12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Watson, apa kamu baik-baik saja?"

"Maksudmu?"

"Kamu sudah terlalu lama menggunakan kepalamu. Sesuai pengamatanku, narkolepsi-mu seharusnya sudah datang."

Watson manyun datar. "Kamu mengharapkan aku kenapa-napa ya, Hellen?"

"Tidaklah! Justru aku senang kamu perlahan bisa mengendalikan rasa kantukmu, tapi, masa sih karena musim panas narkolepsi-mu membaik?" Hellen menyembunyikan kekikukannya.

"Entahlah. Sejauh ini aku baik-baik saja kok."

"Hee ...." Hellen bergumam.

Erika menyela obrolan kecil mereka berdua. Dia masih tak paham maksud Watson. "Bisakah kamu jelaskan perkataanmu, Tuan Detektif Pemurung? Kamu berkata seolah kenal dengan Kak Anlow."

"Aku hanya menduga-duga."

"Dugaanmu itu tidak lucu!" Grim menyanggah. Tidak mungkin pendiri klub detektif merupakan dalang yang menyebabkan Mupsi membunuh remaja.

Watson berkacak. "Tidak bisakah kita bersikap sportif di sini? Kenapa kalian membawa perasaan pribadi ke dalam kasus? Lupakan hubungan kalian dengan Kak Anlow untuk sementara jika mau Mupsi tertangkap."

"Apa rencanamu, Tuan Detektif Pemurung? Sebenarnya aku penasaran apa yang kamu tunggu. Gelagatmu menunjukkan kamu tengah menyiapkan siasat." Erika tersenyum miring.

"Fitnah itu dosa lho."

"Aku tidak memfitnahmu kali."

Aiden tiba-tiba menyeletuk tanpa permisi. "Baiklah, Dan. Aku akan memberitahu apa yang kutahu. Aku tak ingin ada korban Mupsi lagi," katanya mengelus dagu. "Dulu ada satu bocah yang mengintili Kak Anlow ke mana-mana."

"Apa kamu tahu siapa dia?"

Aiden menggeleng. "Bocah itu misterius. Tidak memberitahu nama, alamat rumah, dan nama sekolah. Dia selalu mendatangi kakak setelah naik ke kelas tiga. Karena jenuh dikuntit, kakak pun mulai memberinya perhatian. Kemungkinan kakak juga yang mengajarinya hipnotis."

Jeremy menelan ludah. Itu berarti diverifikasi Mupsi salah satu teman Anlow.

Brak! Grim dan Hellen mengumpat pelan, terkejut bukan main. Kebiasaan Aiden suka memukul meja harus diperbaiki. "Bocah sialan itu berniat melecehkan nama Kak Anlow pada dunia!" serunya bengis. "Aku sudah mengingatkan kakak kalau anak itu bukan anak baik-baik, namun dia tak mendengarkanku. Mungkin saja dia yang membunuh kakakku."

Watson diam. Tangannya terkepal kuat. Dibuatnya menghela napas panjang. "Tidak, tunggu Aiden. Kita tak bisa menyimpulkan bocah itu pelaku Mupsi dari cerita pendek barusan. Dia belum tentu juga pelaku pembunuhan Kak Anlow."

"Lalu siapa yang membunuh kakakku?!" Suara Aiden meninggi. "JAWAB AKU, DAN! Apa kamu tahu si brengsek siapa yang membuat kakakku tewas?"

Klek! Mereka semua berhenti bersuara. Pintu klub tertutup. Watson terbelalak melihat siapa yang datang, begitu pula Aiden.

"Paman?" Watson mengerjap bengong.

Tamu itu tidak datang sendiri. Ada orang lain bersamanya. Aiden melongo. "Papa? Ngapain Papa di sekolah Aiden?!"

*

Rasanya Max ingin mencakar-cakar wajah Si Penculik. Bisa-bisanya dia bertingkah tidak tahu apa-apa. Wah, aktingnya kelewat hebat.

"Kamu hampir membunuh seorang murid! Dan apa kamu bilang, hah?! Tidak melakukan apa pun? Dasar psikopat! Kamu tidak ingat apa yang kamu lakukan pada Watson Dan?!" Max sekali lagi memaksa Si Penculik bersaksi.

Justru dia yang marah. Menunjuk-nunjuk Max sebal. "Bahkan Istriku mencintai anak itu! Dia terpesona bakat detektifnya! Apa untungnya aku menyandera anak yang diidolakan istriku?!"

"Kamu itu cemburu! Makanya kamu menculik Watson dan ingin membunuhnya."

"APA!" Urat-urat leher si penculik muncul. "Untuk apa aku cemburu terhadap remaja?! Aku akan menuntutmu jika kamu menuduh yang tidak-tidak!"

Shani mendesah panjang. "Ini tidak ada harapan, Inspektur. Teman si penculik juga tidak berkata apa-apa. Dia tidak ingat dengan apa yang dia lakukan. Mereka berdua tidak berbohong."

Menurut yang dijelaskan klub detektif Madoka, Mupsi bisa menghipnotis orang. Kemungkinan mereka berdua adalah korban hipnotis. Deon memijat pelipis. Lawan bisa memanipulasi orang lain. Siapa yang bisa dipercayai?

Deon tak mungkin mengandalkan Watson. Mupsi terang-terangan mengincarnya. Lagi pula anak itu sudah terlalu banyak kena masalah.

"Inspektur, entah kenapa aku merasa tidak bisa membantu banyak kali ini."

Di ruangannya, kembali Deon teringat perkataan Watson. Apa waktu itu Watson memprediksi dia ditargetkan Mupsi, ya? Genius. Insting detektifnya tidak bisa diremehkan.

Apa yang mengganggu keyakinan Deon? Dia merasa ada yang berbeda. Tetapi apa? Apa sebenarnya siasat besar Mupsi?

"Ingatlah ini, Inspektur. Aku punya tanda lahir di lengan bahuku. Mungkin bisa membantu."

Deg! Deon langsung beranjak bangkit. Benar! Itu yang Deon lupakan! Soal tanda lahir. Mengingat Mupsi bisa menyamar, bijak jika memastikan Watson yang sekarang punya tanda di bahu atau tidak.

Tanpa pikir panjang Deon segera meluncur ke Madoka. Semoga saja tidak ada yang terjadi.

*

Beaufort Dan, alias paman Watson. Pria 37 tahun itu menatap seluruh ruangan klub dengan mata dingin. Tatapan tajam itu terhenti pada Aiden.

"Jadi ini yang kamu lakukan di sekolah?" ucapnya membekukan Aiden yang lain. "Menjadi budak mereka?"

Deg! Aiden, Hellen, dan Jeremy terkesiap.

"Paman, bukan seperti itu." Watson berusaha menjelaskan. Sepertinya Beaufort salah paham karena Aiden berteriak padanya.

"Mulai sekarang, kamu keluar dari klub ini."

Apa?! Grim dan Erika menelan ludah. Hanya beberapa kalimat namun mampu menakutkan mereka berenam, terhitung Watson. Aura pria di depan mereka lebih dingin dibanding Watson sendiri.

"Kurasa kamu salah menyimpulkan, Tuan Beaufort." Ayah Aiden berkata dengan intonasi terkendali. Perkenalkan, beliau bernama Sheldon Eldwers. "Yang kulihat di sini, mereka terlibat diskusi serius."

"Tampaknya kita mempunyai sudut pandang yang berbeda, Tuan Sheldon. Yang kulihat putrimu membentak keponakanku. Aku tak menyekolahkan Watson ke sekolah ini untuk dijadikan budak."

Gawat, gawat, gawat. Mereka berdua saling melempar pandangan intimidasi. Apa-apaan suasana nan gerah ini?! Watson berhitung cemas dalam hati. Siapa pun, tolong datang dan lerai dua pria dewasa ini!

"Dengan segala hormat, Tuan Beaufort, tidakkah perkataan Anda terlalu kasar? Watson Dan bergabung ke klub ini atas kemauannya sendiri. Sudah semestinya dia menjalani kewajibannya sebagai anggota klub."

"Aku keberatan, Tuan Sheldon. Aku pikir putrimu lah yang memaksa keponakanku untuk bergabung ke kelompoknya."

"Melihat bidang ekstrakurikuler di Madoka, putriku hanya membantu keponakan Anda dengan merekomendasikan nama klubnya."

Dahi Beaufort terlipat. "Aku tahu siapa Anda, Tuan. Keluarga Anda disanjung di kota ini. Aku pun menghormatimu sebagai sesama wali."

"Begitupun aku, Tuan Beaufort terhormat. Alangkah baiknya kita mengambil jalan damai."

"Sayang sekali aku harus menolak ajakan itu," kata Beaufort tegas. "Watson sering terluka di musim panas ini karena menyelidiki kasus anak sulungmu, Anlow Eldwers."

"Bukankah itu sudah tugasnya sebagai seorang detektif?"

"Aku tidak bisa membiarkan keponakanku menjadi target bulan-bulanan dari musuh putramu, Tuan Sheldon. Andai Anda berada di posisiku, bukankah Anda juga melakukan hal sama?"

Sheldon tersenyum jengkel. "Kelihatannya Anda tipe tak terjangkau, ya?"

Brak! Tamu ketiga datang. Tuhan mengabulkan doa Watson. Pamannya dan Ayah Aiden berhenti beradu mulut. Tapi anehnya Deon menatap liar ke arahnya.

"Ke sini kamu!" Deon menarik tangan Watson. "Kenapa kamu memakai seragam lengan panjang?!"

Watson mengerjap bingung. "Dokter mengharuskannya. Lukaku bisa infeksi karena debu," ucapnya menepis tangan Deon. "Ada apa ini, Inspektur? Kamu menyakitiku."

"Tunjukkan padaku tanda lahirmu!" Deon tidak menggubris Watson yang merintih, mulai menggulung paksa lengan baju Watson.

Beaufort menahan agresifitas yang dilakukan Deon. "Singkirkan tanganmu dari keponakanku, Tuan Inspektur. Kamu pikir apa yang kamu lakukan?"

"Dia kemungkinan bukan Watson!"

Aiden terdiam. Menatap Watson tak percaya. Bukan Watson yang asli? Apa maksudnya? Beaufrot memandang heran pemilik nama dari bawah sampai atas. Benarkah? Demikian arti ekspresinya.

"Kenapa..." Watson mengepalkan tangan. "Kenapa kalian mencurigaiku?"

Jeremy menggeleng tidak setuju. "Aku yakin dia Watson yang asli, Inspektur. Dia seperti biasa kok. Mupsi tidak menyamar salah satu dari kami. Lagian Watson itu korban!"

Deon mendengus. Dia tak percaya begitu saja. Matanya melirik lengan Watson, mencari akal bagaimana cara melihat tanda lahir itu.

Drrt! Drrt!

Ponsel Grim berdering di tengah-tengah perseteruan. Alisnya bertaut, mengangkat panggilan tersebut. "Ada apa, Tuan Sammy?"

Ruang klub seketika hening. Keheningan itu berlangsung satu menit sampai Grim memutus sambungan.

"Chaka Canderton dan Gita Tabitha dibunuh."

"APA?!"

Deon berbinar-binar, menatap Watson yang mematung syok. Tapi kan Watson di sini...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro