Chapter 14 Ancaman (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.
.

Gilang dan Shandy tiba di sekolah. Kedua sahabat ini berjalan santai sambil mengobrol tentang keadaan yang mereka hadapi sekarang.

"Lang, kalau gue pikir-pikir kita berasa pisah nggak sih?" tanya Shandy memasang ekspresi serius.

"Muka lo biasa saja. Sumpah nggak cocok hahaha...," ledek Gilang menoyor kepala Shandy pelan.

"Astaga Gilang sepatu gelang! Gue lagi serius ini loh!" seru Shandy naik nada satu oktaf.

Beberapa pasang mata teralihkan oleh suara Shandy. Hal itu membuat mereka menjadi tontonan.

"Aish! Lo sih pakai teriak segala jadi pada lihat ke sini kan," keluh Gilang menyalahkan Shandy.

Shandy mengusap wajah kasar. Ia lebih memilih untuk meninggalkan Gilang seorang diri. "Apa lo lihat-lihat?! Gue bukan pisang!" omelnya.

Salah satu siswi langsung tak sadarkan diri. Mengapa hal itu bisa terjadi? Siswi tersebut adalah salah satu fans berat Masyun terutama sosok Shandy yang terlihat tampan saat melawak.

"Gue nggak lagi mimpi kan," gumam siswi yang tadi pingsan memegangi kedua pipinya.

"Eh Jamal! Tungguin gue kampret!" seru Gilang berlari menyusul sahabatnya.

Shandy sudah masuk ke dalam kelas. Ia menaruh tas di atas meja, lalu membuatnya sebagai bantalan untuk tidur.

Gilang pun tiba. Ia menatap tajam Shandy yang sudah tertidur kembali. "Gila tuh bocah bisa-bisanya baru sampai langsung tidur lagi."

Pemuda berkulit hitam manis memilih duduk di bangkunya. Ia melirik sekilas ke arah luar jendela. Dan tiba-tiba sebuah kepala bergelantungan di sana, kedua bola terjatuh dan seringai bibir yang menyentuh telinga.

"Ahh!" jerit Gilang kaget.

Bruk!

Gilang sampai terjatuh dari bangkunya. Hal itu mengundang tatapan dari penghuni kelas termasuk Shandy yang merasa tidurnya terusik.

"Apa sih berisik banget lo Lang?!" seru Shandy kesal.

Gilang tak menjawab. Muka Pemuda itu terlihat sangat pucat. Shandy langsung menghampiri Gilang, lalu membantunya duduk kembali.

"Lang? Lo kenapa?" tanya Shandy khawatir. Ia menepuk pipi kanan Gilang pelan.

Saat Gilang melihat ke arah muka Shandy. Tiba-tiba muka Shandy berubah menjadi sosok hantu Noni Belanda.

"Aku akan membunuhmu... Gilang."

"Ahhh! Jangan dekat-dekat!" seru Gilang histeris menghindari tatapan Shandy.

Dan tubuh Gilang seakan kejang. Gilang sekali lagi melirik ke muka Shandy dan berubah seperti sedia kala. Ia pun pingsan dengan keringat bercucuran dan mulut yang mengeluarkan darah segar.

"Gilang!" panggil Shandy gelisah dan panik.

Beberapa siswa di kelas membantu Shandy untuk membawa tubuh Gilang ke ruang UKS. Sepanjang perjalanan Shandy berusaha memanggil Gilang, namun tak ada jawaban.

Sosok hantu Noni Belanda bernama Elena menyaksikan kejadian itu dengan raut wajah bahagia. "Satu persatu aku akan membuat kalian mati di tanganku," ucap Elena menyeringai lebar.

_#_#_

Ricky seorang diri di rumah. Bi Inah tak masuk karena anaknya sedang sakit demam.

Pemuda bertubuh kekar itu berada di halaman belakang rumah. Ia sedang menikmati angin di pagi hari dengan kedua kaki di celupkan ke kolam renang.

"Sudah lama gue tak merasakan momen seperti ini," ucap Ricky.

Kaki Ricky sudah mulai sembuh. Ia sesekali belajar berjalan sendiri di halaman belakang. Ia sudah tidak mau membuat orang-orang di sekitarnya menolong dirinya seperti orang cacat.

"Key... kenapa gue tiba-tiba kangen sama lo ya? Walau lo pernah membuat gue hampir mati dan akhirnya menyelamatkan gue di saat-saat terakhir."

Ricky mengingat kembali kejadian kelam yang seakan terus menghantui dirinya. Pada saat itu dirinya sudah pasrah jika memang takdirnya di panggil oleh sang Maha Kuasa.

"Ky..."

"Iky!"

"Iya?" jawab Ricky bingung.

Ricky mencari keberadaan sumber suara yang memanggil namanya, namun tak menemukan siapapun di sana. Dia teringat bahwa dirinya hanya seorang diri di rumah.

Tiba-tiba muncul gelembung-gelembung dari dalam kolam. Perlahan muncullah sepasang tangan pucat ke atas permukaan kolam.

Sepasang tangan itu langsung menarik kedua kaki Ricky yang daritadi berada di dalam kolam. Ricky yang tak siap tubuhnya ikut tercebur.

"To-tolong," ucap Ricky berusaha berpegangan di pinggir kolam.

Semakin lama tarikan di kedua kakinya semakin kuat. Kepala Ricky masih berusaha untuk menghirup oksigen. Ia tak mau mati konyol akibat hantu yang tak jelas bentuknya itu.

Blurb!

Blurb!

Di dalam kolam renang, Ricky terus berusaha untuk naik kepermukaan. Ia juga melepaskan sepasang tangan pucat itu dari kakinya dengan menendang-nendang.

Pasokan oksigen di paru-paru Ricky semakin menipis. Wajah Ricky mulai terlihat membiru akibat kekurangan oksigen.

"Siapapun tolong...," batin Ricky.

Dari atas kolam, sebuah tangan berhasil memegangin lengan Ricky. Tangan itu menarik perlahan tubuh Ricky agar kembali ke permukaan.

"Iky... aku kembali."

_#_#_

Fajri dan Fenly tiba di parkiran sekolah. Fajri keluar terlebih dahulu disusul oleh Fenly.

"Ji, lo sudah sarapan?" tanya Fenly setelah menekan kunci mobil agar mengunci secara otomatis.

"Sudahlah! Kenapa? Lo mau traktir gue?" jawab Fajri agak sewot.

"Biasa saja kali," ucap Fenly menahan kekesalan. Ia tak mau harus ngegas lagi di pagi hari cerah ini.

"Bodo amat!" sahut Fajri meninggalkan Fenly. Ia pun menolehkan kepala sekilas. "Makasih ya Pak supir atas tumpangan ya," ledeknya.

Fenly akhirnya mengeluarkan jurus ngegas nya. "Sialan lo Ji!" umpatnya.

Pemuda berkulit seputih salju itu mulai mengejar Fajri yang sudah lari duluan. Aksi kejar-kejaran pun tak terlewatkan.

Saat mereka berlari di lorong sekolah. Lari Fajri terhenti. Fenly yang tak siap akibat Fajri berhenti dadakan, ia pun menabrak punggung Fajri. Beruntungnya keduanya tidak sampai terjatuh.

"Hampir saja. Sialan lo Ji emang nggak ada akhlak!" seru Fenly emosi. Baru saja ia ingin memukul kepala sahabatnya itu, Fajri memberikan tanda untuk diam.

"Fen, lihat deh. Itukan Bang Shandy." Fajri menunjuk ke arah sekelompok siswa kelas XII yang menuju ruang UKS.

"Lah iya Ji dan itu kenapa Bang Gilang di bawa kaya gitu," balas Fenly menajamkan pandangan.

"Sebaiknya kita susul mereka Fen. Gue punya perasaan nggak enak nih," sahut Fajri.

"Oke!" jawab Fenly.

Keduanya langsung berlari menghampiri gerombolan tersebut. Tak sengaja seorang siswi berjalan dari arah sebelah kiri. Kejadian saling tabrakan pun tidak bisa dihindarkan.

"Aahh!" jerit siswi itu yang sudah terjatuh dahulu.

Siswi itu membuka kedua matanya karena tak merasakan sakit di tubuhnya akibat terjatuh. Dan ia terkejut bahwa dirinya sedang dalam pelukan seorang siswa yang terkenal di sekolah.

"A-Aji," ucapnya gugup.

"Lo gapapa?" tanya Aji pelan.

Deg!

Detak jantung siswi itu berdebar-debar. Mukanya sudah memerah bagaikan tomat kesukaan Fenly.

"I-iya, gue gapapa kok," jawab siswi itu.

Fajri menganggukan kepala kecil. Ia melirik sekilas nama siswi di seragam itu yaitu 'Nita'. Pandangan kedua mata mereka seakan terhenti beberapa detik saja.

"Ji! Ayo buruan!" seru Fenly.

Ternyata Fenly berhasil menghindari aksi tabrakan itu. Ia telah mengetahui hal tersebut dari kemampuan khususnya penglihatan masa depan walau sekilas.

"Iya, Fen. Lain kali lo harus lebih hati-hati kalau jalan ya," ucap Fajri melepaskan pelukan di tubuh Nita. Ia pun berlari kembali menyusul Fenly.

"I-iya A-Aji," jawab Nita tremor.

Di belakang Nita terdapat siswi lain berdiri di sana. Surai panjang berwarna hitam dan seringai tipis di wajah cantiknya begitu menakutkan.

"Aku kembali... Fenly," ucap siswi misterius tersebut.
.
.
.
.
.

{10/03/2022}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro