XXXIV. | Senada

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cosmo Ostina; 26 Maret, Y.1342

Sebagai asistensi bagi Avalon, kini skuadron Glacialis bekerja sama dengan arahan Bu Nadir mengenai tugas akhir seputar penyeteman sihir.

Dikarenakan Celia merupakan bagian besar dari tugas akhir, ketika mereka berdiskusi di Rumah Pohon, Celia diperbolehkan tetap berkontribusi terhadap jalannya progres tugas, namun bila sudah di Cosmo Ostina, Celia tetap tidak akan diikutsertakan.

Garis besar yang akan skuadron Glacialis lakukan untuk tugas akhir Avalon adalah memberikan informasi berkaitan dengan Kitab Kejayaan Hampa. Umumnya adalah bagaimana penyesuaian Kitab bekerja untuk aplikasi sihir, dan itu kebanyakan adalah porsi itu Karen dan Fiore lakukan. Baik Fiore dan Karen pernah melakukan penyelarasan dengan Kitab Kejayaan Hampa, dan itu membuat Nadia dan Sharon kemudian menyempurnakan sistem aliran sihirnya saat Bu Nadir mengalirkan kekuatan beliau melalui suling Kitab Harapan Palsu.

Demonstrasi mengenai tugas akhir mereka kerap sering dilakukan seiring Maret berakhir, dengan para anggota Glacialis turut hadir untuk mengamati bagaimana penyeteman partitur sihir bekerja di beberapa benda atau juga saat Bu Nadir mengenakan sihirnya pada Sharon. Awalnya partitur itu tidak akan terlihat terlalu jelas, tapi setelah Fiore dan Karen menjelaskan soal sistem sihir yang mereka ketahui, Nadia telah mengubahnya dan Celia sepertinya turut mengambil andil sehingga partitur yang diubah oleh Bu Nadir tetap terlihat selama proses penyeteman bekerja.

"Aku punya pertanyaan, Guru Fio." bisik Alicia saat tepuk tangan berderai-derai di ruangan itu selepas Nadia dan Sharon menyelesaikan demonstrasi mereka. Bu Nadir pun segera naik mimbar untuk menjelaskan apa yang telah terjadi dan prosesnya.

Para anggota skuadron Glacialis berdiri di tepi ruangan, jauh dari kursi-kursi penonton yang merupakan mahasiswa tingkat lanjut seperti halnya Nadia dan Sharon.

"Kamu kenapa ngomongnya gitu, kok aku ngerasa ini bakal jadi pertanyaan bodoh," Fiore bersedekap.

"Jahat!" Alicia menggembungkan pipinya. "Mereka bilang partitur itu dulu terlihat, 'kan ya, saat masa-masa Sang Dirigen masih ada? Lalu sekarang partitur itu hilang dan kini mereka harus pakai Kitab Harapan Palsu untuk membantu mereka menyelaraskan nada."

"Ya, benar," Fiore mengangguk. Val, dengan kacamata barunya (akhirnya), ikut menoleh. Karen pun turut dalam pembicaraan. "Ada apa sampai di situ?"

"Nah, pertanyaannya," Alicia menepuk kedua tangannya sekali. "Kenapa seperti itu? Kenapa partitur dan Sang Dirigen saat ini sudah tidak ada lagi?"

"Wow, ternyata pertanyaan bagus," Fiore mengangguk-angguk. Alicia manyun. "Yang kuperhatikan, sih, semua melihat ini juga bukan seperti teknik baru. Kurasa memang antara sejarah yang mengubur teknik ini, atau penyeteman sihir model itu lekang di Aira."

"Lekang, tapi ditinggalkan?" Alicia menahan dagunya.

"Kayak itu, mungkin, alkimia-nya Chevalier?" imbuh Karen, menyebutkan teman sekamarnya dan juga satu bagian dari mereka yang selalu ribut seputar alkimia dan statusnya sebagai alkemis. "Atau ternyata model sihir ini alkimia-nya Aira?"

"Alkimia-nya Aira, ya. Kedengarannya keren." Alicia berujar. "Sihir, tapi alkimia, aku nggak paham, sih."

Fiore menepuk dahinya, "Maksud Karen, seperti ilmu yang berkesinambungan tapi berbeda jalurnya."

"Ohh!" Alicia mendecak kagum. "Oke, kalau seperti itu, aku kayaknya paham. Intinya mereka berusaha melestarikan ilmu yang sebelumnya pernah tenar tapi karena alasan tertentu, ilmu itu tidak digunakan lagi. Lalu tujuan mereka adalah untuk mengaplikasikan itu pada ilmu sihir terapan, misal kalau Celia di bidang peternakan."

Fiore mengiyakan jalan pikiran Alicia. Saat itulah Val yang menimpali, "Ya, kalau mereka memang menggunakan penyeteman ini untuk hal baik-baik."

"Ah, masih aja kepikiran soal pelaporan ya, Komandan Valerian?" Val pun mencubit lengan Alicia sebal.

"Aku serius," sergah Val. "Kalian tahu setelah soal Progenitor, aku jadi skeptis banget soal sihir, alkimia, dan segala kemajuan lain. Ada saja yang hendak menggunakan ilmu jadi sesuatu yang ... nggak menyenangkan."

"Kalau mau adil, semua memang seperti itu, bukan?" tukas Karen. "Apa yang bisa jadi kebaikan, ternyata bisa berbuah kehancuran."

Val mendengus, "Ya, iya sih." dia melempar pandangannya kembali ke mimbar. Sang Profesor masih menjelaskan soal penyeteman ini dengan menggebu-gebu. "Andai ternyata ini memang akan digunakan untuk suatu hal yang buruk, kita bakal bisa apa? Kita nggak punya apa-apa di Aira."

Fiore menyela, "Sudah kubilang itu bukan tugas kita, kalau sudah sampai di situ, terkecuali ... seperti yang Instruktur Bathory bilang kalau kita bersinggungan dengan masalah itu."

"Jadi mending kita pergi saja dari Aira, ya, kalau keadaannya tidak kondusif?" ucap Alicia.

"Benar," jawab Fiore. "Artinya pupus harapan untuk meminta bantuan dari kontinen ini ... yah, walau kita sudah lihat sekarang ini Aira seperti apa."

Kontinen yang congkak. Kontinen yang sangat terbagi antara sihir dan tidak. Keangkuhan Aira bukanlah sekedar hiperbola semata, dan mendapati diri mereka di tengah-tengah kontinen yang purnasihir ini dirundung banyak sekali problematika tentu hanya membuat mereka semakin antipati.

Akan ada sesuatu yang besar terjadi, Instruktur Bathory sampai berkata demikian, kalian harus tetap mengawasi Pemegang Kitab Harapan Palsu.

Fiore menyisir pandangannya ke arah podium, mendapati tepuk tangan meriah lagi-lagi mengisi ruangan itu saat Sang Profesor turun dari puncak. Senyumnya merekah penuh arti, alih-alih dia senang dihujani dengan perhatian dan pengakuan, lagi Fiore tertegun saat merasakan pandangan mata mereka bertemu.

Freya Nadir Romania melihatnya lurus dalam kurun beberapa detik yang terasa lebih lama dari dentingan menit.

Fiore barulah menghela napas setelah tepukan tangan berhenti dan seminar itu dibubarkan, rasanya keringat dingin seperti mengucur dari pelipisnya.



Freya Nadir Romania bukanlah sosok yang bisa dibilang dekat dengan banyak orang.

Beliau selalu memilih siapa untuk diajak bicara, atau bila ada orang tertentu yang membutuhkannya sekedar untuk urusan akademik, beliau akan bicara seperlunya. Beliau paling banyak bercengkrama dengan anggota Avalon saja, bahkan dengan para anggota Glacialis pun, beliau sekedar bertegur sapa, sedikit menjelaskan, atau benar-benar bertanya ketika ada waktunya.

Selepas demonstrasi dan kelas kecil oleh Sang Profesor, mereka kembali ke Rumah Pohon lagi. Matahari belum sempurna tenggelam, menyisakan jejak senja di langit sembari mereka meniti langkah kembali ke Rumah Pohon yang lokasinya tidak jauh dari portal.

"Titania."

Fiore yang berada di ujung barisan terhenti ketika Freya Nadir Romania memintanya untuk berjalan bersamanya, berpisah dari barisan dan melangkah lebih lambat.

"Anda butuh sesuatu dari saya?"

"Aku hanya punya sebuah pertanyaan darimu," ucap beliau, satu tangannya ada di dalam blazer yang dikenakannya, ekspresinya rileks. "Apa kamu merasa dunia ini tidak adil?"

Fiore mengerjap. Waktu seakan seperti terhenti dan tidak ada di antara mereka yang melangkah. Teman-temannya yang sudah mendahului mereka pun seakan berjalan lebih lambat, menunggu Fiore menjawab pertanyaan itu dari mulut Pemegang Kitab.

"Maksud anda?" Fiore mencoba menerka. Wanita itu menyibakkan rambut ikal bercabang yang bertengger di bahunya.

"Dunia ini butuh keselarasan, aku rasa kamu paham soal itu karena umumnya klan asimilasi Peri selalu bergerak untuk mencapai keseimbangan di kontinen yang mereka diami sesuai dengan ajaran Sang Peri itu sendiri," komentar beliau panjang tapi ringkas. Segala kata-katanya seperti bermakna ganda. "Jadi aku ingin bertanya apakah kamu merasa dunia ini adil atau tidak."

Rasanya, beliau seperti meminta jawaban yang konkrit, lagi beliau juga tidak mengindahkan waktu untuk Fiore berpikir. Senyumnya simpul, matanya seakan bergerak sedemikian rupa mengeja apa yang hendak Fiore katakan.

Seakan beliau pun akan tahu bila Fiore sengaja berbohong.

Lagipula, apa salahnya bila dia mengatakan sejujurnya? Dia tidak akan kehilangan apa-apa atau membeberkan rahasia apa pun.

"Mungkin bila anda bertanya dua tahun sebelum ini, saya akan menjawab dunia ini adil karena ada yang berusaha menyelaraskannya." Fiore menutup matanya, membayangkan saat tugas yang diembannya membawanya pada Kelas Sembilan, segala anekdotnya, segala kesulitan yang mereka lalui bersama, lalu pada seseorang. "Tapi sekarang, saya akan menjawab kalau dunia ini tidak adil, tapi ketidakadilan itu bukan untuk didiamkan."

Tidak ada pertanda kecewa melingkupi wajah beliau ketika dia menanggapi jawaban Fiore. Dia sekedar kembali berjalan, mendahului Fiore, sambil menyunggingkan senyum.

"Pantas saja, jawabanmu hampir mirip dengan Loherangrin," ujarnya sambil lalu. "Segala kebetulan ini nantinya akan jadi menarik."

Ketika Fiore menoleh, dia tengah berdiri seorang diri di sana, menatap Rumah Pohon yang sejenak menurutnya sangat jauh, dengan teman-temannya sudah mendahuluinya, dan kalimat Bu Nadir sontak menghantuinya.

Apa itu barusan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro