31. Kuharap Tidak Ada Pengkhianat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Teng nong! Teng nong!

"Oi, December, bukain gih."

"Mager. Kecuali aku dibayar," sahut December.

Anak setan satu itu. Sepertinya December berbakat menjadi rentenir di masa depan. Aku mematikan kran air, menyambar handuk dengan gerakan kasar. Ceritanya aku habis keramas.

Punya adik gini amat sih. Andai bisa kutukar dengan hape spek tinggi. Boleh juga tuh.

Aku membuka pintu, mengerjap melihat tamu yang datang. "Serena? Ngapain kemari?" tanyaku, melirik jam. Pukul enam petang.

Gadis itu masih memakai seragam sekolah. Apa dia tidak pulang ke rumah? Atau mungkinkah...

"Bolehkah aku menginap malam ini saja? A-aku rasa, ada seseorang di rumahku..."

"Auristella?" Aku menatapnya serius.

Serena mengangguk patah-patah. "Padahal aku yakin mematikan lampu dan tidak menyalakan CD player atau apa pun itu. Dan kau tahu apa? Dia tahu password rumahku! Siapa yang gak ngeri."

Makanya, sudah kubilang padanya, jangan memakai kata sandi yang sama untuk satu hal.

"Ya sudah, masuk dulu. Kita bahas di dalam."

*

Arelin Alundra. Setelah ditelusuri, dia anak salah satu anggota parlemen yang mendonasikan uang jutaan rupiah untuk pembangunan SMA-ku. Akan sulit menyentuh Arelin dengan latar belakang nan luar biasa. Kami tak boleh asal melabraknya.

"Ada yang aneh dengan Arelin."

"Kenapa? Apa yang aneh?"

"Dia tidak ikut kegiatan klub apa pun. Dia sering bolos di pelajaran olahraga, sementara kita tahu, Auristella itu atletis dan sepertinya jago memanah. Aku pikir Arelin bukanlah Auris."

Opsir Sasan telah membawa senapan yang kami temukan di Gunung Purasta ke forensik dan tak ditemukan sidik jari siapa pun. Auri amat teliti.

"Kau ingat rekaman yang didapatkan Mimosa? Siswi dari SMA kita terekam oleh CCTV di taman bermain Sky Starry, membawa tas gitar besar. Aku yakin dia membidik Gracia menggunakan senapan tersebut dari bilik bianglala. Dia bukan penembak amatir, bisa melubangi kepala Gracia dari jarak sejauh itu. Auris terbiasa menembak."

"Lalu kenapa tidak ada yang mendengar suara tembakan?" Seseorang melepaskan tembakan. Masa tidak ada yang mendengarnya.

"Karena dia menggunakan silencer. Ditambah musik dari taman bermain membuat suaranya makin redam. Ingat, Auris itu super jeli. Dia akan memanfaatkan semua hal agar aksinya perfek."

Ah, benar. Aku tak memikirkan itu. Aku menatap Serena, mengacungkan jempol. "Pintar, Ser."

"Tapi itu masih dugaanku saja. Tas gitarnya tidak ada di pondok, cuman senapannya doang."

"Kita akan segera tahu." Aku beranjak bangkit. "Sudah jam sembilan malam, gih tidur. Kau bisa pakai kamarku. Aku tidur di ruang tamu saja."

"K-kamarmu? Biar aku di sofa saja!"

Aigo, aigo. Lihat cewek ini. Apa dia pikir kamarku berantakan seperti kamar Hanya? Yah, walau aku tidak tahu sih. Meroasting si Annavaran itu adalah sebagian dari iman. Aku tertawa licik.

"Cowok macam apa biarin cewek tidur di sofa dingin. Aku bukan Hanya beban. Aku laki-laki sejati. Dah, aku mau tidur. Selamat malam!"

"T-tunggu, Alsenon...! Jangan tidur dulu...!"

*

Besoknya, aku menjelaskan dengan cepat bahwa ada penyusup di rumah Serena sebelum teman-temanku berpikir yang aneh-aneh sebab kami datang bersamaan. Tidur seatap pula.

Memang memalukan, tapi ini taruhannya nyawa.

"Auris bisa menerobos rumah Serena?" gumam Abigail. "Apa dia belajar hack? Dia menang banyak karena bisa melakukan semuanya."

"Kita gak boleh kalah," kata Noura. "Sepertinya Arelin juga gak masuk hari ini. Anak itu sus!"

Kami punya alasan mencurigai Arelin. Satu, dupa yang dia berikan pada Hanya. Dua, mengingat Auristella bisa membeli sebuah senapan yang koceknya tidak mungkin murah, aku yakin Auri golongan berada. Tiga (ini pendapat pribadiku), penyebab dia sering membolos, aku penasaran.

Aku menoleh ke Hanya—kali saja dia punya pendapat—tapi anak itu sibuk menguping pembicaraan dua sejoli yang membahas vending machine sekolah rusak. Aku juga melihatnya tadi, satpam menyegel mesin minuman itu. Katanya hendak diganti dengan mesin baru karena sekolah memiliki anggaran yang cukup banyak.

"Han, serius kek. Patah tulang membuat otakmu gak bisa bekerja?" ledekku sambil bersedekap.

"Berisik. Aku lagi gak mood mikir."

Abigail menepuk tangan. "Eh, kalian sadar gak, kecuali Hanya kita mendapatkan surat cinta dari Auristella. Tapi Noura dia menerimanya lewat perantara orang. Menurut kalian itu gak aneh?"

Ah, aku ingat. Ada dua sejoli menemukan surat 'Kemarin Hidup Hari Ini Tiada' lalu memberinya ke Noura. Secara tidak langsung, Noura sama seperti Hanya, tidak mendapat surat Auristella.

Kami serempak menatap Noura. Memicing.

"Apa? Kenapa menatapku seperti itu? Aku bukan musuh! S-siapa tahu Auri melakukan kesalahan."

"Kuharap gak ada pengkhianat di antara kita."



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro