15 ~ Menata Kembali (?)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku tak mengapa jika harus patah bahkan remuk sekalipun.
Aku tak mengapa jika harus meredam nyeri, lalu terluka.
Sebab keluarga, sahabat, dan orang terdekatku sangatlah berharga.
Namun, tidak semua orang beranggapan begitu.
Aku tidaklah sebaik yang mereka duga.
Aku juga tidak seperti apa yang mereka pikirkan.
(Hanggara Syauqi)

🍂🍂🍂

Beberapa kali senja sudah terlewati. Beberapa kali hujan juga sudah terlewati. Namun, si putra tunggal nyatanya masih nyaman untuk mendekam di peraduannya.

Sudah lewat dua hari sejak dia pulang dari rumah sakit. Melewatkan empat hari di rumah sakit, lelaki 21 tahun itu memaksa untuk pulang dengan banyak alasan.

Aroma rumah sakit yang membuatnya mual sampai suasana rumah sakit yang terlalu monoton. Belum lagi alasan tentang perawat berwajah judes yang membuatnya tidak nyaman.

Meski dengan berat hati, akhirnya pulang paksa menjadi alternatif lagi supaya Angga bisa kembali ke rumah. Sayangnya, saat dia sudah kembali, keadaan tidak sepenuhnya membaik.

Hanggara Syauqi yang biasanya memiliki mata bersinar, kini meredup. Dia bahkan enggan menemui teman-teman yang menjenguk ke rumah. Hanya sang ibu yang diizinkan untuk masuk ke kamarnya.

Agis yang memang diminta untuk menginap karena Uti dan Akung pulang ke rumah lama merasa geram. Dia akhirnya turun tangan. Gadis itu langsung menerobos masuk ke kamar Angga.

"Ibu mana? Kenapa lo yang ke sini?" Angga kaget mendapati mantan gadisnya itu tiba-tiba sudah ada di kamarnya.

"Tante Ayu istirahat. Dia capek sama anaknya yang banyak tingkah," balas Agis.

"Keluar! Nggak baik cewek masuk kamar cowok."

"Gue heran, dah. Kenapa lo nolak semua kunjungan teman dan karyawan dari kantor? Mereka udah capek-capek ke sini, tapi lo malah nggak mau nemuin."

Angga berpaling. Lelaki itu menghindari tatapan mata Agis. Dia bangkit dan mendorong tubuh mantan gadisnya hingga mendekati pintu. Namun, Agis berhasil mengelak dan langsung berpindah ke dekat tempat tidur.

"Gis, gue capek! Mau lanjut istirahat, boleh?"

"Dua malam gue nginep di sini, dua malam itu juga gue mergoki Tante Ayu nangis pas tengah malam. Pas gue tanya dia bilang khawatir sama lo. Gitu lo masih mau gini-gini aja?"

Angga tertegun. Ternyata sang ibu masih saja menangisi dirinya. Lelaki semester akhir itu terduduk dan bungkam seketika. Rasa bersalahnya kian bertambah.

Agis mendudukkan dirinya di sebelah Angga. Punggung yang membungkuk itu diusapnya perlahan. Sejak awal perkuliahan menjadi sepasang kekasih, Agis tentu masih ingat bagaimana cara menenangkan sang mantan.

Sejak dulu, Angga memang seperti layang-layang. Tidak bisa terlalu ditarik juga diulur. Harus tahu bagaimana cara menariknya lalu melepasnya perlahan sebelum mendapatkannya lagi.

Begitu juga saat dia sedang terpuruk. Mereka yang ingin menaklukkannya harus paham bagaimana menemukan kelemahannya, lalu membujuknya secara perlahan. Dengan begitu Angga akan luluh.

"Gue paham, beban lo berat banget. Satu hal yang perlu lo ingat, Ga, Tante Ayu cuma punya satu anak yaitu lo. Saat lo terpuruk gini, Tante Ayu berasa nggak punya pegangan, Ga. Paham nggak?"

Angga mengangguk paham. Dia menegakkan punggungnya, beranjak meninggalkan Agis dan melesat menuju kamar ibunya. Dilihatnya sang ibu sedang tidur dengan posisi miring. Tanpa ragu-ragu Angga naik ke ranjang dan memeluk ibunya dari belakang.

"Mas sayang Ibu. Maaf kalau sekiranya Mas masih sering nyusahin."

Sang yang awalnya tertidur tersentak kaget mendapat pelukan dari Angga. Ibu Ayu lantas tersenyum sambil mengusap tangan putra semata wayangnya.

"Ibu juga sayang. Jangan begitu lagi, Mas. Ibu nggak sanggup lihat Mas diam terlalu lama."

🍂🍂🍂

Beberapa pasang mata menatap Angga yang baru saja melewati pintu masuk kantor J.A Express. Sebagian berbisik sambil menatap kepergian si bos. Sebagian yang berpapasan menunduk dan mengucap salam.

Dia mantap melangkahkan kaki menuju ruang kerja. Begitu pintu dibuka, Rafka yang selama beberapa hari sendirian menempati ruangan itu terlonjak kaget. Beberapa berkas di tangan berhamburan.

"Sehat, Ga?"

"Mana laporan kegiatan selama gue nggak kerja? Sekalian tanyakan Kak Ardi gimana perkembangan kantor cabang yang terbakar. Kalau soal pengawalan ambulans sudah sampai mana, Raf?" cecar Angga.

"Baru juga masuk, nyantai dikit napa? Pemanasan dulu, gitu."

Angga menatap tajam ke arah Rafka. Lelaki yang ditatap itu menjadi salah tingkah. Lantas dia mengusap tengkuknya yang tak gatal sembari menampakkan cengiran.

"I-iya, gue siapin semuanya."

Selang beberapa waktu, semua yang diminta sudah ada di meja. Beberapa berkas perkembangan kantor, laporan tentang rencana tim khusus pengawal ambulans yang sudah memasuki tahap uji coba, berikut dengan sosok Ardi Rusman yang diminta untuk memberi penjelasan secara langsung.

Angga sudah kembali, tetapi Rafka yang melihat kembalinya sang sahabat bergidik ngeri. Meski raut wajahnya sudah cerah, tidak begitu dengan sorot matanya. Lelaki itu lebih banyak memicingkan mata dan mengerutkan dahi.

Gerak tubuh yang biasanya tampak santai, kini terlihat tegas dan tegak. Tutur katanya terdengar sangat serius bahkan dengan Rafka yang biasanya lebih banyak bergurau.

"Kapan akan meninjau kantor cabang lagi?" tanya Angga pada Ardi Rusman

"Besok saya ada rencana kunjungan ke sana."

"Saya temani."

"Nggak usah, Ga. Lo baru aja masuk kerja. Perjalanan ke sana juga lumayan 'kan?" larang Rafka.

"Gue dah sehat. Lagian besok nggak ada kegiatan penting yang harus gue hadiri." Angga membantah ucapan Rafka.

Ardi Rusman yang melihat gelagat dan sikap dingin Angga memberi kode pada Rafka untuk diam. Rafka menurut dan memilih untuk melanjutkan pekerjaannya lagi.

"Saya pamit duluan, mau ke kampus menemui dosen dan lanjut ke kafe." Angga membereskan barang-barangnya dan menggunakan jaketnya yang tersampir di kursi.

"Ga, gue gimana?"

"Lo di sini dulu! Nanti kalau bagian koordinator kurir dan rider untuk tim khusus sudah siap uji coba, gue balik lagi ke sini dan kita uji coba."

Rafka mengangguk. "Eh, tapi yang mau dampingi turun ke jalan siapa?"

"Gue!" ujar Angga sambil berlalu meninggalkan temannya dan Ardi Rusman.

Sepeninggal Angga, Ardi Rusman tidak langsung beranjak pergi. Dia masih terkejut dengan perubahan Angga. Terlalu mendadak. Dari sosok yang ramah dan periang menjadi sosok yang dingin dan tegas.

Mereka akhirnya bertukar pikiran dan mempertimbangkan baik-buruknya perubahan sikap Angga. Rafka selaku sahabat yang selama ini menemani mengatakan perubahan Angga memang terlalu drastis.

Ardi Rusman hanya menyimak dan mencoba mengenal sosok adik angkatnya lebih dalam. Meski sudah sepuluh tahun menemani Ahmad Syauqi, Ardi Rusman termasuk jarang berinteraksi dengan Angga.

Hanya sesekali saja dia menatap dari kejauhan adik angkatnya itu. Dia takut Angga menjerit dan menangis saat tidak mengenalinya lagi seperti dulu saat tanpa sengaja bertemu.

Akhirnya Ardi Rusman memberanikan diri untuk membeberkan jati dirinya di hadapan Rafka. Dia terlalu khawatir jika nanti rahasia itu menjadi boomerang untuknya. Rafka terpaku mendengar penjelasan lelaki di hadapannya.

🍂🍂🍂

ANFIGHT BATCH 8
#DAY 15

Bondowoso, 18 April 2021
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro