File 1.2.8 - Want to Make us Content Material? How Cute!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Permainan detektif kalian berakhir di sini."

Entah sejak kapan klub detektif Madoka dikepung oleh sekelompok 'preman sekolah' yang membawa bermacam-macam senjata. Di antaranya cekikikan merekam.

"Walah-walah? Sekarang ada remaja gangster. Padahal waktu kita sedikit." King mencibir. Tersisa tiga jam lagi mencapai batas waktu investigasi. Mereka harus cepat menemukan Arun sebelum Hongfu dipindahkan ke sel.

"Lihat yang di belakang itu, Kak Aiden," bisik Gari menunjuk. "Tampaknya dia memvideokan yang terjadi."

Tanda jengkel hinggap di kening Aiden. Gadis itu tersenyum kesal. "Maksudnya, mereka mau menjadikan kita material konten video Moutube? Bertajuk 'Membuli Detektif Terkenal Moufrobi'? Hahaha! Besar kepala juga mereka!"

Salah satu dari mereka naik pitam melihat Aiden tertawa remeh, melayangkan tinjunya. Kaps! Dia terkesiap karena Jeremy menangkap dan mencengkeram tangannya. "Apa yang mau kamu lakukan?"

Apa-apaan orang ini? C-cengkeramnya kuat! cicit orang itu menepis tangan Jeremy, menyeringai. "Boleh juga."

King dengan pose heroik berdiri di sebelah Jeremy yang mengerjap. "Hehe boi. Lebih baik kalian jangan macam-macam sama kami kalau tidak mau babak belur parahnya masuk rumah sakit. Pak Jeremy ini," dia menepuk-nepuk lengan si pemilik nama. "Menguasai banyak teknik bertarung lho. Taekwondo, Muaythai, Judo, Tinju, Karate dan Aikido. Kalian hanya ikan teri."

Mereka berdiri gugup. Benarkah?

King angguk-angguk. Padahal bukan dia, tapi malah dia yang bangga. Ekspresinya seperti kucing yang puas menjahili majikannya. "Peluru pun tak mampu membunuhnya. Kalian sial banget."

Jeremy menyikutnya. "Kamu berlebihan."

"Hihihi, bagaimana ya?" Sosok yang merekam terkekeh. "Kami punya teman ahli Jeet Kune Do."

Tepat setelah dia mengatakan itu, seseorang melangkah ke hadapan Jeremy. Tingginya beda tiga jengkal. Dia memakai kacamata persis seperti Jeremy—bedanya memiliki lensa. Rambutnya berwarna aquamarine dan poninya tersibak. Bordir nama 'Giris Dhanoa' menempel di seragam.

King berbinar. "S-seorang ikemen! Perawakannya mirip banget sama karakter anime!" soraknya ala fangirling.

Aiden menepuk dahi. Kapan Raja Abal-abal itu bisa membaca situasi? Apa dia tidak lihat Jeremy dan cowok bernama Giris itu saling menatap intimidasi? Dasar King!

"Aku tidak ingin melukaimu. Menyerahlah."

"Maaf, tapi aku harus menolaknya—" Belum tuntas kalimat Jeremy selesai, Giris menyerang. Untung saja refleks Jeremy mengagumkan dan berhasil menangkis pukulan itu. "Sopankah begitu?"

"Tidak ada kata sopan dalam bertarung jalanan." Giris berkata datar.

"Jangan salahkan aku kalau kamu memar dan sebagainya."

Kemudian perkelahian mereka pun dimulai dengan sengit. Duh! King menggerutu. Mereka tak punya waktu untuk bermain-main. Mereka harus cepat mencari Arun. Apakah tidak ada cara lain kabur dari situasi begal ini?

Pertama kalinya, secara resmi Raja Abal-abal itu mendefinisikan kejadian yang berlangsung sebagai tindak pembegalan.

Selagi asyik berhitung dalam hati, seseorang mengendap hendak memukul King memakai tongkat kasti.

"Kak King! Awas!" Gari berseru kaget.

Menghindar pun rasanya sudah telat. Tapi beberapa detik, Aiden mendongkak orang itu menggunakan lutut sehingga dia terpelanting, lantas menatap King yang melongo menyaksikan sepak terjangnya barusan. "Ke mana fokusmu, heh?"

Waduh! Aku lupa Buk Aiden juga jago gelut! King berseru kagum di hati.

Sementara itu, Saho memandang perkelahian tersebut dengan mimik wajah yang tak bisa didefinisikan. Dia mengepalkan tangan, memegang sesuatu di balik jas almamaternya. Prioritas utama adalah Hongfu. Tak ada yang lain.

"Kalian bersiaplah. Kita akan kabur."

"Eh? Kamu ada rencana?"

"Iya," jawab Saho cepat. "Lari ke belakang secepat mungkin setelah kuberi aba-aba. Biar aku yang mengeret Jeremy."

"Kapan?" King bersitoleh panik.

"Sekarang!"

Melihat tiga anggota detektif Madoka tiba-tiba melarikan diri, secara naluri mereka pun mengejar. Saho meloloskan bom asap dari seragamnya, menarik pin dan melemparnya ke arah mereka.

KABOOM! Seperkian detik lokasi dipenuhi asap kelabu. Terdengar suara batuk beruntun. Awak konten video Moutube tersebut saling menutup mata. Tidak bisa melihat. Kesempatan bagus.

Lengan Jeremy ditarik oleh Saho. Mereka segera pergi dari sana, meninggalkan sekelompok remaja gangster yang meraung emosi. Menyumpah serapah.

Kecuali Giris yang berdiri diam.

*

"Iyahhh yang tadi itu nyaris saja, ya! Untung ada Pak Jer." King cengengesan seolah habis melakukan pekerjaan berat. Padahal dia hanya melamun tak jelas hampir kena gebuk pula.

Jeremy menoleh ke Saho yang menepuk-nepuk debu di celana. "Tak kusangka kamu membawa flash bang. Itu termasuk senjata bahaya lho. Orangtuamu tidak marah kamu bawa benda begituan?"

Cowok cantik itu menggaruk kepala. "Aku sedikit hobi merakit... T-tapi jangan khawatir! Yang tadi itu bukan flash bang betulan kok! Aku memodifikasinya."

Hee. Dia jago merakit rupanya? Paling tidak demikian yang terbaca di mimik wajah Gari—menurut King.

Aiden berkacak. "Nah, sekarang kita ke mana? Kamu tahu di mana Arun, King?"

"Tahu tapi tidak tahu tempatnya," balas King sekenanya. Dia mengeluarkan ponsel. "Tenang. Kita punya alat ajaib... Eh, lho, ada pesan dari Buk Hellen nih—"

Bats! Jeremy langsung merampasnya. "Mana? Mana? Apa dia berubah pikiran dan bilang kangen padaku?!"

"Sayangnya tidak, Pak Jer. Itu pesan tentang Rado..." King tersenyum kecut melihat wajah kecewa Jeremy.

"Hmm. Hellen bilang ada yang aneh dengan Rado. Katanya bukan Arun sendiri yang dibutakan Moutube. Apa maksudnya ini?"

"Itu mengingatkanku tentang ucapan Kak Hellen sebelumnya. Para polisi salah mengira Kak Rado dengan Kak Arun. Jika mereka berdua Moutuber terkenal, harusnya wajah mereka sudah umum di publik."

King menghela napas panjang. "Urusan Rado nanti saja, tak penting dia. Yang mendesak sekarang mencari Arun."

"Ya makanya, kamu tahu dia ada di mana?" Jeremy penasaran sampai mana kesabaran Aiden untuk tidak menonjok.

King mengabaikan. "Pak Dangil, apa kamu tahu siapa editor dari channel Arun? Sekalian alamat rumahnya!"

[Henley Mavroin, teman sekelasnya. Alamatnya ada di Jalan Valilina 12 Blok A. Aku akan membuatkan rute tercepat.]

"Bagus!" King mengepal tangan senang. "Ayo semuanya, kita ke Valilina sekarang!"

"Woi!" Muka Aiden berubah jadi iblis. Urat-urat lehernya bertimbulan. Dia mencegat lengan King sambil terus melangkah cepat ke lokasi tujuan. "Bisa jelaskan apa yang kamu tahu, Kak Raja?"

"Aku paham! Aku paham! Kamu terlalu keras memegang lenganku yang unyu!"

Skip time.

King merapikan lengan kemejanya yang kusut oleh si Ibu Negara alias Aiden. Padahal itu seragam baru. Meski seragamnya sebelumnya tidak belel, King kan suka mengisengi atau merepotkan Chalawan—

"Buruan ngomong! Bukan malah bermonolog di kalbu!" cetus Aiden emosi.

Duh, rempong. King mengomel. "Aku menduga Arun mengidap Duck Syndrome."

[Note: Duck Syndrome, kondisi seseorang sangat suka pamer padahal kondisi hidupnya berbeda dari yang terlihat.]

Yang lain mendengarkan dengan serius.

"Kenapa aku berpikir begitu? Mendengar Arun suka keluar dari rumah sakit semenjak melakukan konten, aku mulai curiga dia berusaha terlihat mampu melakukan segalanya padahal di balik kamera ada banyak pengorbanan yang dia lakukan. Terlihat tenang dan santai, tapi sebenarnya dia menderita di setiap konten.

"Ketika Arun memotong tangannya, mari kita anggap dia sudah memakai anestesi pada bagian tubuh yang akan diamputasi. Tapi murid-murid cewek yang kita temui di Centicore, mereka membicarakan Arun yang berlarian keluar sambil mengerang kesakitan. Aku pikir dia merasakan gejala Nyeri Fantum setelah memotong tangannya. Yah, intinya dia kesusahan saat konten motong tangan kiri."

[Note: Phantom Pain/Nyeri Fantum, rasa sakit seolah berasal dari anggota tubuh yang sudah diamputasi.]

Hening menyergap.

Gari menatap King berbinar-binar. "K-Kak King pintar sekali! Pemikiran macam apa itu? Mirip Kak Watson."

Aiden dan Jeremy mengacungkan jempol. "Kupikir noob, ternyata suhu."

King terkekeh simpul. "Apa sih, biasa saja itu mah. Pak Watson lebih pelik lagi pikirannya." Kalau begini masih mudah. Aku belum sepadan sebelum menemukan orang itu. Kontras dengan isi hatinya.

"Itu artinya..." Saho mengelus dagu. "Arun adalah orang baik yang takkan melibatkan orang lain dalam pembuatan video Moutube. Tapi provokasi dari Rado membuatnya menjadikan editornya sebagai material konten yang baru karena si editor adalah satu-satunya teman Arun."

"Yaps! Orang ambisi seperti Arun takkan mau kalah diberi tantangan. Mungkin dia mencari uang untuk seseorang atau kebutuhan sehari-hari. Siapa tahu, kan? Makanya kita ke rumah Henley. Kita cegah Arun dan bilang padanya sudah cukup."

Tapi, masih ada yang kurang.

Aiden membaca pesan dari Hellen. "Lalu siapa orang yang membegal kita tadi? Mereka suruhan siapa? Kenapa menjadikan kita bahan konten?"

"Kamu lihat perkataan Buk Hellen, kan? Aku rasa Rado itu dalang sebenarnya dari aksi ekstrim yang dilakukan Arun..."

Ckit! Terdengar bunyi ban mobil yang berdecit oleh jalan tol, memotong diskusi klub detektif Madoka. Mereka menoleh berbarengan. Mematung di tempat.

Sebuah truk yang dikemudikan oleh Rado beserta editornya (membawa kamera), melesat hendak menabrak mereka. Keduanya sama-sama menyeringai.

<Gila! Apa dia benar-benar mau menabrak klub detektif Madoka?!>
<Inilah yang kusuka dari channel Rado!>
<Kalau berhasil, kukasih seribu bintang!>
<Ayo tabrak mereka!>

To be continued...









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro