DBS-9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tatapmu membakarku
Suaramu menuntunku pada muara indah itu

Tapi ....
Akhir apa yang akan kita punya ketika aku dan kamu tahu ini hanyalah kesalahan semata kala aku jemu?

🔥

Fayre mendesah panjang dalam perjalanannya menuju loker untuk berganti pakaian. Gadis itu tak percaya sudah berciuman dengan atasannya dan sedikit mewujudkan imajinasi liarnya selama ini. Karena bersama Andreas, Fayre tak pernah dibiarkan memimpin. Hal itulah yang membulatkan tekad Fayre untuk menjadi gadis yang penurut. Selama ini sisi liarnya nyaris mati, tetapi dengan mudahnya Rudin membangkitkan itu. Laki-laki itu menyerahkan diri tanpa perlawanan, membuat Fayre yang sedang butuh hiburan mendapatkan angin segar luar biasa. Yang lebih membuat Fayre kesal, ia sama sekali tidak menyesal, malah menikmatinya. Ia tengah berpikir apakah besok akan mampir lagi ke kamar Rudin untuk mendapatkan sebuah ciuman basah.

"Kamu gila, Fayre. Benar-benar gila."

Gadis itu menepuk-nepuk dahinya sendiri, berusaha mengendalikan pikiran liar yang enggan pergi sejak tadi.

"Fayre? Kamu masih di sini?"

Wajah Fayre seketika kaku mendapati Noah baru saja keluar dari loker laki-laki. Dari banyaknya orang yang bisa saja ia temui, Fayre heran kenapa harus Noah yang muncul. Dengan begini, laki-laki itu akan segera mengetahui alasan Fayre masih berada di hotel.

"Sekarang aku akan berganti pakaian dan pulang, Noah."

Fayre hendak mengabaikan Noah dan segera masuk ke loker wanita, tetapi sahabatnya itu tentu saja tidak akan mempermudah Fayre. Noah memegangi kerah atasan Fayre, menahan langkah gadis itu dengan seketika.

"Kamu kira bisa kabur, Fayre? Ke mana saja kamu dari tadi? Jangan bilang kamu lembur, karena aku tidak melihatmu di sepanjang koridor hotel ataupun di kantor."

Masih ingin menyembunyikan rahasia itu, Fayre memasang senyum lebar.

"Aku hanya ada di suatu tempat tadi. Itu saja, Noah."

"Kamar nomor berapa?"

"Apa?" Fayre terkejut pada pertanyaan Noah.

"Kamu ada di kamar nomor berapa tadi? Biar kucari tahu siapa yang menghabiskan waktu denganmu."

Sepertinya Fayre tidak bisa terus-terusan mengelak. Noah adalah asisten manajer front office. Tentu saja laki-laki itu punya wewenang untuk memeriksa nama dan identitas orang-orang yang menginap di hotel itu. Fayre hanya tidak siap melihat reaksi Noah yang sudah pasti menggila jika mengetahui bahwa kebiasaan buruk Fayre kali ini muncul lagi.

"Laki-laki? Wanita?" Lagi, Noah mencari tahu.

"Astaga, Noah, itu bukan hal yang penting."

Fayre mendorong sahabatnya untuk menjauh, sedetik kemudian laki-laki itu kembali mendekat setelah menemukan keanehan pada diri Fayre. Gadis itu memasang tatapan curiga saat Noah belum juga mengatakan apa-apa.

"Fayre, kita mengenal sejak lama. Tidak ada yang bisa berbohong di antara kita. Jujur padaku, kamu melakukannya dengan siapa?"

"Apa maksud—"

"Ini. Maksudku ini."

Noah menyentuh pinggiran bibir Fayre yang pewarnanya tidak rapi. Gadis itu sontak menepis tangan Noah, lalu menggosok-gosok pinggiran bibirnya demi melenyapkan bukti tersebut.

"Ini hanya bekas soda."

"Heh, kamu kira itu akan berhasil menipuku? Cepat katakan, siapa orangnya? Mengapa dia sangat berani memaksamu?"

Jika tidak dihentikan, Noah benar-benar akan mencari tahu sampai ia mendapatkan hasil. Dan Fayre hanya bisa mengaku jika tidak ingin sahabatnya melakukan hal-hal gila demi memuaskan keingintahuannya.

"Rudin."

"Kenapa dengan Pak Rudin?"

"Aku menciumnya dan sejak sore ada di kamarnya."

Wajah Fayre panas mengakui itu di depan Noah, sedangkan sahabatnya sedang mencerna informasi hingga tidak berekspresi apa pun untuk sesaat.

"Kamu sudah hilang akal, Fayre? Kamu tidak menyukainya."

"Tapi dia menyukaiku, Noah."

"Ya, aku tahu. Dan apa? Apa itu mengubah fakta bahwa kamu berciuman dengan seseorang yang tidak kamu sukai?"

Tentu saja tidak, Fayre tahu itu, tetapi ia punya alasan yang pastinya membuat Noah makin terkejut.

"Noah, aku baru saja patah hati."

"Aku juga merasakannya, Fayre."

"Rudin menawarkan sedikit kehangatan dan aku menerimanya."

"Apakah putus dari Andreas membuat kegilaanmu kambuh?"

Tanpa banyak berpikir Fayre mengangguk. Noah kebingungan harus memberi tanggapan bagaimana. Di satu sisi ia senang Fayre bisa melupakan patah hatinya, di sisi lain Noah resah membayangkan Fayre yang mencari hiburan lewat laki-laki. Menjalin hubungan dengan Andreas memang banyak mengubah kepribadian sahabatnya, tetapi Noah tak menyangka jika Fayre bisa kembali  melakukan hal intim seperti berciuman dengan seseorang yang bukan kekasihnya.

"Sudahlah. Besok kita bicarakan lagi. Kamu masih harus bekerja. Sana, sana."

Karena ucapan Fayre benar, Noah terpaksa meninggalkan gadis itu. Dan Fayre merasa dadanya sangat lega setelah lepas dari tatapan tajam Noah sejak tadi. Ia benar-benar masih bisa merasa terintimidasi jika Noah sedang dalam mode serius. Mulai dari sekarang ia harus bersiap pada ceramah laki-laki itu dan yang pasti Lexa juga akan segera melakukan yang sama. Bahkan Fayre belum sampai ke parkiran saat Lexa menghubunginya. Secepat itu berita tentang dirinya tersampaikan.

"Halo, Sayangku. Aku sungguh merindukanmu. Bagaimana jika aku mampir?"

"Lihatlah siapa yang sedang bicara. Gadis yang baru saja mendapatkan ciuman panas, huh?"

Tawa Fayre tidak tertahan karena nada Lexa yang benar-benar terdengar kesal.

"Lexa, aku sedang berusaha menyembuhkan patah hatiku. Ayolah, ini tidak masalah, bukan?"

"Kamu bilang tidak percaya lagi dengan laki-laki, Fayre."

"Itu sebabnya aku hanya akan bermain-main, Lexa. Ini hiburan yang menyenangkan."

"Astaga. Seharusnya aku tidak mengkhawatirkanmu setelah gagal menikah. Siapa yang tahu kamu bisa membaik dengan sebuah ciuman?"

Fayre tertahan untuk membuka pintu mobil karena kata-kata Lexa. Lexa benar, perasaan Fayre saat ini membaik, tetapi tentu saja akan lebih bagus jika Fayre tidak pernah merasakan sekarat itu. Jika ia tidak mengalami perihnya hati yang patah, kejadian tadi pun tidak akan terjadi. Fayre tak perlu mencari pelarian untuk hatinya yang tidak lagi utuh.

"Aku suka ciumannya."

"Kamu menggelikan."

"Kurasa besok akan mencarinya lagi."

"Semoga Tuhan segera menyembuhkanmu, Fayre."

Hanya Fayre yang tertawa, sedangkan Lexa masih terheran-heran pada sikap sahabatnya itu.

Karena tak ada yang Fayre tuju selain rumah, gadis itu menghampiri sang sahabat di toko kuenya. Ia tak keberatan untuk diceramahi, apalagi setelah Fayre menyuruh pegawai Lexa untuk membungkus lima pastry dan dikirimkan lewat kurir untuk seseorang. Lexa tidak masalah sahabatnya memberikan hadiah kecil untuk seseorang, tetapi gadis itu tidak percaya setelah membaca pesan yang Fayre tulis sendiri.

'Aku suka yang tadi. Apakah besok ada yang lebih menarik?'

Wajah Lexa merah karena menahan kesal dan Fayre hanya tertawa melihatnya.

"Kamu benar-benar sudah tidak waras, Fayre."

"Kuharap Tuhan selalu memberimu kesabaran untuk bersahabat denganku, Lexa."

Pada akhirnya Lexa menyuruh Fayre untuk makan pastry sebanyak-banyaknya sebagai bentuk hukuman. Dan Fayre benar-benar akan muntah karena terus dipaksa makan.

Terkadang dalam persahabatan akan ada orang yang 'tidak waras', tetapi bisa jadi itulah alasan mengapa hubungan itu tetap ada meski ratusan purnama telah terlewati.

🌼

Lelah diceramahi oleh Noah dan Lexa melalui pesan beruntun, Fayre kehilangan minat untuk kembali menggoda Rudin. Ia tidak datang ke kamar laki-laki itu walau Rudin sempat menghubunginya. Fayre memikirkan baik-baik perkataan dua sahabatnya dan mereka tidak salah, hanya saja Fayre merasa tidak yakin bisakah ia menahan diri jika bertatapan dengan Rudin setelah mengetahui bahwa bibir laki-laki itu ... terasa nikmat.

"Astaga, Fayre. Berhentilah memikirkan bibir laki-laki!" Fayre meneriaki dirinya sendiri. Ia juga gemas karena kepalanya diisi hal kotor semacam itu.

Jalanan ibu kota yang ramai di malam Minggu membuat Fayre berpikir keras hendak ke mana. Ia lelah sudah bekerja seharian, tetapi pikirannya butuh hiburan. Fayre tidak ingin menganggu Noah dan Lexa yang akhirnya bisa berkencan berdua. Gadis itu juga segan mendatangi rumah orang tuanya, karena memikirkan bahwa mereka bisa saja sedang bermesraan dengan pasangan masing-masing. Rainer dan Liam, Fayre kini mempertimbangkan untuk menggangu dua orang itu. Ia akan memastikan apakah mereka sedang ada janji atau tidak. Setidaknya dengan kedua kakaknya Fayre tidak akan terlalu merasa bersalah jika sedikit mengganggu.

Fayre menepikan mobil demi keselamatan bersama. Dimulai dari Liam, laki-laki yang terkesan kejam dari wajahnya itu tidak langsung menjawab. Fayre menduga Liam sedang ada kesibukan. Namun, ketika hendak mematikan panggilan, Fayre tersambung dengan suara seseorang.

"Kenapa kamu menghubungi kekasihku?"

Itu suara Jennie, pikir Fayre.

"Kamu bersama Liam? Baiklah, aku tidak akan mengganggu."

"Bisakah kamu berhentilah mengganggunya? Karenamu hubunganku dengan Liam memburuk."

"Aku tidak bersalah, Jennie. Jangan membuatku kesal atas tuduhanmu yang tidak penting itu.

"Jennie, sudahlah. Matikan panggilannya. Akan bahaya kalau Rainer melihatmu."

Alis Fayre mengerut, tengah mencerna suara barusan. Lalu ia teringat bahwa itu adalah suara pacar Rainer yang merupakan sahabat Jennie. Fayre berdecak, baru saja ia melakukan kesalahan dengan mendengar suara orang-orang yang memperburuk suasana hati.

"Dengar, Fayre, aku tidak suka jika kamu menghubungi Liam. Urusi saja dirimu sendiri, Jalang. Aku berharap kamu—"

"Kamu menjawab panggilan di ponsel adikku? Dan itu Fayre? Kamu menghinanya?"

Mendadak Fayre tegang karena mendengar suara Rainer. Gadis itu sedang membayangkan kemarahan laki-laki yang berwajah lugu, tetapi sebenarnya suhu itu.

"Rainer, dengarkan penjelasanku."

"Fayre? Kamu masih di sana?"

"Ya."

"Kamu baik-baik saja?"

"Jangan berlebihan, Rainer. Dia tidak memukulku."

"Tapi menghinamu. Sialan. Aku paling benci ada yang meremehkan adik-adikku."

Fayre berniat menenangkan Rainer, tetapi laki-laki itu mengakhiri panggilan dengan mengatakan hendak menyelesaikan permasalahan dengan Jennie. Gadis itu menatap layar ponselnya dengan hampa, tidak paham mengapa ia harus dicurigai saat tidak mengatakan apa-apa. Celine pun sama, walau beberapa kali bertemu ia tidak pernah terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan seperti Jennie, tetapi Fayre ingat pernah dipermalukan saat menghadiri pool party yang diselenggarakan oleh anak dari rekan bisnis Rion. Ketika itu Fayre berdiri di pinggir kolam, ia baru saja ditawari minum oleh seorang pelayan. Namun, tidak disangka dari belakang seseorang menabrak Fayre dan mengakibatkan gadis itu tercebur ke kolam bersama segelas wine. Fayre hanya tidak sengaja melihatnya bahwa di salah satu sudut ada Celine yang sedang menyeringai, seolah-olah puas akan pemandangan itu.

"Tidak bisakah aku hidup damai? Argh! Memang siapa yang mau merebut Rainer dan Liam? Menyebalkan!"

Gadis itu berteriak sekali lagi, lalu hendak memulai perjalanannya. Sialnya, hujan tiba-tiba turun dengan sangat deras. Ia menatap pemandangan di luar sana dengan nelangsa. Kalau tahu akan turun hujan selebat itu, Fayre memilih menghabiskan waktu di kamar Rudin saja.

Ia belum makan malam, perasaannya kacau, minatnya mencari cinnamon pun tiba-tiba lenyap karena suara guntur itu. Fayre memilih pulang dengan tangan kosong, tetapi ia sangat terkejut saat melihat seseorang baru saja menjauh dari rumahnya. Nevan. Laki-laki itu tadi berdiri dengan payung hitam dan di tangannya yang lain ia menenteng sebuah tas besar. Fayre membunyikan klakson, tetapi Nevan tidak menengok ke belakang, jalannya sangat cepat. Dugaan gadis itu adalah Nevan ingin segera sampai di rumahnya.

Karena Nevan sudah pergi, Fayre sudah menurunkan kaca mobil untuk membuka pintu pagarnya. Namun, ia teringat bahwa Nevan tadi membawa sesuatu yang kemungkinan sengaja ingin diberikan untuk dirinya. Gadis itu menekan lagi tombol penutup pagar, lalu melajukan mobilnya ke blok sebelah.

Hujan masih sangat deras dan Nevan tidak juga keluar walau Fayre sudah membunyikan klakson berkali-kali. Sudah telanjur datang, Fayre pantang pulang dan turun dari mobil untuk menekan bel. Tubuh gadis itu menggigil karena butuh waktu sepuluh menit bagi Nevan untuk muncul. Laki-laki itu sempat terbelalak melihat Fayre yang basah kuyup.

"Kamu tuli, ya?!" hardik Fayre begitu Nevan menariknya untuk masuk.

"Aku pikir tadi mantan istriku."

Fayre mengabaikan ucapan Nevan dan mengekori laki-laki itu untuk masuk.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Tentu saja untuk menemuimu. Astaga, aku sangat kedinginan."

Tak henti gadis itu menggosok-gosok telapak tangannya, berusaha menghangatkan diri. Gerakannya seketika terhenti saat menyadari Nevan menuntunnya masuk ke sebuah kamar. Gadis itu menyipitkan mata, bertanya apa maksud tindakan Nevan.

"Kamu basah dan kedinginan. Mandilah. Akan kusiapkan pakaian ... seadanya."

Yang ada di bayangan Fayre adalah ia memakai kemeja putih Nevan, tanpa pakaian dalam. Dan imajinasinya benar-benar terwujud karena tidak ada lagi yang cocok untuknya selain kemeja itu. Nevan yang juga sudah berganti pakaian menjadi sedikit salah tingkah saat Fayre melangkah keluar dari kamarnya. Rambut sebahu gadis itu tergerai basah. Nevan dapat melihat masih ada beberapa tetes air yang jatuh dari ujung-ujung rambut Fayre. Ia meneguk liurnya dengan cepat setelah dengan sengaja menatap bagian menonjol tubuh Fayre dan paha gadis itu yang terlihat mulus.

Pikirannya sedikit kacau karena terbawa suasana yang sangat mendukung untuk berfantasi.

"Aku sudah menyiapkan teh. Kemarilah."

Berusaha terlihat normal, Nevan mengajak Fayre duduk di bar dapur. Gadis itu meletakkan kedua tangannya di cangkir, mencari kehangatan yang membuatnya menarik sudut bibir. Nyaman, seperti ia sedang ada di rumah sendiri.

"Aku tadi melihatmu berdiri di depan rumahku."

"Aku berniat membawakanmu cinnamon. Kamu baru pulang kerja?"

Fayre mengangguk. Ia mengambil cinnamon di hadapannya tanpa permisi. Nevan tersenyum puas melihat gadis itu begitu bersemangat saat mengunyah.

"Sejujurnya aku sangat lapar."

"Mau aku buatkan sesuatu yang cepat?"

"Ah, tanganmu masih sakit, bukan?"

Padahal Fayre ingin menanyakan keadaan laki-laki itu, tetapi karena lebih dulu mengurus diri setelah kehujanan, ia jadi melupakannya.

"Sudah tidak terlalu sakit. Tunggulah sebentar saja."

"Kalau begitu, maaf merepotkanmu."

Laki-laki itu segera berdiri dan berada di seberang Fayre untuk memasak sebelum tamunya berubah pikiran. Fayre sendiri sedang tidak berniat untuk berdebat dan menolak semua penawaran Nevan, termasuk kemeja kebesaran yang jika dilihat-lihat lagi malah seperti pakaian malam untuk menggoda kekasih. Ia menutup matanya sejenak, merutuki diri karena bisa-bisanya membayangkan hal gila dengan orang asing itu. Namun, sungguh, Fayre sedikit demi sedikit kehilangan akal ketika bagian dalam pahanya merasakan dingin akibat tidak memakai penutup.

Ada satu hal yang sangat Fayre benci; hujan. Suasana dingin dan suara berisik yang menenangkan itu selalu saja menggoda jiwa Fayre untuk mencari kehangatan tak biasa. Setiap kali hujan dan sedang berada di rumah, Fayre akan mati-matian mengalihkan pikirannya. Dan sekarang ia malah terjebak dengan laki-laki seksi yang sedang memasak. Fayre bertanya dalam hati mengapa Tuhan memberi ujian sesulit itu untuknya.

"Tunggulah sebentar lagi. Spaghetti-mu akan siap."

"Aku tidak sabar untuk memakanmu," kata Fayre pelan.

"Hah? Kamu bicara sesuatu? Aku tidak dengar."

Nevan tidak menoleh pada Fayre karena sedang mengaduk mi. Gadis itu tersadar sudah salah bicara dan tertawa kecil atas kebodohannya barusan. Saat ini Fayre bingung haruskah melarikan diri supaya tidak memakan Nevan? Namun, melewatkan pemandangan seindah ini, sungguh Fayre tidak rela.

"Aku tidak sabar memakannya. Apakah masih lama?"

Baiklah, Fayre sudah tidak terkendali. Ia turun dari kursi dan mendekati Nevan. Aroma woody dari laki-laki itu membuat Fayre mendesah pelan.

Kenapa laki-laki ini sangat seksi? pikir Fayre.

"Sudah jadi."

Fayre sengaja bersandar di samping Nevan ketika laki-laki itu sedang menata makanan di piring. Paha Fayre sedikit terbuka dan Nevan melihatnya. Sesaat pandangan mereka bertemu, lalu terputus karena Nevan mengalihkan pandangannya.

"Kamu tidak keberatan membiarkan seorang gadis ada di rumahmu saat hujan sangat deras di luar sana?"

"Kenapa? Apakah Nona Elle sedang terpikirkan sesuatu?"

"Kurasa begitu."

"Bolehkah aku tahu apa itu?"

Nevan mencuci tangan setelah selesai dengan piring spaghetti itu. Ia mendekati Fayre, lalu mengurung gadis itu dengan kedua tangannya. Nevan tak bisa berhenti menatap Fayre yang tengah menggigit bibir.

"Nevan, sepertinya aku harus pulang."

"Kamu takut jika aku menyentuhmu?"

"Bukan, tapi sebaliknya. Aku khawatir jika aku tidak bisa mengendalikan diri."

Tawa Nevan pecah, apalagi Fayre terlihat sangat resah saat ini, seolah benar-benar sedang menahan diri.

"Kamu sensitif pada hujan, ya?"

Syaraf-syaraf Fayre menegang saat Nevan menyentuh lehernya dengan perlahan. Tatapan laki-laki itu menyalakan api dalam diri Fayre. Hawa dingin di sekitarnya berubah menjadi panas dalam sekejap. Fayre mulai tidak berdaya pada situasi ini.

"Butuh kehangatan?"

Bisikan laki-laki itu menyalakan alarm dalam diri Fayre. Ia tidak ingin kabur di saat seperti ini. Ia harus menuntaskan keinginan besar itu.

"Aku tidak menyangka kamu punya sisi seperti ini, Elle. Kamu bahkan tidak mampu berkata-kata."

Mata Fayre terpejam saat Nevan meniup telinganya. Gadis itu merinding dan merasakan ngilu di tubuh bagian bawahnya. Bahkan Fayre tidak berkutik saat Nevan mengangkat tubuhnya untuk duduk di dekat kompor yang tadi menyala. Nevan tersenyum kala Fayre secara otomatis melebarkan kaki.

"Biasanya apa yang kamu lakukan?"

"Mengalihkan pikiranku," sahut Fayre susah payah karena Nevan terus mengembuskan napas di lehernya.

"Kalau begitu, ini akan jadi pengalamanmu yang menyenangkan."

Desahan Fayre tak bisa ditahan ketika Nevan menahan punggung gadis itu, lalu meraih tangan kirinya untuk diletakkan di bagian tubuh Fayre yang sangat sensitif. Saat gadis itu akan menarik tangan, Nevan mencegahnya.

"Aku tahu kamu butuh kehangatan, Elle. Mulailah bergerak."

"Ta-tapi aku tidak tahu caranya."

"Ikuti saja instingmu. Perlahan-lahan kamu akan tahu harus bagaimana."

Saran Nevan membuat Fayre bingung, tetapi ia mengikutinya. Alhasil Fayre menggigit bibirnya saat ia mulai menyentuh dirinya sendiri. Desahan gadis itu membuat Nevan terbakar hingga sedikit mengerang.

"Aku sudah tertarik saat  pertama kali melihatmu. Di bawah cahaya bulan yang remang-remang, saat itu kamu benar-benar bercahaya, Elle."

Napas Fayre bertambah berat seiring gerakan jemarinya yang teratur dan iringan kata-kata Nevan. Ia belum pernah melakukan ini sebelumnya sehingga tidak tahu bahwa rasanya begitu menyenangkan.

"Aku berpikir kita tidak akan bertemu lagi, tapi aku salah. Bahkan aku tidak pernah membayangkan bisa sedekat ini denganmu."

Bokong Fayre bergerak tidak teratur, ia menikmati sensasi baru yang menghancurkan seluruh akal sehatnya.

"Kamu sangat seksi, Elle. Aku seperti akan mati saat ini karenamu."

Gadis itu mendongak, semakin tak tahan pada rasa basah dan ngilu yang menjalar di seluruh tubuhnya. Ia benar-benar seperti orang kesetanan karena tak bisa menghentikan diri untuk mengejar kenikmatan itu.

"Akan kuingat hari ini selamanya, Cantik."

Setelah kalimat itu selesai, Nevan memberikan kecupan lama di leher Fayre. Nevan belum menjauhkan bibir dan ternyata gadis itu mulai melenguh panjang sambil meremas kuat-kuat kaus Nevan. Desahan dan napas berat Fayre membuat Nevan tersenyum dan menghadiahi gadis itu sebuah kecupan lagi di leher. Ia menatap Fayre yang terengah-engah, lalu menarik tangan gadis itu.

"Kamu puas?"

Fayre mengangguk pelan.

"Aku juga puas."

Baru saja Fayre akan bertanya maksud laki-laki itu, ia hanya mampu membekap bibirnya karena ... Nevan memasukkan jari-jari basah Fayre basah ke dalam mulutnya ditambah tatapan yang enggan terputus dengan Fayre.

Astaga! Dia seksi sekali! pekik Fayre dalam hati dengan wajah panas dan hasrat yang perlahan naik, lagi.

To be continued

Selamat nganu, Bestie. Jangan lupa tinggalin jejak.

Lagi?

Gas, Bang.

Wkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro