The destiny

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng










Kayu terakhir akhirnya patah terbakar api, arangnya jatuh perlahan ke tanah menyatu dengan arangnarang lainya, sisanya yang ringan melayang dengan bara api yang masih menyala terang seakan tidak mau kalah dengan kunang kunang.

Malam ini, Di tengah gelapnya hutan, sedikit melosoo ke ujung utara hutan yang berbatasan dengan lahan pengunungan disana, ada jalan setapak yang jalanya baru di buat hanya dengan jejak kaki untuk mengingatnya, lalu di bawah pohon dua yang menempel, ada sebuah api unggun yang kayunya hampir habis di bakar oleh api, apinya menyala dengan terang, asapnya mengepul menyentuh langit.

Cezka dan diana duduk disana, di atas tanah kering menikmati daging ayam kalkun panas yang benerapa waktu baru matang dari perapian. Satu di bagi dua, ayamnya di belah dua lalu di tusuk oleh kayu anak panah mereka untuk memanggangnya. Daging kalkun selalu mudah di olah, saat di cabuti bulunya hingga pada step pemanggangan yang cepat matang.

Diam diam kadang rusa mengintip mereka dari balik semak semak, bertanya apa yang terjadi mengapa malam yang seharusnya gelap kini ada setitik cahaya dari api. Kunang kunang juga ikut mengerubungi sekitar mereka, cahaya lampu di tubuhnya tidak mau kalah dari bintanh malam serta api malam itu. Burung hantu yang bertengger di atas pohon juga ikut mengamati mereka dengan mata besarnya, kadang turun untuk menyantap tikus tikus atau hewan kecil lainya yang mendekati api karena tertarik.

Lonceng penanda jam malam sudah dimulai sudah berbunyi sejak ayam kalkun siap di pangang, hari ini terlalu melow untuk mereka berdua sehingga untuk kedua kalinya mereka melanggar jam malam untuk duduk bersama menyantap hasil buruan hari ini yang tidak seberapa, kalkun kurus yang malang, di jualpun dagingnya terlalu kecil, mau di biarkan hidup tapi anak panah cezka sudah menusuk jantungnya, jadi yah mereka memustudkan untuk memakanya saja sendiri.

Malam ini Diana tampak kucel dari biasanya, sedangkan pada wajah cezka tampak wajah memar memar entah mengapa. Memang keduanya sedang menjalani hari yang buruk.

Perempuan berambut hitam legam, sehitam langit itu memiliki memar pada ujung sudut bibirnya, lalu luka kering di jidat nya yang dibiarkan terbuka begitu saja. Diana sempat bertanya pada cezka, tapi perempuan itu hanya menjawab ia baru saja jatuh tersungkur. Cezka berbohong, dan diana tidak terlalu ingin tahu alasan sebenarnya.

"Ann, apa reaksimu saat ayahmu muncul di depan pintu rumah setelah bertahun tahun sudah di nyatakan meninggal?" Cezka membuka pembicaraan

Diana menoleh, mengunyah ayamnya sambil berfikir pertanyaan aneh dari cezka. "Hantu?" jawab perempuan itu

"Lalu saat kau sadar kalau ayahmu itu nyata, seorang manusia yang sama hanya saja kini rambutnya sudah mulai beruban sedikit." Lanjut cezka

"Bahagia, mungkin aku memeluknya?"

Perempuan yang memberi pertanyaan kembali terdiam mengunyah makananya. "Seandainya bisa semudah itu, kasus ini lebih komplit dalam beberapa aspek." Cezka bergumam sesuatu yang tidak
Jelas, mungkin ini alasan ia tampak galau seharian penuh. Diana ingin bertanya lebih lanjut tapi ekpresi cezka sekarang jauh lebih muram, tertekuk penuh fikiran yang banyak pada otaknya.

Kali ini diana yang kembali membuka topik. "Cez, gimana pandanganmu soal pernikahaan?"

Alis cezka menukik terkejut, "pernikahaan? Tiba tiba membahas itu?"

"Kau sudah menikah?"

"Tentu saja belum?"

"Kekasih?"

"Tentu saja tidak?"

Diana kembali menutup mulutnya rapat rapat, dugaanya salah. Diana kira satu pria yang sudah di cantumkan dalam cerita cezka itu adalah suaminya atau setidaknya tunanganya, namanya mirip pria yang di sebutkan juga oleh nyonya lily, entah siapa diana lupa namanya. Diana kira cezka bisa memberinya saran, tapi sepertinya mereka benar benar payah dalam hal seperti ini.

Cezka menoleh dengan perlahan, matanya memandang diana penuh hati hati hati. "Ann, kamu akan segera menikah?" Tanyanya pelan

Yang di tanya menarik nafasnya dalam dalam, menyenderkan tubuhnya pada pohon di belakangnya untuk bisa merilekan tubuhnya. "Harus, bulan depan. Atau kembali ke costaguana."

Mulut cezka hampir jatuh mendengarnya, matanya membelak sampai sampai ia lupa menyunyah sesaat daging makan malamnya.

Letih membahas beban pikiranya, diana menaruh ayamnya di atas daun yang sudah di bersihkan alasnya. Ia menoleh kepada cezka lalu mengepalkan kedua tanganya di depan dadanya.

"Hey, ayo berdoa untuk nasib kita yang selalu sial dan menyedihkan ini."





______

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro