25

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tapi ya, Dan," Aiden berdecak kagum. Seenak udel menyentuh lengan Watson. "Kulitmu benar-benar putih seperti tepung. Kamu pasangin pemutih ke sekujur tubuhmu, ya? Lihat sini deh Grim, lengan Dan kayak lengan perempuan. Apa penduduk New York cenderung berkulit putih?"

Grim terkekeh, menggeleng. Bukan begitu. Ada yang tergantung gen, berubah karena lingkungan, atau ada juga sengaja menghitamkan untuk tujuan masing-masing.

Yang punya tangan mendengus. "Kamu suka sekali main sentuh," katanya datar.

"Aku iri tahu. Aku kalah putih darimu."

Watson mengangkat bahu. Dia jarang bermain keluar, seringan pergi ke TKP tertutup.

"Ada yang mau nambah? Kita masih punya lima tusuk lagi." Shani menceletuk. Tangannya memegang setusuk barbeque.

Erika mengambil dua tusuk sekaligus, padahal sudah makan empat sebelumnya. Dia lapar berat, capek tertawa dari tadi.

Aiden bangkit, menikmati embusan angin laut menerpa wajah. "Inilah liburan. Memang ya, berlibur setelah kasus selesai mantap di jiwa. Kita bisa puas bermain tanpa beban pikiran."

Watson tak menghirau, sibuk mengunyah daging. Grim terkekeh. Hellen geleng-geleng kepala. Lantunan suara ombak menambah kesan liburan musim panas mereka.

"Aku dengar ada festival kembang api di Distrik Hollow pada hari terakhir musim panas. Apa kalian ikut?"

Watson menelan ludah. Waduh, ada Lupin di sana—hendak melakukan pertunjukan sulap. Bakalan repot kalau mereka bertemu. Lupin bisa menceritakan yang tidak-tidak.

"Aku ikut." Hellen dan Jeremy serempak mengangguk, begitu juga dengan Erika dan Grim. Musim panas kurang kalau tidak bermain kembang api di hari-hari terakhirnya.

Aiden menatap Watson. "Kamu, Dan?"

Yeah, Watson tinggal ancam Lupin pakai nama Aleena. Dia kan calon suami takut istri. Sudah lama Watson tidak melihat kembang api. Watson mengangguk kalem. "Aku ikut."

Aiden menepuk tangan senang.

Drrt! Ponsel Deon berdering. Air mukanya berubah, itu adalah Kepala Unit Investigasi. Dia beranjak bangkit, menjauh dari rombongan. "Ada apa, Pak?"

"Ernest, kamu di mana sekarang?" Agaknya suara si penelpon sedang panik bercampur marah. Ini membuat Deon bingung.

"Timku sudah meminta izin cuti beberapa hari pada Komisaris, Pak. Aku yakin beliau sudah mengirim suratku." Deon menjelaskan singkat.

"Bisa-bisanya kamu berlibur di situasi pelik begini! Kembali ke markas sekarang juga!"

"Apa terjadi sesuatu, Pak?"

"Ada laporan di Kota Hollow, sekelompok remaja menghilang tanpa sebab. Bukankah itu ciri khas Mupsi? Targetnya adalah remaja. Para penduduk mengira Mupsi pindah ke wilayah mereka dan menuntut yuridiksi kita. Apa saja yang kamu lakukan?! Kamu mencoreng citra organisasi."

Apa? Deon mengernyit tak mengerti. "Sepertinya ada kesalahan, Pak. Itu tidak mungkin. Kami sudah menangkap Mupsi, pelaku juga mengakui perbuatannya. Dia sudah dipenjarakan."

"Pokoknya pertama, kembalilah ke markas. Atau tidak kamu boleh langsung berangkat ke TKP. Tanya apa yang terjadi di sana. Yang memegang kasus Mupsi adalah divisimu, Ernest. Jangan mengecewakan organisasi."

Deon menghela napas, tak ada pilihan lain. "Baiklah, Pak. Saya akan ke sana."

Grim buru-buru bertanya setelah Deon selesai menelepon. Dia sadar perubahan gestur wajah Deon. "Kenapa, Inspektur?"

"Kita selesai hari ini, anak-anak."

"Eh?" Hellen dan Jeremy bersitatap. "Bahkan kita belum berenang, Inspektur."

"Apa yang terjadi?" tanya Erika serius.

"Mupsi belum berakhir."

Deg! Demi mendengar itu, Aiden berhenti mengipas arang (supaya tetap membara). Grim dan Erika mengepalkan tangan. Hellen dan Jeremy refleks bangkit dari posisi nyaman leyeh-leyeh.

Mata Watson yang terpejam menikmati barbeque, terbuka, melirik datar. Bagus. Belum cukup setengah hari, masalah baru datang. Mereka tak diizinkan bersenang-senang. Dasar nasib.

"Apa maksudmu, Inspektur? Tidak mungkin! Kita sudah mengungkap siapa Mupsi dan memenjarakannya. Bagaimana bisa Mupsi belum berakhir? Mustahil. Aku tidak mempercayainya!"

"Aku juga tak paham, Aiden. Maka dari itu kita harus memastikannya bersama-sama, apa sebenarnya yang terjadi di Distrik Hollow. Mereka melapor sekelompok remaja menghilang, pasti ada sesuatu. Kita pergi sekarang. Max, Shani, kembali ke markas. Tenangkan suasana di sana."

"Si-siap, Pak."

"Kalian berenam ikut denganku."

Watson menggeleng. "Aku tidak setuju, Inspektur. Tidak bijak beramai-ramai. Aku rasa Stern dan Bari lebih baik mendukung investigasi dari ruang klub."

"Apa kamu punya rencana, Watson?"

"Entahlah, tapi firasatku tidak enak jika kita datang berombongan."

-

Distrik Hollow.

Deon segera menunjukkan kartu namanya. "Saya Ernest Deon, ketua dispatch divisi penyelidikan."

"Saya sudah diberitahu Anda akan datang, Inspektur." [Morino Norimo, 41 tahun, Kapten Divisi Kejahatan Kepolisian Hollow].

"Bagaimana keadaan TKP-nya?"

Beliau mengusap wajah gusar. "Ini rumit, Inspektur. Daripada dikatakan kasus pembunuhan, ini lebih cocok disebut kasus kehilangan. Penduduk kami tampaknya dibayang-bayangi Mupsi."

"Kenapa begitu?"

"Lebih baik Anda melihat TKP-nya."

TKP-nya berupa bibir pantai. Aduh, ini bisa kacau. Lokasi ideal Mupsi membunuh adalah tempat lembap. Kepolisian dan warga bisa salah paham.

"Apa mungkin ada seseorang yang memakai nama Mupsi, ya?" Aiden berkata.

"Kemungkinan. Kita tidak tahu apakah Momo punya musuh atau tidak. Bisa jadi bukan kita pertama yang mengetahui identitas Mupsi."

"Kalau terus begini, nama Momo makin tercemar. Kita harus cari pelakunya." Aiden mulai cemas.

Watson diam saja, menoleh ke sekeliling.

"Mereka yang hilang terdiri dari tiga remaja perempuan: Jennet Diamanda, Letita Bolton, dan Annabel Elwanda. Lalu dua remaja laki-laki: Aber Admon dan Don Ratley Bertam. Mereka berasal dari sekolah yang sama."

Aneh. Grim tidak menemukan apa pun di TKP, hanya pasir sejauh mata memandang. Tidak ada darah atau tubuh korban. Ini bukan pembunuhan.

Aiden menatap curiga ke Watson yang diam-diam dari tadi. Dia mendekat. "Kamu Dan asli, kan?!" tudingnya menyingkap lengan baju Watson. "Ah, tandanya ada."

"Apa sih?" Watson mendengus.

"Habisnya kamu jadi pendiam. Aku kan belajar kesalahan dari insiden Mupsi." Aiden menyengir.

Terjadi keributan di luar garis polisi. Erika memperhatikan. Dua orang pelajar (terlihat seperti mahasiswa) bergabung ke TKP, menatap mereka berempat tak bersahabat.

"Apa yang dilakukan anak kecil di wilayah kekuasaan kami?"

Siapa lagi mereka? Watson menatap lelah. Dia tak bisa konsen berpikir jadinya.

"Mereka adalah detektif magang cabang Hollow," bisik Grim menangkap kebingungan wajah datar Watson. "Firasatmu hebat, Watson. Untunglah Jeremy dan Hellen tidak ikut."

Padahal mereka punya detektif andalan, tapi kenapa atasan Deon malah menuntut mereka? Tak punya akhlak!

Morino dan Deon menengahi sebelum terjadi bentrok. "Kita akan bekerjasama dengan kepolisian Moufrobi. Mereka memang anak-anak, tapi mereka tak bisa diremehkan."

"Jangan bercanda, Inspektur." Partnernya yang wanita membuka mulut. "Mereka hanya mengganggu pemandangan. Aku tidak mau terlibat dengan anak-anak Moufrobi."

Erika jengkel. Untung Aiden cekatan menahan gerakan Erika yang nyaris nekat menceloteh. "Diam dulu, Rika. Biarkan Inspektur Deon dan Inspektur Morino yang mengurus."

"Dia mengatakan kita anak-anak, Ai. Hebat sekali. Apa dia belum tahu klub detektif Madoka?"

"Oleh karena itu, jangan sampai mereka tahu. Masalahnya bisa jadi ribet."

Grim mendesah, menoleh ke Watson yang memisahkan diri. "Bisakah kamu tolong... Ng? Sedang apa dia?"

Watson menatap datar pasir dan lautan di depannya. Pikirannya sudah menari-nari entah di mana.

Bagaimana cara mereka menghilang sekaligus? Ini menarik.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro