File 1.2.3 - Mysterious Left Hand in The Suitcase

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"KYAAA!!! ADA TANGAN MANUSIA DI KOPER ANAK ITU! POLISI...! SIAPA PUN CEPAT PANGGIL POLISI!" teriak warga sekitar yang terlanjur ikut menyaksikan.

Gari berlarian muntah. Aiden dan Jeremy mengevakuasi agar penduduk tidak terlalu dekat dengan TKP, beresiko menghilangkan jejak pelaku. Saho berdiri di samping King yang menatap datar tangan buntung tersebut.

"Suhu darahnya masih hangat. Itu berarti tangan ini belum lama terpisah lama dari lengannya." King menatap anak pemilik koper yang berbinar-binar tak percaya. Masa sih dia (seorang bocah) melakukan hal seperti ini?

"Apa kita harus memanggil Petugas Polly dan Petugas Marc? Merujuk hubungan kalian dengan Inspektur Angra tidak baik, aku ragu beliau mau mengizinkan kita berada di TKP." Saho memberi usul yang logis.

King terkekeh simpul. "Kamu kuat juga, ya. Tidak ngeri melihat tangan yang terpenggal. Padahal waktu lihat hewan-hewan itu kamu muntah jemaah denganku."

"Aku sudah terbiasa melihat anatomi tubuh tercerai-berai, namun pembunuhan pada hewan, aku belum pernah melihat seorang penjahat tega melakukan itu."

"Hoo." Jadi Saho berpengalaman di dunia kriminal? Pantas saja reaksinya normal begitu. King manggut-manggut. Dia sendiri mual tergantung bagaimana bentuk mayat. Lagi pula itu hanya tangan kiri, bukan tubuh korban. Jadi King merasa baik-baik saja untuk saat ini.

Kabar baiknya, Polly dan Marc siap siaga sehingga mereka hanya membutuhkan sepuluh menit saja sampai ke Pelabuhan Hanar. Bernasib sama dengan Gari, mereka pun muntah massal.

"Kita harus apa sekarang, King?" Aiden bertanya.

"Apakah Pak Dangil sudah bisa diaktifkan? Takutnya kalau menelepon Pak Watson bisa mengganggu aktivitasnya. Kalian kan tahu dia terlibat sesuatu bersama Crown."

Alis Jeremy bertaut. "Crown? Mahkota? Siapa maksudmu?"

"Violet lho, Pak Jer. Violetta Amblecrown. Masa kamu lupa nama lengkapnya sih?" omel King. "Kadang-kadang aku memanggilnya begitu. Orangnya tak keberatan."

Masalahnya King tidak tahu bahwa Aiden dan Jeremy (juga) tidak tahu nama panjang informannya Watson. Violet hanya menyebut nama panggilannya saja, tidak dengan nama marga. Violet pun memberitahu King lewat pesan pribadi. Dan itu hanya King seorang, tidak dengan mereka.

Untunglah tidak ada yang memperhatikan kejadian kecil itu karena atmosfer kembali membekam. Polly dan Marc selesai mengamankan TKP, bergegas ke tempat Klub Detektif Madoka. Mereka harus membuat hipotesa awal sebelum Angra beserta rekan-rekannya datang. Akan sulit meminta akses masuk kalau Angra yang diberi mandat.

"Tersangka bernama Hongfu Zetian. Usianya 12 tahun. Bersekolah di Raskozak Junior High School. Dia bersikeras bilang tidak tahu apa-apa tentang tangan putus itu. Hongfu dalam perjalanan ke Galeri Orikei. Dia mengikuti kompetisi melukis tingkat daerah."

"Dia tidak punya alibi selain sedang bepergian, ya..."

Sialan. Berpikir ribet begini bukanlah tipe King sama sekali. Kenapa hari minggu yang cerah beberapa menit kemudian berubah latar menjadi berdarah?!

"Aku tidak tahu apa pun," kata Hongfu ternyata menyimak obrolan sejak tadi. Matanya berkaca-kaca sedih. "Aku benar-benar tidak tahu kenapa ada tangan manusia di sana. Aku hanya membawa perlengkapan melukis. Aku tidak melakukan kejahatan. Aku hanya ingin pergi ke perlombaan. Tolong bantu aku. Ini bukan kesalahanku."

Aiden mengembuskan napas panjang. Tersenyum. "Kami mengerti. Jika kamu ingin meluruskan kesalahpahaman ini, maka kamu harus bekerja sama. Paham?"

Hongfu mengangguk pelan.

Pasti ada seseorang yang menjebak Hongfu, si pelaku asli. Dia mengoper perbuatannya pada anak-anak tak berdaya. Tapi pertanyaannya bagaimana dan kapan? Bagaimana pelaku memasukkan tangan korban dan kapan itu terjadi? Apakah saat Hongfu tidak membawa kopernya? Baiklah.

"Apa kamu pernah melepaskan kopermu?"

Hongfu menggeleng. "Tidak. Aku langsung menguncinya di rumah dan tidak pernah membukanya lagi sampai ke sini."

Mungkinkah pelaku asli sudah meletakkan tangan itu sebelum Hongfu keluar rumah? Tidak mungkin. King yang bilang darahnya masih hangat.

"Itu mungkin saja, Kak King," celetuk Gari membaca raut wajah King yang ogah-ogahan berpikir.

"Apanya?" Saho yang menjawab. Woi, namamu King kah?!

Gari menunjuk bantal-bantal kecil yang berserakan. "Hongfu memakai bantal untuk menutup lukisan sebagai pembatas antara papan kanvas dan cat-cat air. Kemungkinan bantal inilah, ditambah ruang sempit tiada celah udara, yang membuat tangan korban beserta darahnya terasa suam."

Aiden terdiam. Itu teori yang masuk akal.

"G-Gari pintar," puji Polly dan Marc berbinar kagum.

Benarkah begitu? King menoleh ke koper yang terbuka lebar. Darah memercik ke seluruh luas koper, membasahi bantalan pelindung. Dia tertegun. Dugaan Gari salah.

Kini King juga merasakan perasaan ketika ingin mengatakan sesuatu namun dipotong (seperti yang dialami Watson). Mobil patroli berdatangan, secepat mungkin memasang garis kuning. Tak lupa ambulans dan forensik. Karakter yang dicemaskan juga turun dari mobil. Ketua Divisi Kejahatan, Angra Nosaroc.

"Ck." Aiden berdecak setelah tatap-tatapan dengannya.

Angra berdiri di depan Klub Detektif Madoka. Mimik bengis. "Kenapa lagi-lagi aku bertemu kalian?"

"Kami juga hendak menanyakan hal sama, kenapa saat kami jalan-jalan selalu saja terjadi tindak kriminal. Kalian tidak serius bekerja, huh?" balas Aiden sarkas. Toh, dia tidak sepenuhnya berbohong. Mereka ke sana bukan mencari kasus melainkan memonitor area pelabuhan.

"Usir mereka dari sini dan bawa tersangka ke kantor."

"Siap, Pak!" Para rekannya langsung memborgol Hongfu, menyeretnya ke dalam mobil patroli.

"T-tunggu! Aku tidak bersalah! Bukan aku pelakunya! Aku tidak pernah melakukan itu! Tolong aku, Kak Detektif!" Bocah itu memberontak, menangis ditangkap.

Gadis Penata Rambut itu mengepalkan tangan marah, hendak melintasi police line, tapi rekan Angra lebih dulu menghalangi langkah mereka. "Kalian dilarang masuk."

"Dia tidak bersalah, Inspektur! Seseorang menjebaknya! Anda hanya membuang-buang waktu sementara pelaku asli tengah melarikan diri!" seru Aiden benar-benar jengkel dengan sifat Angra yang tak bertoleransi.

"Kami mempunyai saksi dan bukti. Alibi tersangka tidak kuat, bahkan tersangka mencoba kabur. Apa yang bisa kalian lakukan untuk menyakinkan kepolisian bahwa anak itu tidak bersalah? Ini dunia orang dewasa, bukan wahana kalian bermain detektif-detektifan. Pergi dari sini."

"Tapi—" Pundak Aiden ditepuk oleh Jeremy. Menggeleng.

"Sudahlah, Aiden. Dia tidak bercanda mengusir kita. Selama dia menghabisi waktu mencurigai orang yang salah, mari kita kumpulkan bukti konkret dan mencari pelaku aslinya. Kita akan memperlihatkan siapa itu Klub Detektif Madoka."

Aiden menghela napas. "Kamu benar," gumamnya beralih menatap Hongfu. "Tunggulah sebentar, Hongfu! Kami akan membuktikan kalau kamu tidak bersalah."

Hongfu mengangguk pasrah.

Di sisi lain, King yang malah sibuk memicingkan mata ke arah koper, beranjak bangun dari posisi jongkok. Dia sekali lagi melihat lukisan Hongfu yang mengintip, terkekeh. "Pak Ketua selalu berkata humuh-humuh dalam menilai sesuatu."

"Apa yang kamu ocehkan, King?"

"Bukan Hongfu pelakunya. Aku berani jamin itu. Meski mereka akan memasangkan alat poligraf pada Hongfu, itu percuma. Karena memang bukan dia yang melakukannya."

"Kenapa kamu seyakin itu?"

"Alasan mengapa Hongfu lari dari dua saksi adalah, dia khawatir bahwa remaja-remaja itu melihat lukisan yang akan dia ikut serta kan ke perlombaan. Iyahhh, dia masih kecil tapi lukisannya sangat bagus. Kalau aku jadi dia, aku juga akan melakukan hal yang sama. Tidak boleh dilihat orang lain sebelum juri memonten terlebih dahulu."

Gari menelan ludah. "I-itu berarti..."

"Yaps!" kata King mantap. "Pelakunya orang lain. Dan kita akan mencarinya sekarang." (*)






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro