X. | Secuplik Asa di Euryale, bagian kedua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Angia; 28 Februari, Y.1342

Val dan Karen kembali ke rumah dinas mendekati petang dengan sebuah mobil cart yang membawa sebagian besar kotak suplai mereka. Fiore kurang paham mendeskripsikan mobil tubuh terbuka itu, lagi walau terlihat bodinya ramping dan ringkih, mobil itu mampu menarik beban berupa peti-peti yang menggunung, juga bisa untuk mengakomodasi maksimal empat orang penumpang beserta supir.

Val ternyata andil sekali menyetir. Dia terlihat santai saja mengendarai mobil itu dan memarkirkannya dekat dengan rumah dinas. Dia bilang mereka diperbolehkan meminjam mobil ini sampai waktu keberangkatan mereka tengah malam nanti.

Alicia sudah menyisihkan sebagian dari stok makanan mereka yang akan dibawa ke kapal, beberapa daging kalengan, dan beberapa plastik makanan beku. Karen tengah memakai celemek dan mengikat rambutnya satu di belakang.

Dapur di rumah dinas kecil itu menyatu dengan ruang tengah, dekat sekali dengan pintu keluar, namun dapur menghadap ke selatan, sementara pintu utama menghadap ke utara. Untuk tidur mereka memanfaatkan satu ruangan saja untuk berempat, dan ruangan kosong digunakan untuk mereka menaruh inventaris dan senjata masing-masing.

Kalau soal jadwal-menjadwal ini itu, tidak usah ditanya, karena Val sudah merencanakan semuanya sampai unit terkecil - yah, Karen menolak sampai ada jadwal giliran mandi, sih, intinya siapa saja yang pakai kamar mandi duluan tidak saling mendahului.

"Malam ini ... Karen dan Alicia yang masak, ya 'kan?" ujar Val ketika dia sudah duduk kembali di dekat meja makan bersama Fiore.

"Yes!" Alicia menaikkan dua jempolnya semangat.

"Ada keraguan, ketua?" Val melirik ke Fiore yang bersedekap, memandang mereka berdua yang sudah di dapur dengan skeptis.

"... Bilang saja, Fiore." Karen tersenyum, senyum yang tidak biasa ada padanya. Dia sepertinya mungkin akan tertawa kalau Fiore mulai menyindir Alicia. Fiore pun mengedikkan bahu.

"Semua di Kelas Sembilan bisa masak, kok, aku percaya," Fiore berujar. Alicia manyun, tapi dia berpura tidak mendengar dan sudah membuka isi kaleng yang hendak digunakan dan disatukan ke satu mangkok. "Kecuali Hana, sih. Aku sampai sekarang masih penasaran kenapa kari yang dia bikin selalu warnanya hijau begitu, padahal udah diajarin empunya."

Val tersenyum miris, "Iya juga, ya. Hana memang ... ajaib."

Saat Karen dan Alicia mulai mendiskusikan masak apa malam itu, Val sudah mulai bercuap soal apa yang akan mereka lakukan nanti malam ketika docking dan loading di kapal. Kapal yang akan memberangkatkan mereka ke Aira adalah salah satu kapal troopship—kapal penumpang militer milik Akademi Maritim Nix yang diberi nama SS Euryale II. Kapal berkapasitas kecil hingga sedang itu akan mengangkut awak terlatih yang sudah biasa melakukan pelayaran ke Aira, dan mereka sudah bersumpah di bawah nama Kitab Kejayaan Hampa untuk kerahasiaan tugas ini.

"Oh ya omong-omong tadi ... ada yang sekalian memberiku sayur." Karen terlihat kebingungan ketika dia menunjukkan sebuah dus kecil yang berisi tumpukan kertas koran untuk mengalasi berbagai jenis sayuran hijau yang masih segar. "Apa malam ini kita makan sayur saja?"

"Boleh, sih. Sayur cepat rusak. Sisanya bisa juga dibawa ke kapal kalau ada wadah tertutup buat nyimpannya," Alicia mengambil salah satu tomat dan melirik sayur-sayur lain di dalam situ. "Oh, bagus, ada jeruk nipis dan lemon. Kita bisa pakai ini buat mengawetkan sayur-sayur ini."

Karen menyingsingkan lengan bajunya dan mulai mengambil dua pisau untuk mereka berdua, "Oke, sekalian saja sambil masak, ya."

"Kalian ngapain aja bisa pinjam mobil dan kedapatan sayur?" Fiore menoleh ke arah ketua kelas mereka dengan tidak percaya.

Ketua kelas masih tetap panikan seperti biasa, tapi tidak dipungkiri kemampuan interpersonalnya sudah semakin terasah. Memang Fiore yang menjadi kepala skuadron, tetapi urusan antara skuadron Glacialis dan kelompok eksternal akan menjadi tanggung jawab Val. Caranya berbicara sangat rapi, dan seperti dia punya segala jawaban untuk pertanyaan apa pun tanpa membeberkan rahasia yang ada. Praktis dan taktis layaknya buku pedoman militer.

Umumnya, komandan akan menjembatani antara pihak kontrol di Angia, yaitu Instruktur Bathory, dan pihak skuadron mereka, tapi karena urusan di Aira cukup rumit, Val lebih banyak menjadi asisten langsung Fiore. Katanya Muriel juga akan seperti ini nantinya di Kaldera untuk Gloria.

"Ceritanya panjang," Val bersedekap. "Jadi, tadi kami sempat bertugas di sekitar pasar, katanya lagi ada banyak kasus pencurian. Nah, saat istirahat, ada kelompok orang tua menghampiri kami. Menurut ... orang-orang pasar rakyat disitu saat melihat kita berdua, mereka bilang mereka berhutang budi sama seseorang sepantaran sama kita saat masa wajib militer beberapa bulan silam."

Fiore tertegun ketika mendengar kata 'orang pasar rakyat', tapi dia meminta Val melanjutkan.

"Si orang yang mereka kenal itu bertugas di Kota Nelayan yang nggak jauh dari sini. Dia kebetulan lihat beberapa orang tua yang sekoci dagangnya tenggelam dan dia segera meminta barak Kota Nelayan menolongnya," Val tidak bercanda soal cerita itu benar-benar panjang, lagi Fiore sepertinya sudah menduga bagaimana cerita ini akan berakhir.

"Tidak hanya menolong orang tua itu, tiba-tiba pihak pasar kemudian kedatangan beberapa mobil cart macam ini, hibah katanya dari perusahaan yang nggak mau disebut namanya untuk membantu logistik pasar."

"... Gloria, ya, Karen?" Fiore tertawa kecil.

Karen yang tengah memotong kubis hanya bisa melebarkan bahu, "Aku awalnya mau bilang mereka salah orang, tapi setelah kucoba deskripsikan Gloria, para orang tua itu senang sekali. Mereka lalu memberi kami sayur dan meminjamkan mobil itu ketika tahu kita akan mengambil kotak-kotak perbekalan di stasiun militer terdekat."

Mulut Fiore membulat, terkagum-kagum. Karen terlihat sedikit ceria saat menceritakan itu, sepertinya dia memikirkan Gloria. Belum lama ini juga ketika dia menemani Gloria untuk belanja makan malam, walau Muriel sudah mengingatkan untuk patungan bersebelas untuk semuanya, tiba-tiba segalanya sudah dibayar saja oleh Gloria.

"Aku dengar juga Gloria membantu implan otot Muriel dan menanggung biaya operasi Hana ..." lanjut Val. "Aku paham Perusahaan Wiseman sebesar dan sehebat itu, tapi apa dia nggak, er, apa istilahnya? Sayang uang?"

Karen mengernyit, "Aku kadang mempertanyakan itu, tapi Gloria biasanya nggak suka membahasnya. Dia bakalan bilang, 'nggak seberapa' atau 'nggak usah dipikirkan', dan dia akan pura-pura nggak dengar kalau ada yang mulai bahas soal pembiayaan."

Alicia yang tengah mengupas kentang dan wortel mengimbuh, "Kalau dipikir-pikir, kelas kita ini palugada ya, apa saja ada. Ada nona kaya yang uangnya ngalir nggak berseri, ada ratu, ada mantan tentara anak, ada ..."

"Ada mantan napi." Val menambahkan.

"Lena jahat!"

"Lah itu 'kan kenyataan?"

Tawa mereka pecah sejenak, sebelum mereka kembali fokus masing-masing, baik memasak maupun kembali mengurus persiapan.

"Kita nanti bahas soal Cosmo Ostina saat di kapal saja, masih banyak sekali yang perlu kita kuasai dari dasarnya saja," Val meregangkan badannya, kepalanya bersandar di kursi kayu yang didudukinya.

Fiore mengangguk setuju, "Berarti habis makan langsung beres-beres, berangkat?"

"Mhm," sahut sang komandan. "Masaknya yang cepat, Alicia! Nanti kita ketinggalan kapal!"

"Sayap Peri! Bawel amat, sih!" cebik Alicia.



Tumis kubis dan aneka iris daging beserta nasi yang pulen, dan obrolan yang ringan dibarengi teh rasa gandum. Rasanya malam itu seperti pesta sebelum mereka akan terombang-ambing di lautan selama dua minggu lamanya.

Kalau ini adalah dua tahun yang lalu, rasanya dia tidak akan menganggap tim seperti ini akan akur. Karen yang tertutup. Val yang terlalu panik tanpa berusaha terlebih dahulu. Alicia yang cenderung sulit diatur. Lalu, Fiore sendiri tahu kalau dirinya selalu menyimpan semuanya sendiri, terutama karena dulu dia berfokus untuk menemukan 'racun' Angia.

Tapi sekarang, di meja itu terdiri dari empat orang yang masing-masing mengerti, telah melewati segala rintangan dan hambatan, berkembang untuk lebih percaya, lebih terbuka, lebih erat.

"Di Aira nanti, kemungkinan aku akan menghubungi kontakku di sana, Selen," ucap Karen. "Dia ... si Messenger Putih. Sama sepertiku, dia juga sudah putus kontak dengan Sang Ratu."

Val menaikkan kacamatanya, "Ah, dia lagi." dia menatap Karen lurus. "Perasaanku saja atau sepertinya Putih sudah sangat ... maju sekali? Maksudnya dalam artian, agenda si Ratu Putih itu tetap berjalan saja rasanya walau kita nggak tahu itu apa. Kamu benar-benar nggak tahu apa yang akan mereka rencanakan?"

Weiss dan Schwarz. Putih dan Hitam. Dua kongsi dagang yang melebarkan sayapnya di seluruh kontinen Endia. Dua raksasa yang kerap berseteru itu memiliki kelompok elit yang dinamakan E8 dan D1, mereka dengan rencana tersendiri yang menyangkut kemaslahatan dunia.

E8, setelah penyerangannya di Angia, terlihat jelas menginginkan sesuatu dari Ann, atau bila mengutip kata-kata Rook dan Messenger saat itu, mereka ingin sekedar 'mengawasi' Ann. Kemungkinan E8 ingin mencuri teknologi tertentu dari kontinen lain, apalagi melihat bagaimana Karen mendeskripsikan tugasnya saat menjadi anggota E8.

Karen bertopang dagu, "Sejauh yang kuketahui, Ratu Putih hanya memainkan bidaknya untuk satu gerakan, untuk sisanya hanya dia yang tahu apa yang dia inginkan. Seorang game master yang selalu berkutat dalam pikirannya sendiri."

"Itu metafora?" Alicia tertegun. "Artinya, habis manis sepah dibuang?"

"Kalau selama ini sih, begitu biasanya. Selen yang sudah lama menghindar dari Kaldera tidak diminta kembali oleh Sang Ratu, begitu juga aku."

Fiore menaikkan alis, "Tapi kamu tidak menghindari Sang Ratu, 'kan?"

"Lebih tepatnya, fungsiku sudah disebutkan telah usai." Karen membenarkan. "Jadi, ya, aku benar-benar sudah tidak ada sangkut-pautnya dengan E8, begitu juga Selen."

"Dan kita harus memanfaatkan apa saja untuk mempermudah tugas kita di Aira, begitu ya?" Val berujar, senyumnya simpul. "Kamu paham kalau kami tidak mencurigaimu, 'kan, Karen?"

Pemilik rambut perak itu menghela napas, "Harusnya kalian lebih curiga, tauk."

"Eh, tenang saja, Nona Spriggan, kami semua tahu kok kalau motivasimu tidak jauh-jauh dari Spriggan," Alicia nyengir. "Intinya kita semua sama pada akhirnya, mau cari kebenaran."

Mata Karen memicing. "Positif sekali, silau."

"Muji dikit kenapa! Aku lagi ngebelain kamu!"

"Sudah, sudah." Fiore melerai mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro