Kamu Punya Dirimu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kamu Punya Dirimu
Karya Ajeng Sukmawati
[AjengSukmawati7]


Pagi ini terasa sangat cerah, aku berjalan dengan pelan memasuki gerbang sekolah sembari menyemangati diri sendiri. "Oke Pia! Kamu pasti bisa, tenanglah." Namun, semangat dalam hatiku tak selaras dengan reaksi tubuhku. Lagi, ini terjadi lagi. Hawa panas dan dingin mulai menyelimuti tubuhku dari ujung kaki sampai ubun-ubun, aku mengepalkan tanganku hanya untuk mendapati rasa dingin seperti menggenggam es batu.

Langkahku mulai pelan dan kepalaku mulai menunduk, jantungku berdebar kencang seperti habis lari marathon. Alasanya, tatapan itu. Tatapan mereka yang melihatku seakan-akan aku adalah makhluk tuhan yang paling cacat. Aku benci itu, tatapan kasihan, dan tatapan ejekan itu seperti berkata

"Pia, kasihan sekali dia."

"Wajahnya manis sih, tapi sikapnya aneh."

"Anak yang dibuang seperti dia pasti pembawa sial bagi keluarganya. Pergi sana!"

Aku hanya menutup mata dan menyemangati dalam hati, lalu aku mulai berjalan dengan sangat menunduk berharap tak akan menabrak sesuatu. Kakiku mulai memasuki kelas XI IPS 2, kelas bagi siswa sepertiku yang memiliki otak pas-pasan. Aku duduk dibangku paling belakang dan paling ujung, disini aku duduk dengan siswa bernama Putri. Aku tidak tau dia baik atau tidak, padahal aku sudah duduk denganya selama lebih dari satu semester ini, yg aku tau dia sangat cantik. Terkutuk diriku karena memilih duduk denganya.

Tak berapa lama seorang guru masuk dan memulai pelajaran, aku tak terlalu memperhatikan penjelasan guru di depan sana. Pikiranku malah melayang pada sebuah surat yang dikirim dari Palembang oleh Ibuku, surat perceraian. Aku tinggal dengan Ayahku saat aku mulai memasuki kelas XI. Ayahku jarang sekali pulang dan aku tidak peduli dengan itu. Semua orang di sekolah ini tau bahwa aku adalah anak yang ditinggalkan. Miris sekali hidupku, Ibuku pergi untuk mencari kehidupan baru dan ayahku pergi meninggalkanku.

Penglihatanku mulai mengabur, sampai kapan aku akan bertahan di dunia ini? Setiap detik aku seperti berjalan menuju jurang tergelap yang sangat dalam. Kesakitan ini membunuhku! Untuk apa aku hidup kalau keluargaku tidak lagi peduli!

Untuk siapa nanti aku membanggakan diriku atas pencapaianku?!


Penderitaan ini berakhir kalau aku yang mengakhirinya. Ya, aku yang harus mengakhirinya!

Bel istirahat berbunyi sangat nyaring dan berhasil mengejutkanku, aku segera berdiri dari tempat duduk ketika kelas sudah sepi, membawa sebotol air dan berjalan menuju tempat paling damai, atap sekolah.
Saat ini aku sedang berada diatap lantai lima, titik tertinggi di sekolahku. Dari sini aku bisa melihat keseluruhan sekolah. Aku menunduk dan menatap taman belakang sekolah yang sepi. Tiba-tiba sebuah ide terlintas dipikiranku. "Apakah aku akhiri saja penderitaanku sekarang? Melompat dari sini mungkin saja akan berhasil." gumamku pada diri sendiri.

Aku tersenyum miris dan berbalik menuju kelas, lagi. Tatapan itu mereka tujukan kepadaku, bisakah mereka tidak menghiraukanku dan menganggap aku tidak ada? Aku tau hidup dan fisik ku tak sesempurna kalian, tapi bisakah kalian tidak mengasihaniku dengan tatapan seperti itu?

"Bukankah mengakhirinya akan lebih baik?"

"Ya! Akhiri saja, maka kau tidak akan mendapat tatapan itu lagi!" Perdebatan dipikiranku sudah dimulai. Aku mulai tergiur dengan hal itu, akhiri saja.

Dan disinilah aku, disaksikan senja sore yang sangat indah setelah bel pulang sekolah sudah berbunyi setengah jam yang lalu. Kebanyakan didalam film, senja adalah hal romantis yang akan menimbulkan adegan terbaik dalam cerita. Tapi disini, aku akan mengakhiri hidupku didepan senja, miris sekali. Aku mulai meletakan tas dan melangkah menuju pembatas beton setinggi dada.

Aku tidak akan menulis surat atau apapun itu, memangnya aku mempunyai siapa di dunia ini? Aku mulai dengan memanjat kaki kanan ke pembatas lalu kemudian mengangkat kaki kiriku dan berdiri. Aku melentangkan kedua tanganku dan memejamkan mata, sungguh perasaan aneh yang tidak pernah aku rasakan selama ini mulai memeluk erat tubuhku.

Perasaan bebas dan juga lega, air mataku mulai menetes dan senyum bahagia mulai terukir diwajahku, lalu tubuhku serasa ditarik dengan sangat kencang dan terhempas dengan saangat keras.

"Brugh!!!"

Sunyi dan aku merasakan rasa sakit disebagian tubuhku. Tunggu? Apakah aku sudah mati?

Aku mulai membuka mataku dan hal pertama yang aku lihat adalah seseorang yang sedang mengambil nafas dengan sangat rakus. Tubuhnya terbaring miring begitupun denganku. Aku mulai bingung karena orang itu menatapku dengan tatapan amarah yang sangat besar.

Bukanya harusnya dia panik karena melihat sosok mayat yang jatuh dari ketinggian lantai lima sekolah ini?
"Apa kamu sudah gila! Kamu pikir siapa kamu?! Percaya diri sekali mau bunuh diri dengan cara seperti itu?!"
Tunggu apa katanya? Jadi aku belum mati?

Aku segera bangun dan berdiri, disusul siswa asing itu. Aku merasakan sakit dikepalaku dan tubuh bagian kananku. "Siapa kamu?" Tanyaku pada siswa tersebut. "Danu, siswa yang baru saja menggagalkan percobaan bunuh diri seorang Pia Maharani." Aku membelalakan mataku dan terkejut, kenapa dia tau nama panjangku?

"Kenapa kamu menolongku?"

"Kamu pikir saja sendiri! oh aku baru ingat, kamu kan nggak punya otak karena orang yang punya otak nggak bakal mau ambil tindakan bunuh diri kaya kamu tadi." Danu menatapku dengan tatapan mengejeknya dan untuk pertama kalinya aku tak membenci tatapan itu.

"Dengar Pia, aku tahu sebagian besar cerita kehidupanmu dan aku yakin kamu sudah tak terkejut akan hal itu, tapi sampai mau bunuh diri seperti itu bukankah tindakan kekanakan?" Ucap Danu seraya memegang kedua pundak ku. Aku tertawa sebentar dan melepaskan tanganya dari kedua pundak ku dengan kasar.

"Kekanakan? Untuk orang yang mempunyai otak sepertimu tau apa tentang diriku? Orang sepertimu tau apa rasanya dibuang dan ditelantarkan? Dan untuk orang sepertimu tau apa rasanya hidup sendirian? Apa kamu punya jawaban atas semua itu?!"

Aku mulai hilang kendali karena rasa marah ini mulai menguasai diriku. Sejenak aku terpukau pada diriku sendiri, untuk pertama kalinya aku berani mengeluarkan semua beban yang aku jalani selama ini. Aku melihat Danu yang tersenyum kecil lalu menatap langit senja yang sangat indah diatas kami. "Kau benar, untuk orang sepertiku aku memang tidak tau rasanya seperti apa, mungkin orang sepertiku hanya akan mengasihani dan berasumsi sesuai dengan pemikiran kita tanpa memikirkan yang lain."

Danu menjeda sedikit perkataanya lalu tersenyum menatapku. "Tapi, Aku Danu Satyananda akan memberitaumu satu jawaban yang akan mengubah semua pemikiranmu. Kamu Punya Dirimu." Jantungku rasanya berhenti berdetak selama sesaat kala mendengar jawaban Danu. Bukan, bukan karena aku terpesona akan wajah tampanya, tapi perkataanya. "Kamu tak perlu orang lain untuk kamu jadikan landasan jika kamu merasa mereka mulai meninggalkanmu, kamu tak perlu orang lain untuk kamu jadikan tempat berpulang jika kamu sendirian. Tapi asal kamu tau Pia, di dunia ini tidak ada kata sendiri. Kamu harus ingat, ada Dirimu sendiri yang bisa kamu jadikan sebagai landasan itu. Kamu dan dirimu."

Air mataku tak dapat aku tahan kali ini, untuk pertama kalinya aku menangis di depan orang asing selalin keluargaku. Danu hanya memperhatikanku tanpa berbuat apa-apa. Setelah aku merasa lebih baik, aku membersihkan sisa air mata dari wajahku dan mulai menatap Danu yang masih setia menemaniku disini. "Terimakasih."
Danu tersenyum dan mengangguk.

"Sama-sama. Jadi, apa boleh aku menjadi temanmu?"

Aku menatap tangan Danu yang terulur dan segera menjabatnya.

"Tentu saja. Teman pertamaku."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro