File 1.2.4 - To Prove Him Innocence

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari senin. Papan 'Sedang Berdiskusi' pagi-pagi tergantung di daun pintu ruang klub detektif.

Aiden menguncir rambutnya dengan pita kain biru bermotif bunga nemophila. Mode simpel. Sepertinya dia sedang malas memakai hairstyle yang rumit.

AI Watson alias Dangil mengembuskan napas. [Bagaimana ceritanya kalian mendapatkan kasus? Rasanya baru kemarin kalian menolong adik kelas menyelesaikan masalah atap istal kakeknya yang berlubang secara misterius.]

Membicarakan Dangil, penciptanya tak lain tak bukan si Sherlock Pemurung, menyalakan mode manual hingga Juna kehilangan koneksi. King menceritakan apa yang terjadi pada Violet dan Violet menyampaikan cerita tersebut sampai ke telinga Watson. Dangil pun berusaha membela diri, bilang tantenya Aiden mengganti ponsel keponakannya demi menggambar referensi apalah itu.

Jadilah Watson menukar akses Dangil ke nomor ponsel King (karena berbahaya kalau Aiden yang menguasainya). Kali ini tak ada lagi orang sembarangan bisa memakai AI itu. Watson memperbesar jangka batas waktunya. Tak lupa dia juga memasang virus server jaga-jaga jika ada yang nekat meng-hack Dangil. Masalah selesai.

"Bagaimana , Dangil? Apakah menurutmu Hongfu bersalah atau tidak?" tanya Jeremy setelah Aiden selesai bercerita.

[Sebelumnya aku mau minta maaf, Watson mematikan sistem kecerdasanku, jadi aku tak bisa menolong kalian memberi pilihan-pilihan terbaik. Sebagai gantinya, Watson memasukkan fitur terminal data sehingga kalian tidak perlu sulit mencari sesuatu seperti personalia, latar belakang atau peta. Kalian bebas menggunakanku. Alasan lainnya adalah Watson ingin kalian semakin pintar. Watson pikir adanya aku hanya akan menghambat perkembangan kalian.]

King bersungut. "Meh! Ternyata Pak Ketua perhitungan."

"Itu artinya BE lebih sulit dan kuat dibanding CL sehingga Dan tak percaya diri menangkapnya sendirian." Aiden mengambil sisi positif. "Makanya Dan butuh bantuan. Tapi kita yang sekarang belum sepadan. Kita harus belajar menyelesaikan kasus secara mandiri. Ditambah ada Saho dan Gari. Belum lagi King sebagai ketua sementara. Kita punya potensi masing-masing. Kita tak bisa terus mengandalkan Dan. Akan tiba waktunya kita harus berpikir tanpa dia. Kita tak boleh bergantung."

Yang dikatakan Aiden benar. Klub detektif Madoka punya potensi baru. Tetapi, Aiden tidak tahu dan tidak menyangka. Ternyata hanya King yang bertahan sampai akhir permainan.

"Jadi, dari mana kita memulainya?"

[Aku sudah menyelidiki latar belakang anak itu.] Secarik kertas keluar dari mesin fax. Dangil membuatnya lima lembar. Aiden dan yang lagi bergegas mengambilnya. Mulai membaca. [Dia yatim piatu dan tinggal bersama kakak laki-lakinya di Perumahan Gnalan. Namanya adalah Marzio Giamarchi Zetian. 29 tahun. Seorang fotografer. Aku barusan memeriksa riwayat teleponnya, terdapat nomor Inspektur Angra di sana. Dengan kata lain Marzio telah dipanggil ke kantor polisi.]

"Apa sebaiknya kita tunggu Kak Marzio pulang? Sumpah, aku enek dengan yang namanya kepolisian!" kata King.

"Eh?" Gari membenarkan posisi kacamatanya, serius membaca tulisan di lembar kertas. "Hongfu pernah terlibat kecelakaan. Dia korban tabrak lari tanggal 14 april tahun lalu. Saat dioperasi, terjadi kesalahan pembiusan hingga Hongfu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk siuman. Astaga! Adik ini benar-benar malang sekali."

"Itu karena kamu juga sering kena sial makanya turut bersimpati, ya?" Saho menceletuk.

"Benar..." Gari menundukkan kepala, menatap Saho lewat ujung mata. Surai pink cowok itu benar-benar cocok dengannya. Mana matanya berwarna biru langit. Hmm? Gari mengerjap bingung. Biru langit?

"King benar, Den. Kita tak bisa leluasa menyelidiki karena sekarang yang mengambil alih Divisi Investigasi adalah si bangsat Angra bukan Inspektur Deon lagi. Kita harus membuka mata baik-baik." Jeremy mengiyakan usul King. Lagi pula mereka punya Dangil yang siap membobol data.

"Baiklah." Aiden mengangguk. "Untuk sekarang kita harus mengumpulkan informasi sebelum menemui Kak Zio."

Mereka pun melanjutkan diskusi.

King menggaruk-garuk kepalanya. "Pameran seni yang diikuti Hongfu benar diadakan kemarin. Setelah kucari petanya, rupanya itu berada di balai kota. Lantas kenapa Hongfu malah pergi ke pelabuhan? Apa dia salah alamat?"

"Padahal pameran akan diselenggarakan pukul tujuh malam. Sementara kita bertemu Hongfu jam sebelas siang. Apa dia punya tempat tujuan sebelum datang ke perlombaan?"

"Saho, putar rekaman CCTV di pelabuhan. Juga di rumahnya. Kita harus cari tahu orang-orang mencurigakan yang kemungkinan meletakkan tangan kiri itu."

Pemilik nama mengangguk. Dengan bantuan Dangil, sangat mudah menemukan CCTV yang terpasang di sana. Layar infocus menyala, menampilkan cuplikan video rekaman. Tampak sosok Hongfu menyeret kopernya. Mereka menelan ludah melihat jejak darah yang ditinggalkan oleh koper tersebut. Dan Hongfu tidak tahu apa pun.

Layar diganti ke latar rumah Hongfu. Mereka melihat anak itu semangat keluar dari rumah sembari menarik koper. Tidak ada yang mencurigakan selain Hongfu yang suka jatuh ketika berjalan. Hal itu juga direkam oleh CCTV di pelabuhan. Semuanya normal. Tak ada pergerakan aneh.

Ugh! Daripada berteori misteri begini, lebih baik menebak alur anime. Kenapa King bisa terjebak di sini sih. Terlebih, kenapa anak itu suka terjatuh? Apa ada masalah pada kakinya? Tapi tidak ada cedera di kaki selain di kepalanya. Ah, ini sulit! King mulai bertanya-tanya bagaimana cara Watson menangani kasus selama ini.

Dangil muncul mengambil alih layar putih. [Kakak Hongfu telah meninggalkan  kepolisian. Dia sekarang menuju biro pengacara. Sebelum dia sampai, kita harus mencegatnya. Kalian punya waktu sepuluh menit.]

Aiden bangkit gelagapan. "S-sekarang juga? Tapi Pak Dolok tak bisa mengebut secepat itu."

Klek! Pintu klub terbuka, menampilkan sosok kepala sekolah. Chalawan mendapat laporan bahwa King membolos. Raja Abal-abal itu lupa minta izin hendak berdiskusi di klub detektif. Tidak mudah mempercayai murid yang gemar cari perkara sepertinya.

"Kamu lagi-lagi cari masalah—"

"Pa! Kebetulan sekali!" potong King semangat. "Ayo kita berangkat. Pak Chalawan yang ganteng ini jadi sopirnya."

*

Aiden dan Jeremy tak pernah membayangkan akan memanfaatkan kepala sekolah mereka sendiri. Lihatlah di belakang, Saho dan Gari tidak henti-hentinya tremor. Ini sangat tidak sopan! Melanggar hukum kesiswaan!

"Kenapa tiba-tiba begini? Kalau kamu sedang mengikuti kegiatan klub, harusnya kamu ngomong. Guru-guru jadi berprasangka buruk padamu."

"Tidak apa. Justru seru, hehe. Kan King jadi makin terkenal di sekolah," balas King tak berakhlak. Tertawa receh.

"Bocah edan ini..." Chalawan mendesah panjang. Untung anak. Kalau tidak sudah dia buang King ke jalanan.

"Jangan marah-marah dong, Pa. Nanti cepat tua. Yah, meski sudah tua sih sekarang. Aha! Bagaimana kalau King menyanyikan satu lagu? Lihat kebunku penuh dengan bunga, lihat dirimu aku berbunga-bunga. Yey!"

Jeremy menatap prihatin. "Stres."

Chalawan menatap Aiden lewat kaca spion tengah. "Apa Pak Sheldon tak keberatan jika kita tukar anak?"

Aiden tertawa. Dia tak tahu-menahu Kepala Sekolah mempunyai humor seperti itu. Dia juga tak tahu Chalawan tidak galak ataupun dingin selama bersama putranya.

"Maaf kalau keluar topik..." sela Gari malu-malu. "Ada apa dengan tangan kirimu, Pak Krakal?" Dia merasa bingung dari tadi Chalawan mengemudi pakai satu tangan.

King berhenti tepuk tangan tak jelas. "Kenapa, Pa?"

"Kamu sok lupa? Tidurmu yang tidak pernah berubah sejak kecil itu menendangku dari kasur sampai tanganku terkilir. Dasar anak giveaway. Tidak ada pengertian sama sekali."

Deg! King dan Gari tertegun.

Saho mengernyit melihat reaksi mereka kaget bersamaan. "Kenapa? Apa kalian mendapatkan sesuatu?"

"Benar juga. Lagi pula yang kita temukan hanyalah tangan kiri korban, bukan tubuh atau anggota badan yang bersangkut paut dengan nyawa. Polisi tak bisa mengurung Hongfu begitu saja karena bisa jadi korban masih hidup. Bisa jadi kasus ini belum sepenuhnya mengarah ke pembunuhan. Sebab seseorang takkan mati hanya kehilangan tangan kiri!"

Mobil itu berhenti berjalan.

"Kenapa berhenti, Pa?" tanya King cepat.

Chalawan menunjuk ke depan dengan dagunya. Mereka sampai di firma hukum. "Dia kan orang yang kalian cari?"

"Benar! Itu kakak Hongfu!" Aiden mengonfirmasi, secepat kilat turun dari mobil. "Ayo cepat! Kita harus segera menghampirinya sebelum dia mendatangi pengacara!" (*)











Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro