A

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng






Ting'

Octave pertama dengan not B dalam piano berdeting nyaring mengisi ruangan.

Piano hitam dengan pahatan burung serta pohon surga pada bagian kap indahnya, kaki kakinya begitu kokoh dan cantik berdiri dengan elegant, not not yang berderet rapih di selingi beberapa not yang sudah terlukis bunga bunga untuk menghiasinya. Menebak, piano ini sudah berkisar sejak beberapa abad lalu. Jika di perhatikan lebih detail pada bagian dalamnya, alat musik ini masih menggunakan metode lama dengan pedal yang terkesan rumit dan dibuat tidak terlalu berguna.

Sebagai murid dari kelas alat musik terlebih memilih piano sebagai konsentrasinya walau sering kabur dari pelajaranya, jelas aku merasa tertarik menyentuh piano di tempat asing seperti ini.

"Kamu menyukainya, nona?" Kepala pelayaran, mr. Barron menghampiriku dengan topi ala bajak lautnya, jangan lupakan si Jo's burung kakak tua bewarna hijau yang bertengger di bahunya dengan setia.

Aku duduk pada kursi piano, "menarik. Aku tidak menyangka kau mempunyai piano classic di hall room kapal mu." Ujarku membalas sapaanya.

Mr.Barron tertawa dengan lepas, "itu karena nona sendiri mengurung diri di kamar nona selama perjalanan ini. Ada banyak tempat yang indah di Athlac."

Kapal mewah yang sedang ku naiki bernama Athlac, kapal paling indah sekaligus kesayangan pelaut handal mr.barron. Kapalnya indah, tapi aku enggan berkeliling sejak 7 hari lalu ketika kapal mulai berlayar, aku terlalu gugup dan takut pada perjalananku sendiri yang pertama. Menghabiskan di dalam kamar sambil mencorat coret segala sesuatu, memandangi pemandangan dari jendela lingkaran kecil, memperhatikan lumba lumba sesekali muncul ke permukaan.

Detik detik sebelum tujuanku sampai, akhirnya aku keluar dengan beberapa kotak koper miliku. Ketika para pelayan mempersiapkan barang barangku, barulah aku bisa melihat hallroom yang ternyata jauh lebih indah dari pemikiranku sekilas.

"Bolehkah?" Mr.barron menunjuk space kosong di kursi panjang yang sedang aku duduki, di hadapan piano tua miliknya.

Aku menganguk, menarik kain pakaianku agar tidak menganggunya saat duduk di sebelahku.

Sebenernya tidak berniat bermain dengan serius, jadi aku menekan asal not piano dan memainkan lagu instrumental kesukaanku dulu, lagunini selalu di mainkan oleh grandma kami saat malam natal. Aku tidak lupa bagaimana seluruh keluarga kami menari dengan indah di tengah ruang tengah yang megah, saling bercanda gurau menikmati hidangan lezat yang di buat oleh ahli pemasak.

Mr.Barron satu satunya pelaut yang di percayai keluargaku untuk pelayaran, pengalamanya hebat tak tertandingi, ia lahir di tengah laut sehingga takdir pelaut memang sudah diberikan kepadanya. Ia sudah berpuluh puluh kali menyebrangi benua lautan dengan kapal miliknya, bertemu dengan ratusan ombak ganas yang berniat menengelamkanya, menghadapi cuaca ekstrim hingga wabah seperti tikus yang memakan bahan makanan mereka. Mr.barron adalah laut itu sendiri, begitu kata ibuku.

"Bagaimana menurutmu, Athaholland?" Aku bertanya padanya tentang apa yang ada di otaku soal pertanyaanku dari jauh jauh hari, mengetahui bahwa mr.barron paling sering di minta untuk mengantar orang tuaku dari Costaguana ke pulau Athaholland, pasti ia sudah melihat pulau yang kelak menjadi rumahku kedepanya.

Mr.Barron menganguk seperti tampak berfikir, tanganya ia taruh di dagunya seperti memang sedang berfikir keras.

"Itu pulau yang bagus, Nona." Lalu ia melanjutkan, "jika kau menyukai piano ini, maka ku jamin kau menyukai Athahollland. Disana pulau yang indah, sama seperti Lavenue di costaguana."

Mataku membelak, menoleh sebentar kepadanya, "sebagus itu? Boleh kau jelaskan lebih detail?"

Ia mengangguk. "Saat musim panas, bunga bungga di ladang akan bermekaran, apa saja warnanya pasti selalu mekar dengan indah. Kadang tupai bahkan berani turun dari pohon dan bersantai di atas tanah. Anak anak masih gemar bermain kesana kemari, memancing di sungai yang jernih. Lalu saat musim dingin, negara itu menjadi negara paling indah saljunya, turun dengan lembut menyapa penduduk. Ada satu danau yang akan di jadikan tempat seluncur oleh warga saat musim dingin tiba, ramai ramai seluruh penduduk akan bermain disana!. Lalu saat musim gugur, hutan akan menjadi empuk! Daun daun kering banyak sekali berjatuhan sampai orang dewasa sakit pungung menyapu halaman mereka! Tapi itu semua terbayar ketika musim semi tiba, hujan dengan langit yang cerah, banyak kupu-kupu. Pulau yang kita tuju begitu indah, Nona."

Gambaran gambaran itu seketika tercipta pada imajinasiku, soal Lavenue versi jauh lebih indah dan ramah. Lavenue adalah kota terindah di negara Costaguana, di pulau Costaguana. Memang membaca surat dari Lizzie, adiku yang sudah tinggal disana sejak 4 tahun lalu, Athaholland memang begitu indah hingga rasanya seperti liburan setiap hari. Tapi kurasa orang orang terlalu melebih lebihkanya, sebab bagiku hal seperti itu fana.

Aku tidak akan pindah ke pulau ini jika menetap di constaguana aku akan di nikahkan dengan pria bodoh yang kaya raya. Menurutku terdengar lebih baik jika turun dalam perang dan mati terhormat di banding tidur yang sama dengan pria paling cacat otaknya di dunia.

"Aku rasa kau melebih lebihkanya, Mr.Barron." Jawabku rendah hati, tersenyum untuk menjahilinya sedikit.

"Maka kau harus membuktikanya sendiri, Nona Diana." Mr.Barron merendahkan suaranya, seolah ia memang tidak berbohong akan penjabaranya barusan.

"KAPAL TELAH MEMASUKI PERAIRAN ATHAHOLLAND! DIMOHON SELURUHNYA BERSIAP SIAAAP!" Pria dengan topi sejenis Mr.Barron datang dengan mengumumi hal tersebut.

Yah walau awak kabin itu menyuruh seluruh penumpang siap siap, sejatinya kapal ini hanya berisi aku dan para pelayan serta penjagaku.

"Nona." Mr barron menunjuk jendela di sampingku, pemandangan pulau hijau yang mengambang di atas laut biru sejernih berlian masuk dalam mataku.

Jantungku semakin berdebar tidak sabar menantikan Athaholland itu sendiri. Apakah sebagus orang orang bicarakan?

Para pelayanku semakin sibuk menyiapkan puluhan koper miliku, beberapa awak kabin juga sibuk kesana kemari untuk bersiap memasuki dermaga.

Samar samar suara ricuh manusia manusia mulai masuk dalam kupingku, aku berdiri tampa sadar untuk ke balkon kapal, melihat langsung pulau athaholland itu sendiri. Membiarkan angin meniup rambut coklat muda miliku, mengibarkan gaun biru muda yang aku pakai.

"oh my gosh, Mr.Barron?!" Aku terkejut bukan main melihat betapa hijaunya pulau ini.

Mr.Barron yang sudah berdiri di sebelahku tersenyum dengan bangga, ia membungkukan tubuhnya serta mengulurkan tanganya padaku dengan sopan.

"Selamat datang di Athaholland,"


_____

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro