DBS-8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seharusnya aku menjauh,
Melindungi hati dari segala yang dapat membunuh

Namun, acuhmu membuatku tersentuh,
Mengundangku untuk sejenak bersauh

🔥

Setengah hari berpikir, Fayre akhirnya menerima tawaran Rudin untuk minum teh. Ia tak menyangka akan ada hari di mana memasuki ruang pribadi laki-laki itu. Beberapa pegawai yang melihat Fayre masuk ke kamar Rudin tidak memasang curiga sama sekali. Penyebabnya adalah Fayre yang masih mengenakan seragam kerja.

Jantungnya sedikit berdebar lebih cepat saat melewati pintu. Aroma segar menyergap penciuman Fayre, berhasil menciptakan lengkungan indah di bibir itu. Ia paling suka kamar yang wangi serta rapi, dan kebetulan ruangan Rudin sesuai dengan harapan Fayre saat dalam perjalanan ke sana.

Sunyi, tidak ada siapa pun di sana. Fayre yang masih berdiri di dekat kabinet penyimpanan teh berniat pergi saja ketika menemukan kemungkinan bahwa Rudin batal mengajaknya duduk bersantai. Namun, niatnya tertahan saat di meja bundar kaca itu ia menemukan sebuah catatan.

"Jangan pergi. Aku akan segera datang."

Senyum Fayre mengembang lagi, tidak menduga bahwa laki-laki dingin itu bisa mempersiapkan hal seperti ini. Ia sudah mengantisipasi jika Fayre datang lebih dulu. Padahal ada ponsel yang mempermudah segalanya, tetapi ... Fayre juga tidak keberatan dengan cara sederhana itu.

Sudah sepuluh menit Fayre duduk tanpa melakukan apa pun. Kini ia mulai jenuh, lalu memutuskan untuk berkeliling di kamar luas itu. Tentu saja Fayre tahu mana yang boleh dilihat atau tidak. Ia hanya berjalan memutari ruang tamu, sedikit mengintip bagian ruang tidur yang pembatasnya terbuka, dan terakhir ia pergi ke balkon untuk menikmati pemandangan laut biru.

Saat menyendiri seperti ini, Fayre terkadang mengingat Andreas. Syukurnya ia merasakan hatinya tidak sesakit di awal. Walau belum kering, setidaknya luka itu berangsur sembuh. Dan ketika kembali teringat pada sosok Rudin yang sejak tahun lalu menunjukkan ketertarikan, Fayre merasa tidak enak hati untuk melakukan penolakan lagi. Fayre sudah tidak ingin terlibat pada cinta sialan yang menyakitkan.

"Maaf saya terlambat."

Gadis itu terkesiap, sama sekali tidak menyadari kehadiran Rudin.

"Pak, seharusnya Anda memberikan tanda jika sudah datang."

"Saya sudah memanggilmu sebelumnya. Bukannya kamu yang melamun dan tidak memperhatikan sekitar?"

Jawaban telak. Fayre tidak dapat menyangkalnya. Ia mengikuti Rudin yang menuju kabinet untuk menyeduh teh.

"Ingin apa?"

Laki-laki itu sudah memanaskan air dan tengah menyentuh satu per satu bungkusan teh dalam kotak penyimpanan, memilih mana yang akan ia nikmati sore ini.

"English breakfast. Ada?"

"Tentu saja. Duduklah."

Dua cangkir teh segera tersaji di meja. Baik Fayre atau Rudin saling tatap dalam diam, sampai gadis itu memecahkan keheningan dengan tawanya yang mencuat. Rudin tetap mengamati Fayre, menunggu gadis itu menjelaskan aksi tidak terduga barusan.

"Saya penasaran kenapa Anda tetap mendekati saya. Apakah saya begitu menarik?"

"Memang. Kamu cantik dan saya jadi tertarik."

"Seingat saya di sekitar Anda juga banyak yang lebih cantik, Pak Rudin. Tapi kenapa saya? Bapak bahkan tidak menyia-nyiakan waktu begitu saya kembali bekerja."

"Apakah ada alasan pasti untuk perasaan yang tidak bisa diprediksi?"

Fayre menarik datar bibirnya, sedikit memiliki persetujuan untuk ucapan Rudin.

"Mau memberi saya kesempatan?"

Suasana hati Fayre cukup baik kali ini, jadi ia menanggapi Rudin dengan senyuman salah tingkah. Hal itu malah membuat Rudin mengepalkan tangan, sejujurnya sedang menahan diri karena Fayre terlihat sangat menawan ketika tersenyum.

"Pak, saya baru saja putus cinta."

"Saya bisa menyembuhkannya."

"Saya tidak yakin dengan itu."

"Mari kita buktikan."

"Caranya?" Fayre terdengar tertarik.

Jika diteliti dengan baik, sebenarnya Fayre tidak punya alasan kuat untuk menolak Rudin berdasarkan kepribadian laki-laki itu. Ia adalah atasan yang sopan pada semua karyawannya. Walau terkesan dingin, tetapi Rudin tahu kapan harus memberikan perhatian dan simpatinya pada orang-orang. Statusnya memang duda tanpa anak, tetapi itu bukan masalah untuk Fayre. Kendala gadis itu hanya satu; tidak lagi percaya pada hati laki-laki.

"Mau bermain?"

Pikiran Fayre melayang, membayangkan adegan tidak biasa. Alisnya sampai mengerut, masih enggan meyakini bahwa Rudin senekat itu untuk mengajaknya melakukan hal-hal tidak biasa di waktu pertama mereka.

"Apa? Yang kalah menuruti yang menang?"

Rudin mencondongkan tubuh, seketika Fayre diserang gugup karena senyuman laki-laki itu. Fayre akan menyiram Rudin dengan teh panas itu jika berani macam-macam. Ia bahkan sudah memegangi cangkir, bersiap atas situasi selanjutnya.

"Manfaatkan saya sebanyak yang kamu mau. Bermainlah dengan saya. Lalu rasakan apakah kamu senang atau tidak ketika kita bersama."

Alih-alih marah, Fayre malah tertawa kencang. Selama satu tahun bekerja di lingkungan yang sama dengan Rudin, sedikit banyak Fayre memang sudah tahu sifat terus terang Rudin. Dan kini Fayre menghadapinya secara pribadi.

"Jika saya tidak salah tangkap, Anda bersedia melakukan apa pun yang saya minta."

"Benar."

"Berikan saya alasan yang masuk akal. Baiklah, saya tahu Anda sudah menyukai saya sejak lama. Tapi pernyataan Anda barusan menurut saya cukup tidak masuk akal. Siapa yang bersedia dimanfaatkan tanpa imbalan?"

"Kamu tahu Fayre, untuk mendapatkan seseorang harus ada yang dikorbankan. Saya yakin bukan harta yang kamu butuhkan dari saya. Dan aset yang paling berharga bagi saya adalah waktu dan diri saya sendiri. Anggap saja ini bagian uji coba gratis. Ambil jika suka, kembalikan jika tak berkenan."

Suhu pendingin di ruangan itu adalah 19 derajat celcius, tetapi Fayre malah berkeringat saking panasnya obrolan mereka. Fayre sampai tidak mampu berkata-kata menanggapi kegilaan Rudin. Topik tentang memanfaatkan itu berlalu begitu saja karena Fayre enggan bersuara. Mereka menandaskan teh ditemani kudapan yang Rudin bawa dari restoran hotel. Saat hendak undur diri, bel pintu berbunyi. Fayre bertanya lewat tatapan mata dan Rudin menyahutinya dengan santai.

"Sebelum membiarkan seorang gadis pulang, bukankah saya harus menjamunya?"

Sia-sia Fayre membeku sejak tadi jika akhirnya ia terlibat lebih lama lagi dengan Rudin. Laki-laki itu sudah memasan hidangan makan malam, lengkap dari pembuka sampai makanan penutup. Dan Fayre tidak bisa menolaknya.

"Pasti gosip sudah mulai tersebar," kata Fayre setelah pegawai room service pergi.

Jika hanya sekadar bicara, Fayre yakin tidak akan ada yang curiga. Namun, sampai menikmati makan malam berdua di kamar pribadi, gadis itu tahu mulai besok kehidupannya akan mengalami perubahan. Semoga saja tidak terlalu buruk, harap gadis itu.

"Biarkan saja. Kita sama-sama tidak memiliki pasangan. Siapa yang akan mempermasalahkannya?"

Lagi-lagi Rudin benar dan Fayre bungkam. Ia menikmati hidangan sambil diam-diam memperhatikan atasannya itu. Di antara 1-10, fisik Rudin memiliki nilai 9.5 di mata Fayre. Satu, tinggi laki-laki itu melebihi Fayre, kriteria wajib jika ingin menjadi kekasih Fayre. Dua, beretika. Tiga, bersih. Empat, wajah tampan dan  berat badan proporsional . Lima, memiliki pekerjaan bagus. Enam, memiliki rahang yang dipenuhi bulu-bulu pendek. Laki-laki itu memiliki semua yang Fayre inginkan, tetapi bagi Fayre yang sudah bersumpah tidak akan menikah, tentu saja nilai tinggi Rudin tidak ada artinya lagi.

"Saya pernah bersumpah tidak akan menikah," Fayre membuka percakapan.

Ia fokus menatap makanan penutupnya tanpa memperhatikan Rudin.

"Manusia sering berubah pikiran. Itu normal."

"Pak, tadi Anda menawarkan diri untuk dimanfaatkan. Bagaimana jika saya benar-benar melakukannya?"

Gadis itu memainkan pinggiran piring panna cotta-nya, lalu menatap Rudin yang sejak tadi memperhatikannya.

"Saya tidak keberatan."

Fayre tersenyum geli pada pengakuan yang akan ia buat.

"Walau saya terlihat polos, sebenarnya saya cukup liar. Saya sering membayangkan hal-hal intim, walau imajinasi itu tidak berhasil saya wujudkan. Apakah Anda yakin masih bersedia saya manfaatkan?"

Bersama Andreas, Fayre memang sudah melakukan banyak hal. Namun, biasanya Andreas yang memegang kendali, membuat Fayre mengubur fantasi liarnya karena tidak diberi kesempatan. Kali ini ia tidak berniat main hati, ia hanya mengambil tawaran Rudin, dan menyelesaikannya setelah puas.

"Saya tidak sabar melihat betapa liarnya kamu."

Rudin memundurkan kursi, memperbaiki posisinya agar lebih santai, seakan-akan mengundang Fayre untuk mendekat dan melakukan apa pun yang gadis itu inginkan. Fayre menepuk dahinya, terkejut ia bersedia bermain sejauh ini dengan Rudin. Namun, ia sudah melangkah dan ia tidak akan mundur.

"Maaf karena sudah mengambil kesempatan yang Anda tawarkan, Pak."

"Saya tidak keberatan."

Gadis itu memasukkan sesuap panna cotta ke mulutnya, ia berdiri dan menghampiri Rudin. Satu lutut Fayre berada di antara kedua paha Rudin yang terbuka lebar, gadis itu lalu mencengkeram kerah kemeja Rudin, kemudian menariknya agar wajah mereka semakin dekat. Senyum laki-laki itu membuat Fayre tidak berniat mundur sama sekali. Fayre merapatkan bibirnya dengan Rudin, memasukkan panna cotta dari mulutnya, dan melumat bibir yang terasa manis itu secara perlahan-lahan.

Fayre menikmati ciuman itu, karena Rudin tahu cara mengimbanginya. Terlebih Fayre dibuat terkesima ketika Rudin mengubah posisi dengan membaringkan Fayre di meja. Entah kapan laki-laki itu menggeser piring-piring, Fayre tidak tahu. Ia terlalu larut dalam sentuhan yang mulai menggetarkan tubuhnya.

"Mau menginap?" tawar Rudin dengan jemari yang membelai bibir Fayre.

Laki-laki itu berada di antara paha Fayre yang terbuka, tetapi tidak mengambil kesempatan untuk menyentuh Fayre lebih dalam. Rudin menunggu persetujuan sang gadis.

"Maaf mengecewakan Anda. Tapi saya akan pulang."

Bukannya kecewa, laki-laki itu malah tetap tersenyum dan menarik Fayre untuk duduk. Kalau boleh jujur, Fayre sudah merasakan panas yang tak biasa, tetapi ia tahu harus berhenti dan merasa cukup dengan adegan tadi.

"Mau saya antar?"

"Saya membawa mobil."

"Kalau begitu, bawa saja kunci itu. Datanglah kapan pun kamu mau."

Sejak tadi Fayre merasa ia-lah yang memegang kendali. Namun, saat Rudin menggigit pelan daun telinga Fayre, gadis itu tahu bahwa Rudin memang benar-benar sedang rela dimanfaatkan.

To be continued

Hahahaa. Apaan nih Putrie W tiba-tiba update yang isi sedikit anu?🤣🤣🤣

Mungkinkah Fayre bakal stay di kamar Rudin?🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro