antarkan aku pulang."

Gadis itu merasa asing dipanggil Elle, tetapi ia memilih tidak menolak karena tahu laki-laki di sampingnya akan bersikap keras kepala. Mereka memulai perjalanan menuju pulang, sesekali Fayre melirik Nevan yang sepertinya tampak kelelahan. Kelemahan Fayre adalah mudah kasihan pada orang-orang yang terlihat butuh pertolongan, itu sebabnya ia tidak bisa meninggalkan Nevan di restoran walaupun mobil laki-laki itu ada di sana.

"Akan kubuatkan makan siang untukmu besok."

"Jangan bercanda. Sembuhkan saja lukamu agar tidak merepotkanku lagi."

"Kamu menarik."

"Kamu tidak."

"Akan kubuat pandanganmu berubah."

Astaga.

Pikiran Fayre kacau, ia paling tidak suka saat menyetir harus diganggu oleh hal-hal tidak penting seperti itu. Di saat ia memilih mengabaikan Nevan, laki-laki itu kembali bersuara dan membuat Fayre mempertanyakan ulang keputusannya yang tidak ingin membuka hati pada siapa pun lagi.

"Aku pernah dikhianati, tapi aku tidak membenci cinta dan semua perasaan yang bisa saja membuatku gila itu. Kamu tahu, Elle, alasannya? Karena aku percaya, tidak semua wanita seperti mantan istriku. Akan sangat tidak adil jika aku memandang sama semua wanita. Bagaimana menurutmu, Elle?"

Gadis itu memilih bungkam setelah sempat bertatapan dengan Nevan.

🌼

Begitu mendengar Fayre sudah mulai bekerja, Rion seketika mengadakan kunjungan ke hotel. Orang-orang terkejut atas kedatangan owner hotel bintang 4 tersebut. Tentu saja niatnya adalah bertemu dengan Fayre, bahkan ia sampai mau makan di kantin karyawan ketika mengetahui gadis itu sedang ada di sana. Fayre mendesah pasrah, tak bisa menolak perhatian ayah sambungnya walau beberapa orang jadi menggosipkan dirinya. Tidak semua karyawan hotel itu tahu bahwa Fayre adalah anak sambung Rion, dan ia juga tidak berniat mempublikasikannya secara langsung. Biar saja orang menilai apa, begitu pikiran Fayre.

"Kamu tidak memperpanjang cuti?"

"Aku bosan jika di rumah terus, Paman."

"Seharusnya kamu mau pindah ke rumah kami untuk sementara."

"Rainer dan Liam akan punya banyak waktu untuk menggangguku kalau begitu."

"Benar juga."

Rion tertawa, mengabaikan keterkejutan karyawan sekitar yang sedang makan siang. Beberapa orang yang sudah tahu hubungan mereka tentu saja tidak heran lagi, sebagian yang belum tahu merasa punya hal bagus untuk digosipkan.

"Apakah ada yang mengganggumu?"

Kunyahan Fayre terhenti sejenak, ia tahu yang Rion maksud adalah Andreas, tetapi Fayre malah langsung memikirkan Nevan. Sudah tiga hari mereka tidak bertemu. Bagaimana kabar laki-laki itu, penyembuhan lukanya, apakah ada orang yang berniat mencelakainya lagi, dan pemikiran lainnya terus saja bersarang di kepala Fayre.

"Tidak ada. Semuanya baik-baik saja."

"Aku senang mendengarnya. Jangan sungkan mengatakan jika butuh sesuatu."

Fayre mengangguk paham. Mereka menghabiskan makanan, tepat setelah itu asisten Rion datang mengabarkan bahwa mereka harus segera pergi.

"Paman ingin lebih lama bersamamu, tapi pekerjaan memanggil."

"Aku sangat senang Paman bisa mengunjungiku."

Kekecewaan Rion terhapus setelah mendengar ucapan Fayre. Pria itu menepuk-nepuk pelan bahu Fayre sebelum pergi. Sesaat kemudian meja Fayre sudah ramai oleh teman-temannya yang tidak sabar untuk sebuah klarifikasi.

"Astaga, Fayre. Apakah Pak Rion sugar daddy-mu?"

"Cepat ceritakan bagaimana kamu bisa mengenal orang sekaya itu!"

"Fayre, Fayre, kumohon! Berikan aku tips agar bisa mendapatkan paman-paman menawan seperti itu."

Fayre hanya geleng-geleng melihat teman-temannya yang menggila. Dan seperti biasa, ia hanya akan menjawab, "Faktor keberuntungan. Kalian mungkin akan mendapatkannya segera. Berdoa saja."

Selama ini Fayre memang merasa keberuntungannya sangat bagus. Ayah ibunya bercerai, tetapi ia malah mendapatkan tambahan kasih sayang dari dua orang. Ayah dan ibu sambungnya bahkan sering memberikan uang bulanan secara terpisah. Sesekali Rainer dan Liam juga memberikan uang jajan, kadang-kadang mengajak Fayre untuk berbelanja apa pun yang sedang gadis itu inginkan. Tidak heran teman-teman kerjanya jadi berpikir bahwa Fayre di-cover oleh seorang sugar daddy. Cincin berlian, tas bermerek internasional, dan mobil mewah tentu saja terbilang susah diraih jika hanya mengandalkan gaji seorang pekerja hotel. Bahkan bisa dibilang ia bisa menduduki jabatan asisten housekeeper di hotel itu pun berkat Rion. Fayre tidak meragukan kemampuannya, tetapi tetap saja dengan pengalamannya yang minim, untuk langsung menduduki sebuah jabatan tidaklah mudah. Namun, Fayre bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mempertahankan posisinya sehingga siapa pun tidak bisa meremehkan dirinya.

Hidupnya sesempurna itu, tetapi Fayre pernah berniat tetap menjalankan pernikahan setelah tahu betapa busuknya Andreas. Gadis itu merasa sangat bodoh.

Masih ada sisa waktu sebelum jam istirahatnya berakhir, Fayre memilih untuk memperbaiki riasan di loker. Seseorang dari belakang menyentuh pundak gadis itu, membuat Fayre terlonjak karena tidak menyadari keberadaannya.

"Kebiasaanmu tidak pernah hilang, Noah."

Fayre berdecak kesal. Ia segera menutup pintu masuk loker karyawan yang baru sedikit terbuka.

"Senang sudah melihatmu, Fayre. Semua baik-baik saja, bukan?"

"Ya, kurasa begitu."

"Katakan, apa ada masalah?"

Fayre segera menggeleng, ia tidak ingin menceritakan tentang Nevan pada siapa pun saat ini. Karena laki-laki itu masih terlalu misterius, membuat Fayre ragu untuk memberitakan keberadaan orang itu pada sahabat-sahabatnya.

"Kamu shift siang, ya? Ah, padahal aku ingin mengajakmu dan Lexa pergi nanti malam."

"Pergi saja berdua. Lexa beberapa hari ini sedang banyak pesanan, kurasa dia butuh hiburan."

Jika Fayre dan Noah memilih berkarir di hotel, lain halnya dengan Lexa. Gadis itu memutuskan untuk membuka toko pastry dan bakery. Usaha itu sudah Lexa bangun selama tiga tahun dan kini tokonya makin sering kebanjiran orderan kue ulang tahun dan berbagai perayaan lainnya. Karena belum sepenuhnya percaya pada chef pastry yang ia pekerjakan, Lexa memilih untuk tetap ikut menangani bagian dapur. Sering kali jam kerja yang tidak sama membuat sepasang kekasih itu kesulitan bertemu, untungnya masih ada Fayre yang bisa pergi dengan salah satunya saat senggang, sehingga dua orang itu tidak pernah menghabiskan waktu santainya sendirian.

"Ah, baiklah. Nanti akan kubungkuskan sesuatu untukmu."

Noah mendekati Fayre, lalu mengusap-usap pelan kepala gadis itu beberapa saat.

"Jangan bersedih lagi, ya? Kamu paling tahu aku tidak bisa melihatmu menangis."

"Noah, jaga jarak kalau di sini."

Gadis itu mendorong Noah, menghindari perhatian orang yang lalu-lalang di lorong.

"Kamu tidak takut digosipkan dengan Paman, tapi kenapa begitu takut jika tersebar gosip tentang kita?"

"Jangan bercanda, Noah. Kamu sudah punya Lexa dan orang-orang tahu itu. Nanti aku akan dikatai perebut kekasih orang."

"Memang ada yang seperti itu? Mereka tidak bisa—"

"Ehm."

Dehaman seseorang menghentikan kalimat Noah. Fayre dan Noah kompak memberi salam pada pria yang berdiri di dekat mereka. Seperti biasa, laki-laki itu berpenampilan rapi dan wangi, serta berwajah dingin. Seolah-olah siapa pun tidak bisa menyentuhnya.

"Sudah makan siang?"

"Sudah, Pak, di rumah."

"Saya sudah di kantin."

"Oh, jam kerja kalian berbeda, ya?"

Fayre dan Noah kompak mengangguk.

"Jam kerja saya hampir tiba, saya undur diri lebih dulu, Pak."

"Ya, silahkan."

Noah mengedipkan satu matanya pada Fayre sebelum masuk ke ruang loker laki-laki, menggoda karena penggemar sahabatnya sudah tiba.

"Kalau begitu saya juga pamit, Pak."

"Mau minum teh?"

Tawaran Rudin membuat Fayre bimbang.

"Tapi ini masih di hotel."

"Saya mengundangmu ke ruangan saya."

Rudin adalah asisten general manager di hotel itu. Ia mendapatkan satu kamar untuk ditempati secara pribadi. Dan Fayre diundang ke sana. Apa kata teman-temannya nanti? Setelah gosip memiliki sugar daddy, akan muncul gosip baru bahwa ia sudah menggoda seorang eksekutif hotel. Membayangkannya saja Fayre sudah penat.

"Pak, maaf, tapi—"

"Setelah pernikahanmu batal, apakah saya tetap ditolak?"

Fayre kehilangan kata-kata. Saat hanya berdua dengan Rudin, inilah yang Fayre khawatirkan. Pria itu akan mulai melancarkan aksinya untuk mendekati Fayre. Kemarin-kemarin gadis itu punya alasan, tetapi sekarang sudah tidak. Fakta bahwa pernikahannya gagal sudah menyebar dengan cepat, tentu saja karena Fayre mengundang semua rekan-rekan kerjanya termasuk Rudin.

"Jadi, bagaimana? Apakah kamu bisa mempertimbangkan saya? Tidak usah buru-buru. Saya akan menunggu."

Gadis itu mundur beberapa langkah hingga tidak sadar sudah sangat rapat dengan dinding. Rudin baru saja menyerahkan key card kamarnya pada Fayre, lalu pergi tanpa memberi Fayre kesempatan untuk memanggilnya.

Yang Fayre pikirkan saat ini kenapa para duda yang ia kenal begitu sesukanya saja? Nevan, lalu Rudin. Gadis itu mengerang, tidak tahu harus berbuat apa pada kunci di tangannya.

To be continued

Guys, kalian oleng nggak? Oleng nggak????🤣

Duda lama

Duda baru

Yang lagi dideketin oleh duda

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro