7. Bangkai Kucing Berbintang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku dan Hanya berlarian kecil ke tempat suara teriakan itu. Tapi baru setengah jalan, Hanya berhenti melangkah, mengernyit. "Gehh. Itu kan Sasaya ama Noura. Aku pulang deh."

"Woi!" Aku mencegatnya. "Kau pikir kau mau ke mana? Kita harus memeriksa apa yang terjadi."

"Sen, kau tahu nggak sih kalau mereka--"

Terlambat. Cielo dan Noura lebih dulu melihat batang hidung kami, segera menghampiri. Jadi latarnya sekarang kami berada di ruang guru.

"Oh, akhirnya Pangeran Tidur bangun juga?" Cielo tersenyum, menyingsingkan lengan baju.

"Aku sudah menunggu kapan kau akan keluar, Pak Ketos." Noura sudah memakai sarung tinju. "Akan aku ajarkan bagaimana cara mendengar."

"Se-sebentar. Kita bisa bicara baik-baik."

Gedebak! Gedebuk!

Aku berdiri manyun menyaksikan Cielo dan Noura menghajar Hanya yang pasrah dipukuli. Dua benjolan gunung mencuat dari kepalanya. Hanya juga salah sih. Cielo cuman mau minta tolong tentang kegelisahannya. Sementara Noura hendak melaporkan surat teror sialan itu. Sebagai ketos, Hanya seharusnya sedikit sportif. Tapi dia tahunya bermalas-malasan dan tidur.

Maaf Hanya, aku takkan mendukungmu.

Baiklah, ku-skip itu. Intinya Cielo dan Noura sudah puas menggebuk Hanya yang terkapar. Kami pun melangkah masuk ke kantor guru dengan Noura yang menyeret Hanya, jaga-jaga anak itu kabur lagi. Harus diperhatikan dia.

Aku mengernyit melihat ekspresi para guru yang mencicit sambil menghindari lemari arsip sekolah. Kenapa mereka ketakutan begitu? Aku menyibak barisan, seketika membulatkan mata.

Sebuah bangkai kucing dengan darah yang tergenang. Darah tersebut mengalir lurus lima meter dan membentuk gambar bintang.

"Apa... apa-apaan ini sebenarnya?!" seru Cielo.

Noura menoleh ke sudut langit-langit ruangan, mendesis. Kamera CCTV menyorot arah yang berbeda. Atau memang pelakunya mengubah titik pandang kamera. Siapa pun itu, dia cerdik.

"Jangan sentuh apa pun! Buk Calina, cepat hubungi polisi! Noura, ajak teman-temanmu keluar. Kalian tak seharusnya di sini. Pulanglah."

"Lho, Buk, kok kami diusir? Kami juga mau tau." Noura menggeleng tidak terima, memprotes. Berbeda dengan Hanya. Puas disuruh pulang.

"Saya bilang pulang ya pulang!"

*

Singkat cerita, kami pun ditendang dari sekolah. Cielo bersungut-sungut karena beliau tak mau diajak kerja sama. Apa salahnya sih membiarkan kami di sana. Siapa tahu kami bisa membantu. Demikian maksud ekspresi masamnya.

Hufft. Hari ini penuh tekanan mental. Diawali surat teror lalu diakhiri penemuan mayat kucing dengan gambar bintang berdarah. Apakah yang melakukannya juga pelaku surat prank bundir? Bernyali sekali ya dia merenggut nyawa hewan.

"Woi, Hanya! Kau ngapain sih? Sibuk sendiri."

"Ngechat Gracia ama Hoya," sahutnya santai.

"Bicarain apa sih? Kalian chat di grup kah?" Noura menyalakan ponselnya. Tidak ada notif terbaru. Itu tandanya Hanya chatting pribadi.

Aku melirik Hanya. Aku tidak bisa menebak isi pikiran makhluk satu ini. Apa yang dia lakukan? Tiba-tiba mem-DM Gracia dan Mimosa. Dia sus.

Dua menit kemudian, Hanya menghela napas panjang. Dia beralih menatapku. "Sen, kau nanti coba tanya ke Abigail, Aga, terus Serena. Kalian kan teletubies. Selalu bareng ke mana-mana."

Aku mengernyit. "Tanya apa?"

"Tanya apa mereka juga dapetin surat aneh itu atau tidak," lanjut Hanya membuatku galham.

"Apa maksudmu?" Cielo bersedekap. Soalnya melihat gelagat Hanya yang mulai menyuruh hal aneh-aneh, pasti dia membuat suatu teori.

"Aku rasa ini bukan kebetulan lagi. Gracia dan Hoya juga menerima surat. Lalu Sasaya, Noura pun sama meski lewat perantara murid lain. Terutama kau, Sen. Selain dapat surat teror, kau hampir celaka. Terakhir bangkai kucing itu--"

Aku mengangkat tangan. "Sila juga dapat!"

Hanya diam. Pun Noura dan Cielo. "Benarkah?"

"Dia mendapatkannya di keranjang sepedanya."

"Ini jadi menarik. Klimaksnya adalah, kita semua satu kelas. Aku yakin ini bukan prank semata."

Aku mengepalkan tangan. Jika bukan prank, dengan kata lain, seseorang memang mau bermain-main dengan kami. Si penulis surat.






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro