Chapter 22 Kehilangan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.
.

Di Ruang ICU...

Saat ini kondisi Zweitson sangat memprihatinkan. Ia berjuang sendiri antara hidup dan mati.

Dokter jaga ICU dan beberapa perawat berusaha memberikan pertolongan darurat untuk sang pasien, Zweitson. Salah satu perawat melakukan pompa jantung atau RJP tepat di dada kiri Zweitson.

"Dok, nadi pasien masih belum ada." Lapor sang perawat. Peluh keringat sudah membasahi keningnya.

"Sepertinya pasien sudah tidak kuat lagi. Kita hentikan semua tindakan darurat ini." Dokter jaga ICU menjawab.

Perawat tidak ada lagi yang melakukan RJP. Layar monitor berubah menjadi garis lurus.

Sang Dokter memeriksa pupil mata dan nadi Zweitson. Ia menggelengkan kepala dengan raut sedih terpampang di wajahnya.

"Panggilkan keluar pasien," ucap Dokter jaga ICU.

"Baik Dokter," balas perawat ICU.

Di depan ruang ICU, Farhan dan Tian setia menunggu kabar dari Zweitson. Mereka terus berdoa untuk kesembuhan pasien.

"Dengan keluarga pasien Zweitson," panggil perawat ICU.

"Iya, Sus. Saya abangnya. Bagaimana kondisi Zweitson?"

Farhan dan Tian langsung menghampiri sang perawat ICU. Tak lama Dokter jaga ICU juga keluar dari ruangan.

"Maaf, ada saya yang harus jelaskan tentang kondisi pasien Zweitson," jeda Dokter menghela napas sejenak. "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun takdir berkata lain. Pasien Zweitson telah dinyatakan meninggal dunia."

"Apa?! Nggak mungkin kan dokter. Zweitson pasti bisa selamat kan!"

Farhan masih tak percaya informasi yang telah diucapkan Dokter ICU. Dokter ICU hanya menggelengkan kepala pelan.

"Zweitson!" seru Farhan histeris.

__08__

Shandy baru sampai di rumah sakit tempat Zweitson di rawat. Ia memiliki firasat tak enak tentang kondisi sahabat mungilnya itu.

"Semoga Zweitson baik-baik saja," ucap Shandy berdoa pelan.

Pemuda jangkung berkulit pucat itu berjalan menuju ruang ICU. Saat Shandy sudah berada tak jauh dari lokasi ruang ICU, ia melihat Farhan dan seseorang Pria asing sedang menatap sendu pintu tempat Zweitson.

"Han!"

Shandy memanggil Farhan kencang tanpa sadar. Perasaannya semakin tak enak melihat kedua mata Farhan sudah berurain air mata.

Farhan menolehkan kepala cepat. Ia langsung berlari ke arah Shandy berdiri.

"Shandy... Zweitson dia...,"

"Ada apa dengan Zweitson?!" Shandy memotong pembicaraan Farhan.

Farhan terdiam. Ia tak bisa menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Ia sudah tak memiliki tenaga lagi untuk berdiri hingga akan terjatuh ke lantai.

"Farhan!"

Berutungnya Tian memiliki refleks cepat. Ia menangkap tubuh Farhan sebelum menyentuh lantai.

"Han! Kenapa sama Zweitson?!"

Shandy tak pantang menyerah. Ia juga membantu Farhan agar tidak terjatuh. Kedua bahu Farhan ia pegang sangat erat.

Farhan semakin tak berdaya. Baru saja beberapa menit lalu ia mendapatkan kabar buruk dari Dokter yang merawat Zweitson.

"Shan... Zweitson, sahabat kita sudah meninggal dunia," jawab Farhan akhirnya.

Deg!

Air mata sudah tak bisa Farhan tahan. Shandy pun terdiam kaku, seakan tubuhnya terasa lemas seperti sahabat berambut keribo di depannya.

"Nggak mungkin! Pasti lu bercanda kan Han!" Shandy mengelak. Ia masih berharap bahwa yang dikatakan Farhan semuanya bohong.

"Farhan tidak berbohong. Saya sebagai saksi bahwa sahabat kalian Zweitson telah meninggal dunia. Kondisi Zweitson beberapa saat lalu memburuk. Dokter dan perawat yang merawatnya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkata lain."

Bastian menghela napas pelan setelah memberikan penjelasan kepada Shandy. Walau ia tak terlalu mengetahui gimana persahabatan mereka, tetapi ia merasakan sesak di dada.

Dulu para sahabat dan orang yang dicintai juga telah meninggalkan dirinya seorang diri. Rasa penyesalan dan kesedihan masih membekas di hati yang paling dalam sampai saat ini.

"Zweitson," ucap lirih Shandy.

Pemuda itu terduduk lemas begitu pula dengan Farhan. Keduanya sama-sama terpukul setelah mengetahui bahwa sahabat bernama Zweitson sudah dipanggil oleh Tuhan.

"Kalian harus ikhlas ya. Lebih baik kita melihat Zweitson untuk terakhir kalinya di dalam."

Tian berusaha menghibur mereka walau itu tak mungkin merubah keadaan. Ia tak boleh ikut terlarut dalam rasa kesedihan. Ia harus menjadi sosok yang bisa diandalkan kedua sahabat di depannya.

"Bang Tian. Bantu gue berdiri buat lihat Zweitson ya. Gue nggak kuat harus berdiri untuk saat ini." Farhan memohon.

"Iya, Han," jawab Tian tersenyum tipis.

Farhan, Shandy dan Tian berjalan beriringan menuju tempat Zweitson dirawat untuk terakhir kalinya. Saat mereka sudah melihat dengan mata kepala sendiri tubuh kaku serta wajah pucat Zweitson ditutupi selimut putih oleh salah satu perawat yang bertugas menangani sahabat mereka.

"Ini semua salah gue," ucap Farhan menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa Zweitson.

Jika saja dari awal ia tak meninggalkan Zweitson seorang diri di taman. Kejadian mengenaskan yang merenggut nyawa Zweitson takkan pernah ada.

Shandy memilih diam dalam tangisnya. Ia tak tahu harus berbicara apalagi. Hatinya saat ini hanya ada rasa kesedihan atas meninggalnya sosok yang sudah dianggap sahabat serta adik kandung sendiri.

Tanpa diduga sosok hantu Elena, wanita Belanda bergaun biru panjang lusuh menatap mereka penuh kemenangan. Bunga mawar yang di bawanya bertambah satu tangkai.

"Kalian akan menyusul Zweitson secepatnya." hantu Elena menyeringai lebar.

Sosok hantu Elena pun menghilang. Dan roh Pemuda berkacamata bulat muncul di belakang ketiga orang yang masih setia menatap tubuh kaku miliknya.

__08__

Fajri dan Gilang masih dalam perjalanan menuju rumah Ricky. Mereka baru dikabarkan bahwa Ricky tak sadarkan diri.

"Ji, lu harus kuat ya," ucap Gilang di dalam mobil. Ia melihat sekilas Fajri yang duduk di sebelahnya, lalu matanya kembali fokus menyetir.

"Iya Bang," jawab Fajri pelan.

Sejujurnya Fajri serta Gilang memiliki firasat tak enak, entah apa mereka tidak tahu. Semoga saja sekedar hanya firasat belaka.

"Awas Bang Lang!" seru Fajri.

Tiba-tiba ada sosok bayangan wanita tepat berdiri di tengah jalan. Gilang yang terkejut melihat sosok itu dan suara Fajri membuat ia membanting stir ke arah kiri bahu jalan.

Brak!!

Mobil berwarna biru doker yang dibawa Gilang menabrak sebuah pohon besar di pinggir jalan. Beruntungnya mereka tidak ada kendaraan lain yang melintas dari arah berlawanan.

Gilang dan Fajri tak sadarkan diri akibat benturan cukup keras antara mobil dan pohon. Kepulan asap keluar dari bagian depan mobil.

Bagaimanakah nasip mereka???

Di IGD...

Fenly tengah menunggu Lia di luar IGD. Saat ini ia tengah menggantikan Fajri. Kondisi Lia masih tak diketahui.

Perkiraan Fenly sakit Lia cukup parah. Di kafe ia sempat melihat hidung Lia mengeluarkan darah segar.

"Semoga Lia baik-baik saja," ucap Fenly.

Ponsel Fenly tiba-tiba berdering. Ia mendapatkan sebuah panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Ia pun menolak panggilan tersebut.

"Paling nomor iseng," gumam Fenly.

Satu panggilan kembali masuk di ponsel Fenly. Fenly menatap ponselnya dengan bingung antara ingin menerima apa tidak.

Akhirnya Fenly memutuskan untuk mengangkat panggilan masuk. Dan tiba-tiba jantungnya seakan berhenti berdetak.

"Ng-nggak mungkin," ucap Fenly penuh keterkejutan.
.
.
.
.
.

{04/11/2023}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro