In Between Hate and Love oleh Sekar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

In Between Hate and Love
Penulis: Sekar

Seperti biasa, setiap sabtu, eskul paskibra melakukan aktivitasnya berupa pelatihan untuk para calon paskibra yang masih duduk di kelas sepuluh. Para senior kelas sebelas yang mengatur jalannya kegiatan tersebut.

"Cit, bayar uang kas! Udah nunggak dua puluh ribu." Firda menatap Citra yang merupakan teman angkatannya di Paskibra dengan wajah garang.

Cewek rambut hitam sebahu itu dengan cepat mengeluarkan lembaran dua puluh ribu dari saku bajunya. "Nih. Gue udah ya."

Firda mengulas senyum sambil mengambil uang tersebut, tangannya bergerak untuk mencatat di buku keramat. Lalu, cewek itu beralih ke samping Citra. "Woy."

Randy menengadahkan wajahnya, menatap tangan Firda yang terjulur padanya.

"Apaan?" tanyanya.

"Uang kas!" ujar Firda judes.

"Gue nanti ya."

Randy kembali memainkan handphone di tangannya. Firda menghela napas panjang.  Sebagai seorang bendahara, dia tidak bisa membiarkan hal seperti ini terjadi, jika tidak mau banyak tunggakan di buku keramatnya.

Firda memukul meja tepat di depan Randy. Membuat Randy terkesiap. "Ah lo! Kaget gue ih!"

Firda melotot, "Bayar kas! Lo kemarin bilang, katanya mau lunasin pas eskul."

Randy berdecak, "Masih inget aja sih lo! Padahal gue berharap lo lupa."

"Kagak bakal gue lupa!" ujar Firda dengan cepat.

"Sue. Giliran kas aja inget," keluh Randy sambil mengeluarkan dompetnya.

"Lo mau pas gue tagih, kas lo udah seratus ribu?"

"Kagaklah."

"Makanya gue tagih sekarang, ujang! Mumpum kas lo masih nunggak dua puluh lima ribu."

"Hmm. Hmm. Hmmm." Randy bersenandung seperti salah satu lagu terkenal.

"Berisik lo. Mules gue dengernya," tukas Firda.

"Ashiapp bundahara."

Begitulah aktivitas Firda jika eskul tiba. Menjadi rentenir uang selama eskul berjalan. Tak heran jika anak paskibra menyebut bendahara sebagai bundahara galak.

Pukul 13.00 WIB, di tengah teriknya siang, ketika semua manusia menghindari sengatan panas matahari, hanya eskul paskibra yang berdiri di tengah lapangan. Dengan menggunakan topi, sepatu, baju olah raga, dan juga handuk good morning yang di selipkan di bagian celananya, kelas 10 terlihat terdiam dalam barisannya. Senior kelas 11 tengah menjelaskan beberapa gerakan dasar paskibra, seperti istirahat di tempat, hormat, hadap kanan dan kiri, balik kanan dan kiri, dan lain-lain.

Sedangkan beberapa senior kelas 11 lainnya, ada yang memantau dari belakang berisan dan juga ada yang di dalam ruangan untuk menyiapkan materi selanjutnya. Firda berdiri di belakang barisan kelas 10, sebagai pamlat yang bertugas mengamani latihan dan mendisiplinkan junior. Pamlat merupakan salah satu jabatan non struktural di paskibra yang paling ditakuti oleh para junior. Jika mereka melakukan kesalahan, maka pamlatlah yang bertindak.

"Jangan berisik! Yang gerak itu tangan, bukan mulut kalian!" ujar Firda dengan suara lantangnya dari belakang barisan.

Seketika junior kelas 10 terdiam. Tidak bisa membantah.

"Itu tuh yang cowok tinggi, putih, ngobrol mulu dih." Firda berbisik pada Randy yang ada di sebelahnya.

Mata Randy langsung beralih pada cowok tersebut. "Nanti kalau dia ngobrol lagi, gue suruh turun."

Turun atau seri merupakan istilah di paskibra jika seseorang melakukan kesalahan, orang tersebut akan melakukan push up. Satu seri sama dengan lima push up.

Firda mengelap keringatnya dengan kerudung hitamnya. Tangannya terkibas-kibas ke arah wajahnya. Tiba-tiba ada suara yang memanggil namanya dari arah belakang.

"Firda," ujar suara tersebut.

Reflek Firda menoleh ke arah belakangnya. Dan mendapati seorang cowok tinggi sedang memegang kamera SLR hitam yang mengarahkan kamera tersebut ke arah dirinya. Tak lama cowok itu menurunkan kameranya. Firda sudah tau dia siapa. Dari perawakannya yang tinggi, dan selalu membawa kamera SLR-nya setiap eskul, rambut agak cepak, cowok yang menyatakan perasaannya pada saat awal dia masuk ke SMA Cakrawala, tepatnya pada hari MOS.

"Ngapain lo?" tanya Firda datar.

"Mandi." Cowok itu berucap asal.

"Apaan sih! Nggak jelas!." Firda kembali menghadap ke depan.

"Lo ngapain mandi di sini, Fir?"

Sedetik kemudian Firda menoleh kembali. "Hah? Maksud lo apa, Orion?"

"Lo lagi mandi kan sekarang? Itu belakang lo lepek," ucap Orion sembari menunjuk punggung Firda yang lepek.

Firda yang mengerti perkataan Orion, langsung menyuruh cowok itu pergi. "Pergi sana, hush hush."

Orion memasang wajah datar melihat Firda mengusirnya seperti seekor ayam. Namun, sedetik kemudian dia berbicara, "Mau liat foto lo nggak?"

"Nggak."

"Ayo dong liat. Bagus tau, lo cantik di foto ini."

Firda menjadi penasaran. Dia pun berubah pikiran ingin melihatnya. "Coba liat sini."

Orion memperlihatkan foto Firda yang dia ambil tadi. Dalam hati Orion menahan tawa. Kaki panjangnya sudah dalam posisi bersiap untuk lari.

"HAPUS NGGAK TUH FOTO!" tukas Firda pada Orion. Baru saja Firda ingin mengambil kamera tersebut, Orion sudah mengambil langkah seribu menjauhi Firda.

"Cantik kan fotonya?" ledek Orion.

"Hapus nggak, Rio!" Firda berlari mengejar Orion sampai koridor.

"Ohh tidak bisaaa." Suara cowok itu menggema di koridor.

Firda berdecak kesal melihat Orion pergi membawa foto jeleknya. Orion memang paling bisa bikin Firda kesal. Bagaimana tidak, di foto itu mata Firda merem sebelah, dahinya berkerut, wajahnya keling tanpa make up sedikit pun. Firda kembali lagi pada posisi awalnya.

"Sabar buk sabar," ujar Randy setelah Firda berada di sampingnya.

"Kampret emang tuh anak!"

"Jauh-jauh ah dari Firda. Nanti gue kena semprot."

"Pergi sana!"

"Ashiapp."

Kini Firda sendiri di belakang barisan junior kelas 10. Dia berpikir, entah sejak kapan dia bisa mulai akrab dengan Orion. Biasanya Firda susah sekali bisa akrab dengan cowok. Orion juga tidak termasuk dalam tipe idealnya, tipe ideal Firda adalah cowok yang pintar, sopan, santun, logis, humble, tinggi dan lain-lain. Tidak dengan Orion yang masih kelas 10 saja sudah terlihat potensi langganan guru BK.

"Kenapa juga ada makhluk kek Orion yang suka sama gue. Ya Allah, berilah yang normal dikitttt aja," keluh Firda.

"Emangnya gue kurang ya?"

Suara cowok dari arah belakang mengagetkan Firda, membuat Firda tersentak. Reflek Firda memukul pemilik suara tersebut.

"Kaget gue!"

"Aww. Sakit gue!" tukas Orion mengikuti nada bicara Firda.

"Apaan sih lo."

"Gue kurang perfect ya buat lo, Fir?"

"Lo mah jauh dari kata perfect!"

"Kalau menurut gue, lo nyari cowok yang perfect juga nggak bakal nemu. Mau sampe jasad fir'aun bangun, juga nggak bakal ada, Fir," ujar Orion.

"Gue nggak suka lo. Lo masih kelas 10 aja songong ya sama kakak kelas," balas Firda to the point.

"Terus?"

"Lo berandalan, absurd, nyebelin, nggak jelas!" ocehnya.
Orion menganggukkan kepalanya, wajahnya tampak berpikir.

"Puas lo?" ketus Firda.

"Puas dong. Tapi, nanti gue bakal cerita ke lo tentang diri gue. Tapi nggak sekarang. Kalau sekarang, pasti lo nggak ada waktu. Dan kalau lo nggak ada waktu, berarti gue nggak bisa cerita," ucap Orion dengan santai. Firda menatap kesal Orion.

"Makanya kasih nomor whatsapp lo ke gue, biar gue bisa cerita ke lo, ya?"

"Modus. OGAH!" tukas Firda bergegas pergi meninggalkan Orion.

Orion menggelengkan kepalanya. Sungguh sangar sekali Firda. Akhirnya, Orion pergi menuju kelasnya karena eskul fotografi akan segera di mulai kembali. Firda misuh-misuh setelah duduk di antara gerombolan teman-temannya.

"Lo ngapain sih tadi di belakang? Berisik amat njir," tukas Mila.

"Lagi pdkt lo ya sama cowok tadi?" sahut Ainul.

"Mana ada pdkt sambil teriak-teriak gitu," timpal Sekar.

"Ya ada lah. Kan itu bisa menguatkan chemistry," balas Ainul tidak mau kalah.

"Halah, sotoy banget lo, Nul."

"Lah, ini hasil riset gue selama dua tahun terakhir."

"Berisik dih." Firda buka suara.

"Siap grak!" Ainul menutup mulutnya.

Sekitar pukul 14.30 WIB anggota paskibra masuk ke dalam ruangan untuk berberapa materi dan setelahnya pulang. Di jalan menuju kelas, Firda melihat Orion dan beberapa temannya sedang memfoto diri satu sama lain. Tampaknya Orion cukup digemari oleh cewek-cewek ketika melihat reaksi teman ceweknya. Kakak kelas yang mendampingi mereka juga terus menatap Orion. Firda kembali melangkahkan kakinya.

Tepat sehabis shalat ashar eskul paskibra selesai, Firda dan teman-temannya masih berada di sekolah untuk sekedar berbincang-bincang.

"Gue sholat dulu ya. Pada mau ikut nggak?" tanya Firda seraya menggendong tasnya.

"Gue udah tadi," jawab Sekar sibuk dengan eskrim di tangannya.

"Sama gue juga udah." Perkataan Ainul disambut anggukan oleh yang lainnya.

"Oke."

Firda berjalan menuju mushola yang tidak jauh dari lokasi tadi. Firda duduk di pinggir teras mushola, melepas sepatu dan juga kaos kakinya, menaruh tasnya di salah satu sudut mushola lalu pergi berwudhu. Setelahnya cewek itu bergegas memakai mukenanya tatkala melihat ada yang mau memulai sholat berjamaah. Firda telah membuat saf dengan yang lain, bersiap untuk melafalkan niat sholat. Namun, pandangannya beralih pada salah satu cowok yang baru saja masuk ke dalam mushola dengan rambut bagian depan yang basah. Sejenak pandangan keduanya bertemu, cowok itu tersenyum ramah pada Firda sekilas, dengan cepat cowok itu ikut bergabung mengisi saf yang ada.

"Tumben," gumam Firda.

Terdengar suara takbiratul ikhram membuat Firda langsung fokus dan berniat. Setelah sholat ashar, Firda duduk di teras mushola, mengecek handphone-nya sebentar. Ternyata teman-teman paskibra-nya telah pulang sejak tadi.

"Kebiasaan kan!" keluh Firda.

Firda melanjutkan memakai sepatunya. Dia pun berdiri, baru saja beberapa langkah, ada seseorang yang menepuk pundaknya.

"Hoi."

Firda menoleh, "Eh Kak Yovi, kirain siapa tadi."

Yovi mengulas senyum, "Dikira V BTS ye. Hahaha."

"Duh bakal seneng banget gue, Kak. Hahaha."

"Ngarep.com lo." Yovi menyenggol lengan Firda pelan.

"Bomat elah. Eh btw, kok Kak Yovi masih di sini?"

"Ohh, tadi gue sama anak-anak dance cover latihan bentar di sini. Soalnya bentar lagi mau ada lomba."

"Ohh ... Kak Yovi ngecover siapa deh?"

"BTS dong," jawab Yovi sambil melirik Firda, menunggu reaksi cewek tersebut.

Seketika Firda menoleh, "Serius? Anjay kan! Di posisi mana lo, Kak?" Firda memukul lengan Yovi.

"V BTS lahh," ujar cowok itu sambil menyibakkan rambutnya ke belakang.

"Serius? Beneran lo, Kak?" Firda menoleh, yang dibalas dengan anggukkan dari Yovi.

"Wahh, keren pasti!"

Firda kembali menatap ke depan. Keheningan melanda sejenak, tidak ada yang membuka suara lagi. Firda tidak suka suasana canggung seperti ini, cewek itu memberanikan diri membuka suara.

Firda memutar tubuhnya menghadap Yovi, "Kak ... gue duluan ya."

"Oh iya, hati-hati ya." Yovi tersenyum.

Firda membalas senyuman cowok itu, "Iya, Kak. Bye."

Firda menarik napas dalam-dalam. Dalam hati dia bersyukur bisa terlepas dari suasana canggung tadi. Cewek itu berjalan menuju parkiran motor sambil memakai maskernya. Firda alergi debu, membuatnya harus memakai masker saat berkendara. Perjalanan menuju parkiran motor, Firda di sapa oleh beberapa junior paksibra dan teman-temannya.

"Potong rambut sebahu ... biar gak sendu," ujar Orion yang berdiri tak jauh dari posisi Firda.

Saat mendapati pemilik suara tersebut, Firda memutar bola matanya dengan malas. Firda tidak memedulikannya. Orion berjalan dan mengikuti Firda di sampingnya.

"Kamu tahu? ... aku rindu," lanjutnya lagi.

Seketika bulu kuduk Firda berdiri mendengar pantun tersebut. Lagi-lagi Firda berpura-pura tidak melihat dan mendengar Orion.

"Ciee yang pura-pura nggak denger. Gue tau, pasti hati lo cenat-cenut kan, Fir?" ujar Orion. Namun, masih tidak ada balasan.

"Ternyata kacang lebih mahal ya daripada suara Firda," cerocos Orion. "Gue cuman mau ngasih tau aja. Kalau gue udah dapet nomor lo." Penjelasan Orion berhasil membuat cewek itu menghadap ke arahnya.

"Dapet dari mana?"

"Dari Sekar. Why?"

Firda menghela napas dengan kasar. "Ya ampun si Sekar! Kampret emang tuh anak!" gerutunya.

Orion tertawa pelan, Firda berdecak. "Besok gue ganti nomor aja dah ah."

Firda malas berurusan lebih lanjut dengan Orion, dia langsung pergi meninggalkan Orion begitu saja.

"Gue tunggu nomor barunya," seru Orion yang dapat di dengar oleh Firda.

"Gila emang tuh makhluk," gumam Firda. Cewek itu mempercepat langkahnya, menjauhi Orion. Beruntung Orion tidak mengikutinya.

Bagi Firda, Orion itu tidak jelek-jelek amat. Cowok itu tinggi, hitam manis, matanya agak sipit, garis wajahnya sedikit tegas, bisa dibilang Orion seperti keturunan china tetapi dengan kulit cokelat. Namun, yang Firda tidak suka darinya, Orion itu berisik, tidak tahu sopan santun terhadap kakak kelas, begajulan, nggak jelas. Baginya Orion adalah mahkluk gaib yang bisa datang dari mana saja.

***

Sudah berapa kali Firda menghela napas panjang sambil menaruh kepalanya di atas meja kayu di sudut ruang kelas. Pandangannya lurus ke depan, menatap ruang kelas yang sedikit lengang, hanya ada beberapa teman yang bersenda gurau tak jauh dari mejanya. Entah mengapa mood Firda berubah suntuk dan tidak ingin melakukan apapun. Alhasil Firda memutuskan untuk membaringkan kepalanya menghadap dinding kelas, menutupi wajahnya dengan buku tulis bersampul cokelat dan mulai tertidur.

Baru beberapa menit Firda tertidur, bunyi pesan whatsapp masuk. Bukan hanya satu, melainkan tujuh pesan masuk.

"Apa lagi sih," umpat Firda. Cewek itu merapikan jilbabnya sedikit, mengambil handphone dan mengeceknya.

Cewek itu mengira, bahwa pesan tersebut berasal dari grup paskibranya. Ternyata dugannya salah.

+6289619451199
Assalamu'alaikum wahai penyejuk hatiku. Gue mau ngasih tebak-tebakan nih.
Lo tau gue siapa?
Kalau lo tau, gue akan kasih hadiah buat lo.
Hadiahnya adalah hati gue. Hahaha.
Tapi harus jawab ya. Kudu, wajib, harus. Ini bukan sunnah, makruh, apalagi haram.

Seketika Firda merasa kesal, cewek itu berdecak keras. Mengapa selalu saja ada cowok aneh di sekolahnya. Dan mengapa Orion menyukainya. Firda enggan untuk membalas.

+6289619451199
Eh di read doang. Cieee, ternyata lo nggak ganti nomor. XD
Ayo jawab dong, gue butuh kepastian.

Firda kesal mendengar handphone-nya terus saja mendapati pesan masuk dari nomor itu. Bukannya Firda tidak mau mengganti nomornya, cewek itu bisa saja langsung membuang kartu perdananya ke got depan rumah. Bagi dia, nomor tersebut kramat, karna sudah dia gunakan sejak SMP dan teman-teman lamanya hanya dapat menghubungi Firda dengan nomor itu. Akhirnya Firda membalas pesan itu.

Firda
Siapa ya?

+6289619451199
Halah, lo tau gue siapa.

Maaf, sepertinya anda salah nomor.

Bundahara paskibra, foto kemarin nanti gue cetak lho.

Mau mati ya?

Gue nggak mau mati, gue masih banyak dosa dan gue masih aja ganteng.

Please, jangan hubungi gue, Orion. Lo tuh ganggu tau nggak. Kan gue udah bilang, gue nggak suka sama lo.

Iya tau kok.

Nah, tau kan? Yaudah, bye.

Kata manusia, cinta itu datang tanpa kehendak dan tanpa direncanakan terlebih dahulu. Kalau lo nggak suka sama gue sekarang, nggak apa-apa, Fir. Nanti gue yang akan bikin lo suka sama gue. Tunggu aja tanggal mainnya. Hahaha

Firda yang membaca pesan tersebut langsung merinding seketika. Merasa kesal, pasti. Terlihat dari Firda yang tidak membalas pesan tersebut dan langsung menghapus nomor itu dari chat whatsapp-nya. Cewek itu langsung beranjak pergi dari kelas, seketika dia ingin makan makanan pedas.

Setelah dari kantin, Firda masih saja mengelap keringatnya yang masih membanjiri wajahnya. Cewek itu kini berjalan menuju kelasnya sambil memainkan handphone dengan wajah tertunduk. Kakinya melangkah dengan perlahan dikoridor kelas yang cukup ramai. Sesekali Firda mengulas senyum ke arah handphone-nya. Saat itu Firda melihat ada sepasang kaki yang menghalangi jalannya, otomatis Firda langsung minggir memberi jalan. Tapi anehnya, kaki itu malah mengikutinya, memaksa Firda untuk mengangkat kepalanya dan mendapati Orion dengan cengiran lebar di wajahnya. Wajah Firda berubah malas. Dia terus menghindari Orion, lagi-lagi cowok itu menghalanginya.

"Minggir nggak," ucap Firda datar menatap Orion yang lebih tinggi darinya.

"Fir, gue pen ngomong bentarrrr aja," ujar Orion membalas tatapan Firda.

Firda mengalihkan pandangannya bersiap untuk berjalan lagi, namun sebuah kertas menutupi wajahnya.

"Apa sih, Rio!" geramnya.

Orion tertawa melihat reaksi Firda, "Baca dulu dong."

Firda membaca selembaran kertas yang disodorkan Orion. "Seleksi ONMIPA tingkat sekolah. Dari mana lo dapat nih pamflet?"

"Gue ambil dari papan pengumuman di depan kelas 12." Cowok itu berujar santai.

"Ya ampun, kok lo nggak tau malu sih?"

"Yaelah, nanti gue juga bakal balikin lagi. Gue cuman minjem bentar doang."

"Lalu?"

"Gue mau buktiin, kalau gue merupakan salah satu tipe cowok lo. Gue tau dari anak paskib, katanya lo suka cowok yang pintar. Nah, gue mau ikut ini," jelas Orion dengan mantap.

Firda mengernyitkan dahinya, "Lah, emang lo bisa?"

"Eitss, jangan remehin gue. Gini-gini gue anaknya Einstein."

"Halah. Paling juga lo nggak bakal lolos wakilin sekolah kita buat ikut ONMIPA." Firda meremehkan Orion.

"Oh iya? Sampe gue lolos ngewakilin sekolah kita bagaimana?" balas Orion dengan berani.

"Nggak bakal!" ujar Firda cepat dengan sedikit tertawa.

"Sampai gue lolos di tingkat kabupaten bagaimana?"

Firda tetap tidak percaya, dia meyakini cowok aneh seperti Orion yang berpotensi langganan ruang BK tidak akan pernah lolos seleksi. Jangankan kabupaten, tingkat sekolah saja dia tidak akan bisa.

"Impossible."

Orion tersenyum, "Oke, perhatikan gue baik-baik ya, Firda. Karena gue yakin, lo pasti bakalan suka sama gue."

Firda terdiam sejenak, cowok itu berkata dengan sangat percaya diri. "Very Impossible."

Orion tersenyum lebar, entah mengapa perasaan cowok itu menjadi senang.

"Oh iya, gue mau ngasih tau rahasia nih. Sebenarnya kita tuh seumuran, cuman karena waktu itu gue kagak lulus SMP, jadi gue harus mengulang lagi kelas 9," jelas Orion tanpa malu.

"Pasti karena lo nakal, jadinya guru-guru memutuskan untuk nggak lulusin lo," sahut Firda.

"Betul sekali!!" Orion membenarkan ucapan Firda. Firda memutar kedua bola matanya malas.

"Trus, lo pasti nggak tau gosip tentang gue di kalangan anak kelas 10, ya kan?"

"Nggak peduli sih sebenarnya."

Orion menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Oh iya, gue ...."

Perkataan Orion terhenti sejenak ketika ada salah satu junior Firda menghampiri Firda dan melakukan jabatan tangan, salah satu tradisi di paskibra untuk saling menghormati. Junior tersebut juga tersenyum pada Orion.

"Lo kenal sama mereka?" tanya Firda setelah juniornya pergi.

Cowok itu menggeleng, "Nggak."

Firda terdiam. Orion dengan cepat membuka pembicaraan lagi.

"Oh ya satu lagi. Sekarang gue udah berubah, gue mau tobat dan mau serius menyusun masa depan gue."

"Ya trus?"

"Mentok."

"Udah curhatnya?"

"Udah, Fir."

Setelahnya cewek itu langsung beranjak pergi meninggalkan Orion yang tersenyum kecil. Orion menghela napas, sebelum kakinya kembali mengusuri koridor. Tujuannya saat ini adalah mengembalikan pamflet yang telah dia pinjam.

Malam hari itu Firda di spam oleh Orion yang terus-terusan membuat handphone Firda berbunyi, padahal cewek itu tengah menyalin pr temannya yang dia foto. Kesal. Akhirnya Firda mematikan data kartunya.

***

Esoknya saat di sekolah. Firda membaca pesan dari Orion yang ternyata ada 15 pesan. Yang berisi curhatan Orion tentang ONMIPA. Cowok itu mengambil Matematika dan sudah belajar tiga materi kelas 10. Padahal hari seleksi masih 12 hari lagi. Bagi Orion materi tersebut tidak sulit untuk dipahami.

"Hah? Serius nih bocah?" ujar Firda terkejut, "Dalam waktu semalaman udah tiga materi kelas 10? Wahh, gila tuh anak!" lanjut Firda.

Sekar yang menjadi teman sebangkunya mulai kepo. "Apaan, Fir?"

"Si Orion. Kemarin dia bilang ke gue mau ikut ONMIPA. Trus semalem dia whatsapp gue, katanya udah belajar tiga materi matematika kelas 10." Dengan cepat Firda menjelaskan ke Sekar, matanya masih saja terbelalak.

"Serius lo?"

"Iya, Kar."

"Wahh, gila otaknya. Pantes sih, soalnya dia pintar banget."

Firda tertegun, apa dia tidak salah dengar. "Apa, Kar? Dia ... pintar?" tanya Firda ragu.

"Iya, dia itu aslinya pinter, gue tau dari anak kelas 10."

"Hah?"

"Pasti lo baru tau ya?"

"Iya." Firda masih berpikir. "Masa tampang kek calon langganan ruang BK gitu, bisa pintar banget?"

"Tctctc ... makanya jangan liat dari luarnya aja, Fir." Sekar memberi tatapan sinis pada Firda.

"Iya sih, gue salah. Asli dah, gue nggak nyangka kalau dia pintar, Kar."

"Nanti kalau sampe dia beneran lolos seleksi sekolah apalagi lolos kabupaten, baru deh lo nyesel.

"Lah nyesel kenapa?" tanya Firda mengerutkan dahinya.

"Lo kan bilang ke dia kalau itu mustahil. Kok lo lupa sih? Waktu itu kan lo curhat ke gue, bambang!"

Firda langsung terkesiap, "Oh iya," ujarnya lesu.

"Siap-siap menjilat ludah sendiri, Fir. Hahaha." Sekar tertawa sambil menepuk pundak Firda.

"Ah lu mah!"

***

Di koridor kelas Firda terlihat ada keributan. Padahal bel pulang baru saja berbunyi beberapa menit yang lalu. Sudah banyak murid yang mengerumuni. Firda melongok dari jendela kelas, terlihat dua orang cowok sedang adu mulut.

"Paling juga ngerebutin cewek." Firda tak menghiraukannya.

"Hahaha. Biasalah, mainstream itu mah," sahut Sekar. "Dah yuk, cabut."

Keduanya keluar kelas melewati lorong yang sedang ramai murid tersebut. Namun, Firda mendengar sesuatu, cewek itu menghentikan langkahnya dan mendekati kerumunan itu. Sekar yang melihatnyapun kebingungan.

"Oy, Fir." Sekar mengikuti Firda.

Firda dan Sekar sampai di barisan yang dapat melihat pertengkaran itu dengan jelas.

"Ngaku deh lo!" teriak cowok yang mengenakan tas merah sambil memegang kerah lawannya.

"Udah gue bilang, gue nggak ngegodain cewek lo, wahai kakak kelas! Kenal aja nggak!" tegas cowok yang sedang ditarik kerahnya.

"Halah, bohong pasti lo! Cewek gue jadi cuek sama gue, gara-gara sering merhatiin lo, bangs*d!"

Firda masih melihatinya dengan wajah datar.

"Eh itu kan Orion, Fir."

"Iya, tau gue," ujar Firda melipat kedua tangannya di dada.

Terlihat beberapa cowok melerai keduanya. Beruntung tidak terjadi adu jotos, tapi mulut kakak kelas itu masih saja nyerocos. Namun, Orion bersikap tenang sambil merapikan bajunya yang kusut. Tepat saat itu guru datang dan langsung membubarkan murid. Pandangan mata Orion dan Firda bertemu. Orion mengulas senyum lebar lalu menghampiri Firda dan Sekar.

"Gue bisa jelasin, Fir. Sebenarnya gue tadi mau ke kelas lo. Trus ...." Perkataan Orion terhenti saat Firda menyela.

"Siapa yang butuh penjelasan dari lo? Gue kan bukan pacar lo!" ujar Firda datar. Sekar yang berada di sampingnya hanya bisa berdecak.

"Wanna be, kan?" ujar Orion.

Dengan cepat Sekar menoleh ke arah Firda. Namun, wajah Firda masih datar saja.

"Ngimpi lo!"

"Heh, judes amat sih lo!" ujar Sekar buka suara. Firda menatap Sekar.

"Gue biasa aja kok ngomongnya."

"Tctctc ... maaf ya Orion, Firda orangnya emang begitu, judes. Tapi sebenarnya dia nggak nyangka, ternyata lo pintar banget." Sekar tiba-tiba mengubah topik, membuat Firda terkejut dan reflek memukul lengan Sekar.

Orion tertawa pelan. Dalam hati Firda ingin cepat pergi dari situasi memalukan ini.

"Akhirnya Firda tau juga," tukas Orion sambil membenarkan tasnya yang sedikit turun. Firda memalingkan wajahnya.

"Eh tadi lo berantem gara-gara cewek ya?" tanya Sekar yang penasaran.

"Bukan gue, cowok tadi noh yang mulai duluan. Katanya gue ngerebut ceweknya, padahal gue kenal aja nggak sama ceweknya. Ceweknya aja yang kegatelan. Gue takutnya nanti ada yang salah paham, makanya gue ingin jelasin, eh ... tapi udah di judesin," jelas Orion sambil melihat Firda yang melihati Orion dengan ekor matanya.

"Apa lo liat-liat!" sembur Firda.

"Astagfirullah, bidadari nggak boleh judes sama bidadara," jawab Orion.

"Kar, udah yuk pulang," rengek Firda menarik tangan Sekar.

"Sama gue aja yuk?"

"Nggak!" jawab Firda dengan cepat.

"Udah lo sama Orion aja, gue baru inget kalau ada janji sama Resti ke toko buku," ujar Sekar yang terlihat seperti berdalih.

"Dih, gue kan nggak bawa motor. Eh, lo tega banget sih sama gue, Kar." Firda menahan lengan Sekar.

"Eh serius gue. Itu Resti udah nungguin noh di depan. Tuh lihat!" unjuk Sekar ke arah pinggir lapangan, memang benar ada Resti di sana.

"Bodo amat. Bareng ah!" rengek Firda.

"Udah sih sama Orion aja, tuh dia udah nungguin. Lepasin ih! Malu atuh diliatin Orion."

Firda melepas Sekar yang langsung lari ke arah Resti dan menyeretnya dengan paksa. Firda mendengus sebal. Dia tahu itu hanyalah akal-akalan Sekar. Dia ditipu.

"Dah yuk, pulang," kata Orion berjalan sejajar dengan Firda.

"Gue pesen ojol aja."

Orion sedikit kecewa, "Kenapa nggak manfaatin aja sih yang gratis?" ujarnya sambil mengikuti Firda menuju gerbang. Firda tidak menjawab. Di jalan, ada cowok yang menyapa Firda. Terlihat seperti kakak kelas.

"Oy, Fir!" sapanya menghampiri.

"Kak Yovi?"

"Mau pulang ya?" tanya Yovi yang sudah sampai di depan Firda.

"Iya, Kak."

Yovi mengangguk mengerti, dia pun melihat ke arah Orion yang tengah memasang wajah datar.

"Siapa?" tanyanya pada Firda.

"Gue pacarnya Firda, Kak," serobot Orion dengan cepat. Membuat satu pukulan keras mendarat di lengannya. Yovi sedikit terkejut.

"Apaan sih! Gelo emang nih orang, jangan percaya, Kak," tukas Firda.

Pandangan Orion dan Yovi sempat bertemu, membuat atmosfer berubah. Orion tau kalau Yovi berasal dari eskul dance cover yang banyak sekali peminatnya. Yovi juga lumayan tampan menurut Orion.

"Mau pulang, Fir?" tanya Yovi. Firda mengangguk. "Bawa motor?"

"Nggak."

"Mau bareng?"

Orion menyela, "Firda udah bareng gue, Kak. Tadi temennya nitip dia ke gue dan sebagai cowok jantan, gue harus bertanggung jawab."

"Nggak! Gue udah pesen ojol, bapaknya udah nungguin gue di gerbang." Firda mengecek handphone-nya.

"Yah lo mah, Fir. Kan ada gue, ngapain pesen sih?" ujar Orion dengan nada kecewa.

Firda mulai risih, daripada berlama-lama berada di dalam situasi seperti ini, cewek itu memilih untuk segera pergi.

"Kak gue duluan ya. Bye." Firda melambaikan tangan pada Yovi dan dibalas senyuman.

Orion yang melihatnya langsung menyusul Firda dan tak menghiraukan Yovi yang menatap keduanya dengan wajah datar, tak lama dia menghela napas panjang.

"Sepertinya gue nggak ada tempat," gumamnya menatap langit senja.

Hari itu Orion gagal mengajak Firda pulang bersama. Alhasil cowok itu menikmati langit senja sendirian. Menikmati barisan burung yang membentuk suatu pola di langit, terasa kencangnya tiupan angin menerbangkan baju seragamnya yang dia keluarkan.

***

P

ada malam harinya, sebelum Orion memulai belajarnya untuk persiapan ONMIPA, dia mencoba menelpon Firda. Cowok itu terlihat ragu saat ingin memencet tombol hijau di layar datarnya.

"Tenang wahai jantung ... padahal nggak ada orangnya," ujar Orion mengelus-elus dadanya.

"Mantapkan hati. Bismillah!" Cowok itu membulatkan tekadnya.

Layar handphone menunjukkan panggilan sedang berlangsung. Beberapa kali Orion menghela napasnya. Percobaan pertama gagal, Firda menolak panggilan tersebut. Percobaan kedua, masih gagal. Hal itu tidak menyurutkan keberaniannya, dia mencoba sekali lagi.

Tut
Tut

Cukup lama bunyi itu terdengar, hingga terdengar suara cewek di seberang sana.

"Apa sih? Lo ganggu gue tau nggak?" maki Firda. Suaranya terdengar meninggi.

Orion tau pasti cewek itu akan marah dan memakinya, di telepon sekalipun.

"Sorry deh, gue kan juga nggak tau, emangnya gue bisa liat dari sini." Orion menggaruk tengkuknya.

"Alesan aja lo! Ngapain lo telepon gue? Cepet ke intinya, gue sibuk."

"Ah, em, itu ... gue mau bilang," Orion memberi jeda, "Gue bakal lolos ONMIPA."

"Lalu?"

"Lo jadi pacar gue."

"Cih. Gila lo ya! Gue nggak mau!"

"Yaudah, mau jadi pacar atau jadi calon istri?"

"Nggak dua-duanya!"

"Hahaha. Gue bercanda, Fir. Hahaha."

Terdengar suara menghela napas kasar.

"Nggak lucu, Rio!" ujar Firda dengan tegas.

"Gue emang nggak lucu, tapi gue ganteng."

"Ewh! Ganteng dari Hongkong!"

"Fir, doain gue ya. Semoga lolos ONMIPA, semoga doa gue terkabul."

"Terserah dah. Udah kan?"

"Jangan kangen ya."

"Bye!"

Firda menyudahi percakapan tersebut. Cukup singkat dan cukup membuat Orion tersenyum bahagia. Memikirkan wajah Firda yang sedang marah-marah saja membuatnya tertawa. Orion yakin, cewek itu sedang misuh-misuh dan bete.

"Oke! Mulai belajar!" seru Orion menyemangati dirinya.

***

Tibalah hari olimpiade. Hari ini para peserta seleksi berkumpul di aula, bersiap untuk melakukan ujian. Firda terlihat berdiri di depan kelas, handphone di tangannya terasa sepi sejak tiga hari lalu. Entah kenapa Firda merasa ada yang salah dengan dirinya. Cewek itu mengembuskan napas dengan kasar dan memasukkan handphone ke kantung bajunya.

Si Orion udah di aula belum ya, batinnya.

Cewek itu tampak berpikir sejenak, lalu sadar, "Sadar, Fir, sadar," ujar Firda memukul pelan pipinya.

"Biasanya dia whatsapp gue. Ini tumben banget nggak," gumamnya. "Apa gue ke aula aja ya?"

"Ngapain tuh ke aula?" seru Sekar membuatnya kaget.

Firda berusaha setenang mungkin, "Apaan dah? Salah denger kali lo, siapa yang mau ke aula."

Sekar menyipitkan matanya ke arah Firda, "Gue mencium bau-bau rindu."

Firda tersentak, "Gue mencium bau jengkol dari mulut lo," timpal Firda asal.

"Kalau misalkan suka, ya bilang aja. Nggak usah ditahan. Toh, dia juga suka sama lo."

"Siapa?

"Lo dan Orion. Gue tau gelagat lo, ini tuh mencerminkan orang yang berharap."

"Sok tau lo! Peramal juga bukan!"

Sekar mengangguk dan memalingkan wajahnya ke arah lain. "Eh Orion, kok lo nggak ke aula?"

Sontak membuat jantung Firda berdetak tidak normal. Firda tahu, ada yang tidak beres dengan dirinya, tetapi cewek itu terus mengabaikan hal tersebut. Firda menoleh bermaksud melihat Orion, namun dia tidak melihat siapa-siapa di hadapan Sekar. Matanya celangak-celinguk menyapu sekeliling. Tidak ada.

Sekar tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Firda. "Tuh kan!"

Perkataan Sekar membuat Forda terkejut. "Apaan sih?"

"Lo tuh suka sama Orion," ucap Sekar to the point.

"Hah? Kok bisa?" tanya Firda yang kebingungan. Antara polos atau pura-pura tidak tahu.

"Dih, kocak! Harusnya gue yang nanya begitu ke lo. Kok lo bisa suka sama Orion."

"Kok gue? Gue nggak suka sama dia. Gue ... cuman seneng aja sama dia," jelas Firda sembari merapikan kerudungnya.

"Halah. Alibi aja lo, Fir. Jantung lo yang bakal bicara jujur kalau ketemu Orion nanti. Bakal ... dag dig dug serr gitu," goda Sekar sambil berjalan menjauh. Hal itu berhasil membuat Firda salah tingkah.

Firda masih terdiam, mencermati perkataan Sekar. Cewek itu belum siap untuk jatuh cinta lagi. Terakhir Firda menjalin hubungan dengan cowok, saat masih kelas 2 SMP dan itu bukanlah hubungan yang berakhir baik. Cewek itu masih ragu. Apakah ini cinta terhadap cowok atau hanya rasa senang sebagai seorang teman. Dia bingung.

"Cuman ada satu cara yang bisa membuktikannya." Firda bergumam pelan.

Kali ini sepulang sekolah Firda menyiapkan rencana. Firda membawa kakinya menyusuri lorong kelas sepuluh dengan santai. Kakinya melangkah dengan tenang melewati pintu-pintu kelas. Dia merapikan jilbabnya sejenak. Mendekati kelas Orion, cewek itu melirik sesekali ke arah jendela kelas tersebut. Melihat ke dalam kelas, mencari pria tinggi yang tidak asing baginya. Namun, cewek itu tidak melihat batang hidung cowok tersebut.

Tanpa dia sadari, Orion telah berada di belakangnya. Firda masih saja celangak-celinguk di depan jendela. Orion dapat mendengar cewek itu bergumam pelan.

"Nggak ada. Udah pulang kali ya?" guman Firda bertanya sendiri. Tiba-tiba sebuah pesan whatsapp menginterupsinya. Kebetulan sekali, pesan tersebut dari Orion.

Orion
Oy, di mana? Mau pulang bareng nggak?

Gue udah pulang.

Serius? Trus yang gue liat ini siapa dong, kalau bukan lo?

Hah?

Firda mengerutkan dahinya, dan mengedarkan pandangannya tanpa ragu. Cewek itu berteriak kaget tatkala melihat Orion yang berada di belakangnya. Firda bersandar pada dinding kelas.

"Ya Allah. Bikin kaget aja sih." Firda mengelus dadanya beberapa kali. Orion masih saja memerhatikannya dalam diam. Seakan meminta penjelasan darinya. Sayangnya Firda tidak sepeka itu.

"Apa?" tanyanya karena merasa terus ditatap.

"Lo ngapain di sini?" tanya Orion cepat.

Firda tidak langsung menjawab, dia sedang memikirkan alasan apa yang bisa menutupi perbuatannya yang dapat ditebak itu.

"E ... itu, gue ...." Firda tidak bisa memikirkan alasan yang tepat.

"Skak mat!" ujar Orion mengagetkannya. Firda membelalakkan matanya.

"Lo udah suka ya sama gue? Lo pasti nyariin gue, kan? Ya kan?" tanya Orion dengan percaya diri yang tinggi.

Hal itu menohok Firda. Tanpa sadar Firda sudah bereaksi diluar dugaan sejak tadi.

"Apaan sih! Pede banget lo. Gue cuman kebetulan lewat sini doang!" Firda berusaha menyangkalnya, mencari alasan.

Namun Orion malah tersenyum lebar sambil tertawa kegirangan. Cowok itu terlihat menggoda Firda lagi. "Masa?"

Wajah Firda sudah tidak dapat dikontrol karena salah tingkah, dengan cepat cewek itu menghindari Orion. Kakinya dengan cepat mengambil langkah seribu menuju gerbang sekolah.

"Hey teteh bendahara paskibra! Lo udah ketahuan, jangan sembunyikan lagi. Karena gue akan dengan senang hati menerima lo!" Orion terus berbicara sepanjang lorong mengikuti Firda dari belakang. Hal itu membuat mereka menjadi pusat perhatian dari murid-murid yang keluar dari kelas.

Firda menutupi wajahnya dengan kerudungnya. Firda benar-benar dibuat malu oleh Orion. Tetapi berbeda dengan Orion yang dengan senang hati mengungkapkan perasaannya di depan umum.

"Hey Firda Ayunda. Lo memang tidak secantik dan sepintar Maudy Ayunda. Tapi lo number one in my heart!" ujar Orion dengan lantang.

Sontak murid-murid yang mendengarnya tertawa. Firda sangat malu. Rasanya dia ingin menenggelamkan diri di sungai. Firda menyesal kenapa dia harus pergi ke kelasnya Orion. Sampainya di depan gerbang, Firda baru sadar kalau dia tidak membawa motor. Dia dengan cepat menghubungi Sekar.

Halo, Kar. Gue ada di gerbang nih. Lo di mana?

Gue lagi diajakin pergi nih sama gebetan gue. Keknya gue nggak bisa bareng lo deh, Fir.

Lah, parah!

Lo bareng yang lain aja gih, bareng Orion juga bisa kan? Udah ya. Gue sibuk. Hahaha.

Kar, nggak bisa gitu lah. Eh ... eh ... woy, Kar!

Telepon pun terputus. Firda mengumpat, dia tau bahwa Sekar sengaja melakukan ini. Sekar tau kalau sekarang Orion sedang mengikutinya. Firda menengok ke samping dan mendapati Orion sedang menatapnya dengan senyum.

"Mau pulang bareng?" tawar Orion.

"Nggak," jawab Firda dengan cepat. Dia pun membuka aplikasi ojek online. Dengan cepat Orion mengambil handphone Firda yang berada di tangan cewek itu.

"Sekali ini aja. Ya?" ujar Orion menyembunyikan handphone Firda di kantung bajunya.

"Balikin handphone gue, Rio!" Firda berusaha mengambil handphone-nya. Namun, Orion terus menghindar. Hal itu membuat mereka menjadi pusat perhatian. Firda melihat beberapa juniornya menonton dari jauh. Karena citra Firda sebagai pamlat yang terkenal galak, dia tidak ingin para juniornya melihat Firda seperti ini. Firda pun mengalah.

"Oke, fine! Balikin handphone gue," ujar Firda yang berhenti sambil menatap Orion yang lebih tinggi darinya.

"Oke, gue kasih di parkiran. Skuy!" Orion berjalan menuju parkiran motor, dengan nurut Firda mengekorinya tanpa berkata apapun.

Setelah sampai di samping motornya, Orion pun mengembalikan handphone Firda. "Nih."

Firda langsung mengambilnya. Orion memakai helmnya dan menaiki motor Yamaha NMAX hitam miliknya.

"Nggak ada helm?" tanya Firda menatap Orion.

"Nggak. Lo mau pake helm gue?"

"Lo ngelawak ya? Masa penumpang pake helm, sedangkan yang nyetir nggak?"

"Hahaha. Kocak, ya nggak lah. Udah nggak apa-apa, Fir. Nggak ada polisi kok."

"Helm tuh buat keselamatan. Ngapain lo ngajak gue pulang bareng, tapi nggak ada helm. Mending gue naik ojol aja."

"Aduh, lucu bat sih. Hahaha. Iya beb, gue tau. Kali ini aja, lain kali gue bakal bawa helm dua."

"Apaan sih. Beb, beb. Gue Firda bukan beb. Geli."

"Eh, gue kira kita udah pacaran?" ujar Orion membuat Firda ternganga.

"Sejak kapan? Gue nggak ngerasa tuh! Apaan banget lo!" oceh Firda memukul lengan Orion dengan kencang. Membuat Orion tertawa.

"Bercanda sih. Udah yuk ah, naik."

Firda memutar kedua mola matanya ke atas, cewek itu mengangkat roknya sambil berpegangan pada pundak Orion ketika naik ke motor. Tenang saja, Firda selalu memakai celana panjang di balik roknya.

"Pegangan yang kuat, kalau tidak mau jatuh ke pesona gue." Orion berucap asal dan mendapatkan pukulan dari Firda.

"Berisik, cepetan jalan," perintah Firda.

Orion selalu tertawa jika menggoda Firda, pasalnya reaksi cewek itu sungguh lucu di matanya. Motornya meninggalkan lingkungan sekolah.

Angin begitu kencang sore itu, membuat kerudung Firda mudah tersingkap. Mengetahui hal itu, Orion memelankan laju motornya.

"Fir, sepertinya tanpa gue lolos ONMIPA, lo udah suka deh sama gue." Orion memecah keheningan dianatara mereka.

"Siapa bilang gue suka sama lo. Sotoy banget deh lo."

"Udah jelas banget kok dari wajah dan gelagat lo. Kalau lo itu suka gue."

"Pede banget Ya Allah ini makhluk!"

"Awas, kalau udah kehilangan, baru tau rasa!"

"Terserah dah."

Orion hanya tertawa pelan. Tiba-tiba Firda membuka suara.

"Rio, gue mau minta maaf sama lo. Gue udah ngeremehin lo. Gue salah, gue mandang orang hanya dari luarnya aja."

Orion terkejut menerima permintaan maaf dari Firda. Padahal cowok itu tidak memikirkan hal itu. Orion tersenyum, "Selow aja sih, Fir. Yang penting sekarang lo udah sadar kan, kalau sifat lo itu salah. Jangan kayak gitu lagi ya?"

"Iya. Untung gue cepet sadar. Btw, gimana seleksinya?"

Dengan percaya diri Orion menjawab, "Gampang banget soalnya."

"Beda ya kalau terlahir dengan otak Einstein."

"Kenapa, iri?"

"Nggak, biasa aja tuh."

"Tenang aja, kepintaran gue nanti dimiliki sama anak kita."

Sontak hal itu membuat Firda terkejut secara tiba-tiba. Cewek itu memukul punggung Orion dua kali dengan kencang membuat Orion mengaduh kesakitan. Gelak tawa Orion pecah saat itu. Firda tidak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. Hari itu berakhir dengan indah, hanya mereka yang tau apa yang akan terjadi ke depannya. Mereka yang memutuskan bagaimana masa depan mereka.

[Tamat]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro