32. Hadiah Suvenir: Stabilo Bintang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ada apa, Noura? Kuperhatikan dari pagi, kau sibuk dengan ponselmu. Kau main game, ya?"

"Hape spek kentang gini mana bisa dowloand game. Aku ini sadar diri," sahut Noura, mengelap keringat yang mengalir. "Aku sedang chattan biasa. Kalian masih curiga aku rekan Auristella? Kurang kerjaan banget aku ngelakuin itu."

"Chat ama siapa sih?" tanya Abigail.

Aku menyimak percakapan mereka sambil terus membantu Serena memeriksa CCTV sekolah.

"Ah, kalian ingat dua murid yang memberikanku surat teror Auristella? Mereka mengirim pesan padaku untuk bertemu di stasiun kereta."

"Hee. Buat apa?" Kali ini Cielo yang bertanya.

Noura mengangkat bahu. "Kata mereka penting dan berguna untukku. Menurutku agak sus sih. Ngapain baru sekarang coba mereka ngechat."

"Kalau mencurigakan, gak usah ladenin."

"Rencananya memang begitu—"

"AKU MENEMUKANNYA!" seru Serena tiba-tiba membuat semua orang tak terkecuali aku terperanjat. Astaga, astaga. Padahal aku tepat di sampingnya, tapi masih saja terkejut.

Aga melempar keripik pisang yang dia makan ke kepala Serena. "Ngagetin aja! Santai dong."

"Apa yang kau temukan?" Aku mengorek kuping. Kurasa aku harus hati-hati saat bersama Serena jika enggan merusak indra pendengaran. Tak disangka suaranya selengking itu.

"Lihat." Serena memutar laptopnya ke arah kami, menekan tombol enter. Kami terdiam melihat kamera merekam jelas sosok Arelin sedang menyeret sebuah tas gitar. Kami melotot. Alasan Serena berteriak seperti itu sangat bagus.

"T-tas gitar itu...! Bentuk tasnya sama dengan rekaman milik Mimosa! Tas berisi senapan yang membunuh Gracia. Kenapa Arelin mengangkut benda itu? M-masa sih dia betulan Auristella..."

Cielo menyeringai. "Jadi benar. Sehebat apa pun dia, Auri gak bisa mengalahkan teknologi."

Dengan begini dugaan kami mengenai Arelin adalah Auristella semakin kuat. "Ke mana dia membawa tas gitar itu pergi?" tanyaku cepat. Dia pasti hendak menghancurkan barang bukti. Kami tidak boleh terlambat menemukannya.

"Aku gak tahu. Rekamannya berhenti di sana."

"Aku ragu Arelin adalah Auri," cetus Hanya akhirnya turut membuka suara. Jarinya asyik memainkan benda berbentuk bintang dengan tutup berwarna-warni di setiap sudutnya. "Apa kalian gak sadar tinggi gadis itu dengan tinggi cewek di rekaman Mimosa sedikit berbeda?"

"Mungkin sol sepatunya aus," kata Cielo.

"Justru karena itu lebih tidak mungkin. Dia kan anak orang kaya. Membeli sepatu baru hanya sebutir kelereng baginya. Arelin bukan Auris."

"Itu apa?" tanya Aga, salfok ke mainan Hanya.

"Oh, stabilo bintang. Suvenir dari taman bermain Sky Starry. Kalau kalian main ke sana, nanti bakal dikasih ini." Hanya menjelaskan pendek.

Deg. Aku menatap Hanya yang masih sibuk memutar-mutar benda itu—sepertinya dia menyukainya. "Kau... pernah datang ke sana?"

"Yeah, bareng Kak Ingin."

Kenapa perasaanku mendadak aneh gini? Seolah ada sesuatu yang terlewat oleh kami. Dan 'sesuatu' itu ketrigger oleh pengakuan Hanya pernah bermain di taman bermain Sky Starry.

Drrt! Drrt!

Noura mengecek sms yang baru masuk ke kotak inbox. Matanya langsung membulat. "Sepertinya aku harus pergi. Aku tak bisa mengabaikan ini."

"Huh? Dari siapa itu?"

"Dari dua orang yang kukatakan tadi. Panjang umur mereka, kirim aku pesan lagi." Noura menunjukkan layar ponselnya, balon obrolan mereka bertiga. Sebuah foto terlampir. Yang membuat kami menahan napas adalah isi foto.

Sebuah tas gitar yang habis kami diskusikan.

"Mereka menemukan tas gitar besar di stasiun. Ciri-cirinya sama dengan yang dibawa Arelin. Mungkin dugaanmu salah kali ini, Hanya. Masih ada kemungkinan Arelin adalah Auristella."

Hanya diam tak berkomentar.

"Mereka berada di stasiun mana?" tanya Aga.

"Stasiun Sirtas. Tidak jauh dari sekolah kita."

Aku mengepalkan tangan. Sesuai rekaman yang kami temukan barusan, kentara bahwa Arelin membuang tas gitar itu di sana dan tak sengaja ditemukan oleh dua pasangan yang menjadi perantara surat teror Auris untuk Noura.

Tapi kenapa hatiku merasa tidak tenang?

"Aku akan pergi ke sana untuk mengambilnya."

"Akan kutemani," kataku dan Cielo kompak.

Noura menggeleng. "Itu bukan ide bagus. Kalian gak lupa kan kalau Auri memata-matai kita? Kalau kita pergi berombongan, terlihat mencolok, bagaimana kalau dia sampai tahu kita punya saksi yang menemukan petunjuk dan membunuh mereka? Dua sejoli itu bisa kena imbasnya. Aku akan pergi sendiri. Kalian tunggu di sekolah. Lagi pula jaraknya dekat. Akan kukirim pesan di WA."

Aku mau menyanggah, namun perkataan Noura ada benarnya. Kami tak boleh melibatkan orang luar ke penyelidikan berbahaya ini mengingat musuh kami seorang psikopat tak pandang bulu.

Kami menatap sosok Noura yang berlari menuju gerbang sekolah, hanyut dalam pikiran masing-masing. Semoga berjalan lancar.

"Apa ini akan baik-baik saja?" gumam Serena. "Melepas Noura pergi sendiri... Aku takut terjadi sesuatu yang buruk. Tapi Noura menyebut poin tak terbantahkan. Ukh, jadi ini namanya dilema."

Aku menoleh ke mainan bintang milik Hanya. Sebenarnya apa yang membuatku begitu resah?




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro