28. Padahal Sudah di Depan Mata

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aga, kau ini membicarakan apa sih? Ngapain pula Auris mau mengagalkan rencana Senon yang membawaku ke rumah sakit (kalau iya ulah Auris, aku akan sedikit berterima kasih karena telah menyelamatkanku dari Senon)."

"Kalian pergi ke rumah sakit mana tadi?"

"Tentu saja yang dekat. Seingatku namanya rumah sakit Anatole..." Hanya terdiam.

Jarak antara SMA K.R.S dengan RS Analote itu 1,3 kilometer. Jika jalan kaki, membutuhkan waktu 13 menit ke sana. Lain cerita jika naik mobil, cuma membutuhkan waktu 5 menit.

"Nah, sekolah kita dengan Gunung Purasta memakan jarak 600 meter. Kita bisa sampai 4-5 menit jalan kaki. Bagaimana kalau Auris naik mobil dari RS Anatole ke Purasta?"

"Dia mendapat waktu tambahan paling banter 10 menit. Tapi aku dan Senon tertahan di rumah sakit selama 15 menit. Dia masih punya banyak waktu yang tersisa... Tunggu. Apa mungkin karena dia tidak mendapat angkot? Apa dia berlari dari RS Anatole ke Purasta?"

"Kau cepat tanggap. Sesuai yang diharapkan dari Ketua Osis Hanya~" Aga mengangguk. "Kalian kembali ke sekolah naik bus, kan? Makanya dia tergesa-gesa ke markasnya. Kali saja Auris apes dan gak ketemu angkot."

Hanya mengamati sekitar. Kalau begitu prediksinya benar, Aurisinting itu masih ada di Gunung Purasta. Tidak jauh dari mereka.

"Hati-hati Aga, di depanmu ada jurang."

Aga menelan ludah, berhenti melangkah. "Tahu dari mana?" Kan cowok itu berjalan di belakangnya. Kok dia tahu ada curang coba.

"Apa kau tidak lihat deretan pohon redwood di depanmu? Tinggi pohon itu 116,07 meter dan dari sini hanya terlihat pucuk-pucuknya saja yang mana artinya kita lagi di tebing."

Benar saja perkataan Hanya. Aga duduk bersimpuh, melongokkan kepala. Sebuah sungai dengan bebatuan cadas menyambut di bawah sana, juga tanaman-tanaman liar. Aga berkeringat dingin. Tinggi juga, batinnya.

"Instingmu lumayan juga, Han."

Hanya mendesah jengkel tidak menemukan apa-apa, menoleh ke Aga. "Kurasa Auris tidak melewati jalan ini deh—?!" Matanya melotot demi melihat sosok yang mengenakan mantel hujan dan masker hitam tahu-tahu berdiri di belakang Aga. Entah kapan munculnya.

"MENYINGKIR DARI SANA, AGA!"

Aga terkesiap kaget, menoleh pucat. Sosok itu menyeringai. Push! Mendorong tubuh Aga.

*

Aku yang sedang memberi keterangan pada Opsir Sasan, tersentak mendengar suara teriakan itu. Bukannya itu suara Hanya, ya? Karena kedatangan polisi, aku sampai lupa kalau Hanya dan Aga belum kembali ke sini.

"Tim, bergerak hati-hati!" kata Opsir Sasan tegas pada rekan-rekannya yang bergerak perlahan ke arah sumber suara. "Jangan menembak sebelum aku memberi perintah."

Noura melompat dari teras pondok. "Barusan suara Hanya, kan? Apa terjadi sesuatu?"

"Perasaanku tidak enak," gumam Abigail.

Semak belukar mengeluarkan suara gemerisik. Dari sana keluarlah Hanya dan Aga. Seragam keduanya kotor. Kaki Aga berdarah. Muka mereka cemong seakan habis mandi lumpur.

Astaga! Aku dan yang lain bersama Opsir Sasan segera menghampiri mereka. "Apa yang terjadi?! Kenapa penampilan kalian..."

"Kami bertemu Auris," kata Hanya pendek.

"APA?!" Kami berseru serempak.

Opsir Sasan menoleh ke timnya, mengangguk. "Berpencar ke hutan. Dia pasti masih di sana."

"Tidak usah repot-repot, Petugas Derara. Auris sudah pergi. Sepertinya dia telah memperhitungkan bahwa polisi akan datang. Lalu kurasa dia paham kontur gunung ini."

Serena mendekati Aga yang menundukkan kepala. "Kau baik-baik saja? Kakimu robek... Ayo kita ke sekolah, ke UKS. Kau butuh pertolongan pertama sebelum infeksi."

Rahang Aga mengeras. "Padahal dia sudah di depan mata, tapi kami tidak berdaya."

"Apa maksudmu? Kalian berhadap sama dia?!"

"Sudahlah," celetuk Hanya menepuk bahu Aga yang murung. "Itu serangan dadakan. Kita tidak bisa menghindarinya. Lagi pula mana aku tahu Auris bersembunyi mengintai kita."

Aku mengernyit melihat Hanya yang terus memeluk lengan kirinya. "Hei, ada apa dengan tanganmu?" tanyaku, tak sengaja menyentuh.

"SAKIT!" pekiknya sambil meringis.

"L-lenganmu kenapa, Han? Patah?"

Hanya mendesah pelan. "Auris mendorong Aga ke jurang. Aku melompat menolongnya dan berpegangan pada akar. Sepertinya terkilir saat membantu Aga naik ke atas."

"KAMU HARUS KE RUMAH SAKIT SEKARANG!"



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro