File 1.2.7 - Acute Delirium Syndrome

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hehehe, sudah kuduga. Kebenaran memang hanya ada satu!" seru King cosplay jadi Conan dan entah bagaimana cara dia merubah gaya rambutnya. "Aku ini sangat pintar!"

Sementara Aiden, gadis itu gemas tak diberi pencerahan. Tapi dia harus sadar diri. Yang bersamanya bukanlah Watson nan mau-mau saja menjelaskan—walau Sherlock Pemurung itu juga sering menahan deduksinya.

"Apa yang kamu dapatkan, King?" tanya Jeremy.

"Apa pun itu, bukankah lebih baik mendahulukan Hongfu? Waktu investigasinya mendekati 48 jam. Jika kita tidak membawa bukti, maka Hongfu benar-benar akan ditahan."

Gyut! Saho melirik ke samping. Gari menarik pelan ujung jas almamaternya. "Kenapa?"

"Setelah kupikirkan kembali, apa lagi setelah menonton video Arun memotong tangan kirinya, sepertinya aku telah salah menyimpulkan tangan itu berada di koper Hongfu sejak dia di rumah. Menyesuaikan waktu, berarti kedatangan Hongfu ke Centicore bertepatan dengan Arun memulai siaran. Pertanyaannya, bagaimana bisa tangan kiri Arun tergeletak di koper milik Hongfu? Apakah terjatuh?"

Gadis ini... Saho kikuk menggeleng. "Entahlah."

Tapi King punya jawabannya. "Fufufu! Akhirnya kamu menotis kejanggalan itu, Dik Geri. Kamu benar. Di video, Arun memotong tangan dengan mengarahkannya ke jendela. Dengan timing dramatis, tangan buntung tersebut jatuh ke koper Hongfu yang terbuka."

Aiden mengetuk telapak tangan. "Ooh, pantas saja koper Hongfu banjir darah begitu. Jika diselundupkan diam-diam, maka tidak lazim darahnya memercik ke mana-mana. Itu terlihat dijatuhkan dari ketinggian sehingga menciprat ke seluruh lambung koper."

"Lho, Buk Aiden juga melihatnya?"

"Tentu saja. Aku tidak sebodoh yang kamu kira."

Jeremy menghela napas. Dia merasa deja vu. Kenapa lagi-lagi setiap Aiden yang melihat keanehannya pertama kali, selalu gadis itu yang terakhir menyadarinya?

"Kata Dangil ada satu CCTV di sekitar sini. Apakah kita harus memeriksanya?" usul Saho menjauh dari Gari yang mendadak berbinar-binar pada rambutnya. "Kamu kenapa?"

"R-rambut Kak Saho t-terlihat lembut. Bolehkah aku mengelusnya? Sebentar saja." Matanya bersinar kagum.

"Ini bukan waktunya untuk itu."

"Ayolah, Kak Saho! Sebentar saja! Janji!"

Aiden dan King saling tatap. Tersenyum setan. Ekspresi mereka sama-sama meresahkan. "Kapal baru nih. Apa kamu setuju, Raja Abal-abal?"

"Tentu saja, Buk Negara Barbar."

Dangil muncul memutus obrolan tak bermutu. [Aku sudah meretas data CCTV-nya. Aku akan memutarnya sekarang.]

Mereka berkumpul ala ibu-ibu lagi arisan. Klub detektif Madoka melihat Hongfu berhenti di depan vending machine, membeli sekaleng susu dingin. Masalahnya, kamera CCTV tidak menyorot ke arah yang benar. Hanya merekam badan mesin dan Hongfu yang memilih minumannya.

[Ini akan sedikit susah mengingat lamanya model CCTV. Kita hanya bisa menonton di satu arah.]

"Kalau begitu kita tidak bisa memakai rekaman ini bukti untuk Hongfu. Terlalu buram. Inspektur Angra takkan mau menerima setengah-setengah. Apakah tak ada CCTV lain?"

[Sayangnya hanya ini yang tersisa, Saho.]

"Ah!" Jeremy berseru tiba-tiba. "Bagaimana jika ada kotak hitam di sekitar sini? Di dalam mesin minuman misalnya." Dia teringat soal kotak hitam yang mereka temukan di Stadion Terminus dalam pencarian Child Lover.

Kemungkinan baru, semangat baru. Mereka tergesa-gesa ke vending machine, memeriksa dengan saksama. King bagian atas—mana tahu tertempel di sana. Aiden dan Gari memicing ke dalam kaca mesin—mana tahu terjepit di antara botol minuman. lalu Jeremy dan Saho bagian bawah—mana tahu tersembunyi di antara lubang uang.

"Aku menemukannya!" seru Gari pelan. Dia menarik hati-hati kamera kecil yang terekat di kompartemen tempat keluarnya minuman-minuman tersebut.

Dangil dengan cepat mengambil data rekaman yang ada pada memori Kotak Hitam itu. Kabar buruk. Karena keterbatasan lensa serta posisinya yang tak strategis, kameranya hanya merekam setengah saja. Klub detektif Madoka tidak bisa melihat penampakan Arun memotong tangannya dari jendela.

Tampak Hongfu mengeluh tentang kopernya yang rusak. Dia menekan-nekan benda tersebut supaya terkunci dengan baik. Kini mereka berlima mendengar suara gemerincing dari dalam mesin. Hongfu melangkah gontai menuju vending machine. Sepertinya uang kembaliannya berupa recehan.

Di situlah masalahnya dimulai. Ketika Hongfu membalikkan badan, kopernya terbuka sendiri sebab engsel yang longgar. Kemudian tangan kiri Arun terjun dan masuk ke dalamnya. Entakan pelan dari muatan baru membuat penutup koper kembali mengatup otomatis.

"Dengan begini kita mendapat bukti untuk menyatakan Hongfu tidak bersalah!" Saho berjengit senang.

Aiden menggeleng. "Tidak. Masih belum."

Saho menatap kecewa. "Bukankah ini cukup?"

"Aku mengerti kekhawatiran Buk Aiden. Kamu mencemaskan opini Inspektur Angra, kan? Beliau pasti mencari-cari alasan agar Hongfu tidak lolos dari kecurigaannya. Apalagi rekaman ini hanya menunjukkan sebagian adegan. Malahan dia bisa makin curiga mengingat Hongfu bilang tidak pernah membuka kopernya lagi sejak berangkat dari rumah entah secara langsung atau tidak langsung. Di matanya, Hongfu berbohong pada polisi. Itu fakta mutlak."

"Tapi, Kak King, bukankah Hongfu mengalami penurunan daya ingat karena kecelakaan yang menimpanya? Kak Marzio bisa memperlihatkan berkas rekam medis adiknya."

"Itu lebih berbahaya lagi, Gari." Jeremy yang menjawab. Bisa-bisa Angra menyangka hal itu adalah alibi buatan. Ditambah situasinya sangat pas untuk dibilang karangan.

Hening sejenak.

Ukh! Bagaimana sekarang? King tidak tahu. Mau bagaimanapun, berpikir sekeras ini membuat otaknya yang selalu mencintai istri 2D berasap-asap. Apa yang harus mereka lakukan demi meluruskan kesalahpahaman Hongfu? Mereka harus mencari bukti serta alasan kuat mengapa Hongfu berbohong agar Angra tidak mencari kesalahan anak itu lagi.

King memberungut. Sebal karena buntu. Dia membaca ulang kertas personalia Hongfu.

"Hongfu mudah terjatuh saat berjalan. Tak dapat mengontrol hasrat buang air kecil dan besar. Kesalahan pada prosedur operasi yang melibatkan pembiusan... Eh?" King tertegun. Tak salah membaca ulang latar belakang. "Tunggu dulu. Bukankah ini ciri-ciri suatu gangguan?"

Saho menelan ludah. "Benar. Gejalanya mirip!"

"Kenapa? Kalian tahu sesuatu?" tanya Aiden cepat.

King dan Saho bersitatap, sama-sama mengangguk. "Sindrom Delirium akut!" seru mereka mantap.

[Note: Delirium akut, sebuah sindrom neuropskiatrik yang kompleks dengan onset akut dan bersifat fluktuatif. Sindrom ini melibatkan fungsi kognitif dan menyeluruh yang mempengaruhi kesadaran, perhatian, dan memori.]

Aiden tercenung. "Kalau Hongfu menderita penurunan kesadaran level akut, maka kompos mentis-nya tidak lagi berfungsi. Pantas saja dia tidak sadar apa yang terjadi."

[Note: Compos Mentis/Conscious, satu dari tujuh tingkatan penurunan kesadaran. Kondisi sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Pada kompos mentis, aksi dan reaksi bersifat adekuat yang tepat dan sesuai.]

Gari berdiri kikuk. "Mereka pintar-pintar ya..."

Jeremy tersenyum canggung. "Apalah aku anak bawang. Beban. Sebenarnya aku tidak terlalu berguna di tim ini."

"I-itu tidak benar!" sergah Gari menggebu-gebu. "Aku menonton aksi kakak menolong Tiara Dewata. Kakak rela ditembak demi melindunginya! Kak Jeremy bukan beban!"

Jeremy terkekeh. Seorang adik kelas menghiburnya.

King mengepalkan tangan. Benar-benar semangat. "Yosh! Dengan begini Angra tak bisa apa-apa lagi! Kita sudah menemukan jawabannya! Sekarang kita hanya perlu mencari Arun dan menjebloskan pemuda itu ke rumah sakit jiwa. Selalu buang sampah di tempatnya."

"Kata kiasanmu terdengar kurang ajar, King."

Tap! Tap! Tap! Terdengar suara derap kaki dari samping kanan. Mereka menoleh, tersentak kaget. Tanpa disadari klub detektif Madoka telah dikepung oleh sekelompok remaja-remaja berotot dan berwajah sangar. Mereka pasti geng tawuran atau gerombolan sekte baku hantam.

"Permainan detektif kalian berakhir di sini."

"Walah-walah! Sekarang ada remaja gangster?" King mengelus dagu, menatap tertarik. "Boleh juga nih."

Aiden menyikut lengannya. "Yang serius dong."

Dangil muncul di ponsel King. Sayangnya mereka tidak menyadarinya karena fokus pada musuh di depan. Selain berbekal otot, mereka juga membawa tongkat pemukul kasti, rantai, dan senjata lainnya.

[Ada pesan baru dari Hellen. Informasi penting. Hellen memeriksa kesamaan konten Arun dan Rado. Ada kemungkinan bukan Arun sendiri yang sosiopat.]







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro