File 1.1.8 - The True Stalker, But Fine, She Not Antagonist

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aiden sudah mencoba mengontak Watson di ponsel yang berbeda untuk memulihkan Dangil—gadis ini punya banyak ponsel di rumahnya—tapi tidak ada yang berhasil. Selalu muncul notif 'AI dialihkan' membuatnya sadar bahwa Dangil terhubung di ponsel yang lain.

Tidak. Ponsel Aiden lah yang tertukar, bukan masalah device-nya.

"Ugh! Padahal aku belum puas mesra-mesraan sama Dangil, kok ia sudah menghilang sih? Siapa pula yang menukar ponselnya? Perasaan aku tidak ke mana-mana kemarin, langsung sembunyi di kamar dan mengobrol dengan Dangil."

Aiden menoleh ke boneka kura-kura yang diambilkan oleh Watson ketika mereka main di stan tembak-tembakan. Wajahnya merona tanpa sebab, memeluk boneka tersebut, berguling-guling tak jelas.

"Kalau Dan yang asli... Dia lagi ngapain, ya?"

Belum diketahui apa yang sedang dilakukan Watson saat ini. Latarnya masih belum bisa ditukar ke sudut pandang tokoh utama seolah menunggu momentum penting.

Kalau Watson sebegitu sibuknya hingga membuat Kecerdasan Buatan, bukankah itu artinya selain berobat, jangan-jangan dia sedang terlibat kasus rumit?

"Kapan Dan pulang, ya? Ternyata LDR sulit juga. D-Dan tidak menemukan perempuan baru kan di sana? Tidak mungkin lah ya. Kita membicarakan Watson Dan lho." Dia yang bertanya dia juga yang menjawab. Fix, otak Aiden korslet karena merindu.

Gadis Penata Rambut itu tidak tahu orangtuanya tengah menonton di anak tangga. Tatapan prihatin.

"Kamu yakin putri kita baik-baik saja, Sayang? Kenapa semakin hari dia semakin terlihat bucin? Apa kita butuh dokter untuk urusan ini?" [Juni Mercury Eldwers, 41 tahun, Mama Aiden.]

"Biarkan saja dia menikmati masa mudanya. Kayak kamu tidak pernah saja."

"Ih! Salah ya kalau aku mengkhawatirkan Aiden? Lihat dia, Pa." Juni menunjuk anaknya yang mencium boneka kura-kura pemberian Watson. "Dia selalu membawa boneka itu setiap berada di rumah. Menggandengnya ke mana-mana. Aduh, aku jadi kasihan dengan menantuku nanti. Apa dia kuat sepuluh ronde sehari?"

"Sudahlah, Ma... Kamu ini fantasinya tolong lah difilter sedikit. Aku jadi malu."

Teng Nong! Bel rumah berbunyi.

"Iya~" Aiden buru-buru turun dari sofa, berlarian kecil menuju pintu rumah, membuka pintu. Seseorang yang baru saja dia temui kemarin berdiri di sana.

"Hai, keponakanku yang cantik!"

"Tante!" Aiden tersenyum semangat. "Tante datang lagi! Ayo masuk!"

*

King menatap bola raksasa di langit dengan tatapan musuh, tidak mau meninggalkan toserba. Enggan beranjak dari tempat teduh. Siang nan terik. Apalagi untuk orang yang lemah terhadap panas sepertinya.

"Aku tahu ini akan terjadi." King bermonolog, menyeringai. Dia mengeluarkan payung lipat dari tasnya. "Maka aku berjaga-jaga membawa ini."

Klik! Payung itu terkembang, menampilkan gambar karakter penyihir Elaina.

Ke mana King hari ini? Jawabannya, dia ingin mencari tahu tentang misteri diambil alihnya Dangil.

King percaya bahwa Aiden bukan modelan siswa yang suka keluyuran ketika pulang sekolah. Gadis itu pasti langsung pulang demi bermain dengan Dangil. Kan bucin sejati. Dengan kata lain, ponsel klub detektif Madoka, ditukar oleh seseorang yang ada di rumahnya. Pelakunya orang dalam. Kenalan Aiden lah yang mencurinya.

"Ma! Ma! Lihat payung kakak itu, ada gambar manusia cantik!" celetuk seorang anak kecil di trotoar.

Ibunya segera menggendong si anak. "Tidak, Sayang. Dengarkan Mama, kamu harus menjauhi jika bertemu orang seperti itu. Mereka berbahaya."

Setelah menghina terang-terangan, ibu-beranak itu melewati King begitu saja.

"Tsk. Dasar makhluk 3D. Aku benar-benar tidak mengerti di mana cakepnya 3D itu." King mendumal, kembali menatap peta di ponselnya yang ber-casing Cardcaptor Sakura dengan gantungan kunci Sagiri. "Y-yah, mungkin Violet pengecualian. Dia visual yang sempurna untuk 3D," lanjutnya berbinar-binar malu.

"King~" Tiba-tiba saja King berhalusinasi. Dia melihat wallpaper-nya alias Shinomiya Kaguya, berbicara kepadanya. "Apa kamu tidak mencintai kami lagi? Apa kamu lebih memilih perempuan 3D?"

"B-bukan begitu—"

Giliran gantungan tasnya, Yuuki Asuna. "King tidak mencintai kami lagi? Aku sedih."

"T-tentu saja aku hanya mencintai kalian!"

Payungnya menatapnya muram. "Tapi hatimu mulai goyang karena perempuan bernama Violet itu. Apa King akan mencampakkan kami?"

King gelagapan, ganti-gantian menatap gantungan kunci dan ponsel serta payung dan stiker Mikasa di tasnya.

"Lihat remaja itu, berbicara sendiri. Apa dia baik-baik saja ya?"

"Mungkin pasien gangguan jiwa. Lebih baik kita menjauh saja."

Panjang umur. Violet menghubungi. Cowok itu mematung di tempat. Gairah dan hatinya berperang. Apakah King akan memilih waifunya atau membuka hubungan baru dengan gadis nyata?

"Maafkan aku, Violet..." King menolak panggilan tersebut. "Ternyata aku lebih mencintai istri-istriku."

Skip time.

"Seharusnya rumah Buk Aiden sudah dekat..." King celingak-celinguk membaca papan nama setiap rumah. Dia menggaruk kepala bingung. "Jangan-jangan aku salah baca map lagi? Jadi ceritanya aku tersesat nih? Tidak mungkin ah."

Sibuk membenarkan jalan dengan yang ada di google map, King melewati bangkai gedung dengan palang 'Panti Starnea'.

"Tempat ini..." King menelan ludah. Dia ingat yang diceritakan Jeremy bahwa klub detektif Madoka bertarung dengan CL di gedung tersebut. King spontan terbelalak. "Serius?! Itu sudah enam bulan lamanya lho! Kenapa bangunan ini belum dihancurkan juga?! Padahal sudah ada spanduk : Akan Dirobohkan. Dasar kota pemalas!"

Menyeret kaki ke sana, King melangkah hati-hati menyelusuri gedung itu. Ada sisa-sisa garis kuning polisi yang sudah kumuh dan tanggal. Menelan ludah, King tiba di lantai pertarungan. Dia langsung tahu sebab ruangan itu sangat berdebu dan banyak perkakas berserakan di lantai.

"S-seram. Untung aku belum join klub detektif saat mereka menangkap CL." King mengusap kedua lengannya yang mendadak meremang dingin padahal cuaca panas. "Harus cepat-cepat pergi dari sini... Ng?"

Raja abal-abal itu melihat ujung foto yang terselip di antara bangku. Menoleh kiri-kanan, hanya dirinya sendirian, King memungut foto tersebut. Keningnya mengernyit seketika.

"Lho? Ini foto Pak Ketua, kan?" King sekali lagi menyelami ingatan.

"Kami tidak menduga CL menjebak kami dengan menculik Hellen hanya untuk memenuhi target terakhirnya, Watson."

King merinding. "Fuah! CL benar-benar penjahat menjijikkan!"

"Hei, Nak!" celetuk seseorang di bawah melihat kepala King dari jendela yang pecah. "Sedang apa kamu di sana? Cepat turun. Berbahaya di dalam lama-lama. Gedung itu bisa runtuh kapan saja."

Tanpa diberitahu pun, King memang hendak turun. Rencananya mau langsung pergi ke rumah Aiden, namun King malah menghampiri sosok yang menyorakinya.

"Permisi, Pak, apa Bapak pernah melihat ada orang mencurigakan masuk ke dalam gedung baru-baru ini?"

"Aku tidak tahu kamu mencari siapa, tapi tidak ada yang bisa kuberitahu."

"Kalau Bapak tidak tahu, saya mesti bertanya pada siapa? Hanya kita berdua di sini. Masa saya nanya sama setan." Walah, sableng King kambuh di saat tidak tepat.

Bapak-bapak itu menghadap ke sebuah toko menjahit. "Kenapa kamu tidak coba tanya pemilik toko itu? Aku rasa tokonya mempunyai kamera..." Ketika menghadap ke King, lelaki itu sudah menghilang. "Lah? Ke mana anak barusan?"

Napas King tersengal begitu sampai di tempat tujuan. Dia membingkas secepat kekuatan petir yang diberikan oleh—

Plak! King menampar pipinya. "Sadarlah, Krakal. Ini bukan waktunya praktek light novel yang kamu baca semalam."

Pintu toko ternganga bahkan sebelum King mengetuknya. "Ah, maaf. Tokonya belum buka," kata sosok yang baru saja keluar.

"Tidak apa, aku hanya ingin menanyakan sesuatu. Bolehkah aku melihat CCTV?"

Dua jam King tertahan di sana namun tidak mendapatkan apa pun. Kepalanya pusing memelototi layar komputer dari tadi padahal dia kuat begadang lima hari maraton One Piece.

"Apa yang kamu cari sebenarnya?"

"Aku penasaran apakah ada orang mencurigakan akhir-akhir ini berkeliaran."

"Kalau kamu membicarakan orang aneh, aku melihat seorang wanita sekitar dua bulanan lalu subuh-subuh ke panti itu. Dia berpakaian hitam, memakai masker, kacamata, dan topi juga berwarna hitam." Si pemilik toko memutar rekaman sesuai waktu yang teringat. "Nah, ini dia."

King melongo kecil. "Eh, benar. Dia membawa totebag... Hmm??" Matanya terpicing tak percaya. "Kak, bisa tolong perbesar gambar stiker di tasnya?"

Si pemilik toko mengangguk.

King melotot. "I-itu kan gambar Eren? Jangan-jangan sindrom penyuka remaja lelaki? Buk Aiden punya kenalan yang begitu?! Mustahil!"

*

Setelah bertandang ke rumah kakaknya, Tante Aiden bersenandung setibanya di rumah. Dia menari-nari sembari menyiulkan sebuah lagu, mengikuti lirik.

"Maafkan Tante, keponakanku yang cantik. Tante janji akan mengembalikannya~" Dia seenaknya mengganti lirik lagu.

Melepaskan baju formal, dia pun mengganti pakaiannya menjadi baju training, menguncir rambut tinggi-tinggi.

"Deadline dua hari lagi. Aku harus segera menyelesaikannya," monolognya masuk ke bilik rahasia di balik lemari baju. Banyak poster karakter laki-laki menempel di dinding sampai ke sudut-sudutnya.

Ada foto Jeremy, King, dan Watson. Bahkan almarhum anak kakaknya alias Anlow. Tak lupa Apol. Dan berbagainya. Bilik itu penuh oleh foto remaja!

[Bisa tolong kembalikan ponselnya ke Aiden? Atau setidaknya matikan aku...]

Tante Aiden sungguh cerdik. Watson memprogram Dangil supaya aktif dua jam saja, maka dia pun mengatur ulang waktu ponsel di pengaturan (dua jam lalu) hingga Dangil muncul kembali. Dia juga tidak pernah melepas charger agar baterainya terus terisi. Apa pun demi melihat AI lucu!

"Hohoho, maafkan aku Watson Dan yang mungil. Tapi aku belum bisa memulangkanmu sebelum kerjaanku selesai. Kamu adalah referensi yang bagus buat adik male lead!" Dia memasang kaca mata.

[Tapi aku dirancang bukan untuk jadi model komik. Ini kesalahan...] Muka Dangil pasrah.

"Kalau kamu ingin cepat balik ke tuan putrimu, berpose lah dengan manis agar aku bisa mulai menggambarmu." [Juna Junala, 37 tahun, seorang Mangaka.]

Dangil tampak menghela napas. [Watson akan marah jika tahu ini.]

Case closed! Karena mereka berhasil memecahkan misteri berlubangnya atap kandang kuda milik kakek Mjol.










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro