File 1.3.9 - #, @, 7, Q, /, 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aha! Aku punya ide!"

Aiden dan Hellen menghentikan kegiatan mereka. Ruang klub berantakan oleh buku-buku yang berserakan sejauh mata memandang. Mereka sedang mencari makna angka 7, simbol ketiga.

Di dunia ini, nomor 7 disebut angka keberuntungan. Banyak sekali kebetulan yang melibatkan angka 7. Dimulai dari 7 hari dalam seminggu, 7 skala musik, 7 warna pelangi, hingga 7 keajaiban dunia sampai 7 dosa besar.

Yang mana satu maknanya?

"Ide apa, King?"

"Mungkin saja tanda-tanda yang tersisa tidak berada di tempat lain, namun di tempat yang sama merujuk Noki jarang bepergian. Siapa tahu di rumah atau sekolah Noki ada lebih dari satu tanda."

Seharusnya Aiden antusias mereka mendapatkan jalan keluar, tapi desahan panjang lolos. Wajahnya pias. "Kalaupun kita menemukan petunjuk berikutnya, memangnya kita bisa apa? Yang tiga ini saja belum terpecahkan."

"Itu tidak masalah, Aiden. Poinnya kita sudah berhasil menemukan seluruh keping puzzle yang ditinggalkan. Daripada kita cari satu-satu?"

"Baiklah. Kita ke rumah Noki dulu karena jaraknya lumayan dekat."

Skip time.

"B-bagaimana kabar putraku? Apakah ada kemajuan?" Sesampainya, Licias langsung menyambut dengan rentetan pertanyaan seputar anaknya. Melihat lingkaran hitam pada matanya, beliau pasti tidak tidur teratur belakangan.

Aiden dan King bersitatap sendu, menggeleng serentak. "Kami masih dalam pencarian Noki, Nyonya. Agaknya pelaku menyembunyikannya dengan baik."

"Begitu... Apakah kalian punya keperluan datang kemari? Ayo masuk."

"Sebenarnya kami mencari sesuatu yang berhubungan dengan penculikan Noki. Benda itu kemungkinan tersuruk di suatu ruangan di rumah ini."

Licias mengelus dagu. "Sesuatu... Apakah bentuknya seperti memorandum?"

"Benar. Apa Anda menemukannya?"

"Aku mendapatkannya di kotak sepatu kemarin sore. Tadinya ingin kubuang, namun tulisan di dalam memo itu terlihat sangat mencurigakan."

Kemarin sore? Sekiranya, demikian lah maksud raut wajah mereka bertiga. Pelaku mendatangi rumah keluarga korban untuk meletakkan petunjuk permainannya? Dasar penjahat gila.

King menyapu pandangan ke sekeliling. Tadi selama perjalanan menuju rumah Licias, King juga memperhatikan tiang-tiang listrik yang ada. Baik di dalam ataupun di luar rumah, sama-sama tidak ada kamera pengawas.

Licik sekali. Pelaku memanfaatkan kelalaian lingkungan agar tindak tanduknya berjalan sempurna.

"Lihat deh, King." Hellen menepuk bahu Raja Abal-abal itu. "Ada tiga tanda lho di kertas ini. Apa maksudnya?"

King terbatuk. Tiga tanda sekaligus? Apa mungkin itu memo (simbol) terakhir yang dibuat pelaku? Artinya dia tak lagi meninggalkan petunjuk?

Huruf Q. Tanda /. Dan angka 2.

"Kenapa pelaku menggambar tiga simbol? Dia mempermainkan kita?" Aiden merasa panas dari dalam.

Ini aneh. Ada yang tidak benar dari urutan tanda-tanda tersebut. Anggap saja itu yang terakhir, tetapi kenapa? Apa alasan pelaku melakukannya?

Simbol pertama ditemukan di rumah. Yang kedua ada di sekolah. Simbol ketiga terletak di taman. Lalu tiga terakhir berada di rumah lagi... Tunggu, apakah ini semacam paradigma?

"Nyonya Licias, apa Noki punya pola kegiatan sehari-hari?" tanya King cepat.

"Ah, iya. Dia membuatnya dengan cantik dan tekun." Beliau menyerahkan buku personal planner atau bisa dikatakan diari keseharian milik anaknya.

Mereka menempel satu sama lain.

"Ada apa, Raja? Kamu dapat sesuatu, ya? Spill dong. Kami berhak tahu."

"Susah mengatakannya. Lebih baik lihat saja isi buku ini. Buk Aiden dan Buk Hellen pasti bakal mengerti."

Mereka beralih membaca diari Nokui.

Pergi dari rumah jam 07.00 pagi.
Tiba sekolah pukul 07.30 pagi.
Latihan pukul 14.00 siang.
Jalan-jalan ke taman bersama Sikas dari jam 16.00 sampai jam 17.00 sore.
Pulang ke rumah jam 18.00 petang.

"Wow, dia menulisnya dengan niat dan rapi. Ciri-ciri anak perfeksionis," decak King malah menotis tulisan yang bagus.

Di sisi lain, Hellen mengelus dagu. Membaca daftar kegiatan korban serasa melihat sesuatu yang lain. Diliriknya memo petunjuk, menepuk telapak tangan. Jadi begitu rupanya!

"King, King, aku rasa aku paham apa yang kamu pikirkan. Kamu mengira pelaku meletakkan kertas-kertas ini sesuai jadwal aktivitas Noki."

Pemilik nama mengangguk mantap.

Aiden mengetuk-ngetuk bibir. "Oh! Di buku ini ada lima tempat. Rumah, sekolah, tempat latihan, taman, dan kembali ke rumah. Sementara pelaku hanya menempatkan memonya di rumah, sekolah, dan taman. Mungkinkah?!"

"Benar! Tidak salah lagi, Noki pasti disembunyikan di tempat latihannya!"

Aiden, King, dan Hellen dengan semangat menatap Licias yang seketika memasang mimik ketakutan.

"B-bagaimana ini? Saya tidak tahu tempat Noki berlatih karate."

-

Duk! King menyepak tong sampah liar di jalan, mengacak geram rambutnya. Padahal tinggal sedikit lagi, namun mereka malah bertemu dinding buntu!

"Maksudku, kenapa bisa beliau tidak tahu lokasinya? Jangan-jangan ada sesuatu nih di luar prediksi."

"Ish, tak mungkin lah hal klise begitu. Kita berpikir positif saja. Mana tahu Noki tidak mau memberitahu tempat latihannya karena tidak ingin ibunya datang melihatnya berlatih. Dia malu."

"Buk Aiden, kamu terlalu naif."

"Tidak, aku setuju." Hellen menggeleng, dia sependapat dengan Aiden. "Kalaupun ada hal yang disembunyikan oleh Nyonya Licias, tak mungkin dia mati-matian mencari Noki. Kamu yang terlalu berpikir klise, King. Kurangilah membaca komik."

"Heh, aku kan hanya menebak." King menggerutu kesal. "Lalu sekarang kita ngapain? Kita sudah tahu maksudnya, tapi tidak tahu tempatnya. Akh! Sebal!"

"Mungkin..."

King dan Hellen menoleh ke Aiden.

"Simbol-simbol ini adalah kunci lokasi keberadaan Noki. Kamu ingat kasus Vio kan, Len? Dan mengetahui tempat Vio disekap dari seruling perak. Kita bisa memakai prinsip itu lagi!"

"Brilian, Aiden! Kita kembali ke sekolah!"

King hanya melongo bingung. Hah? Apa? Vio? Seruling perak? Hah?!

-

Mulai berdiskusi.

"King, apa pendapatmu soal huruf Q yang ada di memo?" Aiden bertanya.

"Dalam fisika, huruf itu sering dipakai dalam termodinamika usaha. Q untuk muatan listrik. Ada pula saat abad 19, Hindia Belanda kerap dilanda wabah kematian. Untuk menandai rumah orang yang kena wabah, dipasang bendera kuning dengan huruf Q yang artinya "quarantine". Ketika wabahnya hilang, pemasangan bendera kuning beralih jadi tanda berduka. Itu saja yang kutahu."

"Wawasanmu boleh juga, ya."

King mencibir. "Buk Aiden sendiri bagaimana? Punya pendapat soal Q?"

"Hmm, coba kupikir dulu. Dalam kode komputasi, unicode dari Q besar U+0051 dan q kecil U+0071. Sementara itu pada titik kode desimal, Q besar berangka 81 dan q kecil 113. Lalu, kode binner-nya 01010001 dan 01110001."

Lengang sejenak.

"Apa kamu mengerti yang Buk Aiden katakan, Buk Hellen?"

"Entahlah, King..."

"Woi! Aku sudah serius begini!"

Hellen berdeham. "Oke, kita skip dulu huruf Q. Kita lanjut ke tanda /. Kurasa yang satu ini cukup susah."

"Tidak juga." King menyeringai. Dia mengeluarkan kamus besar dari tasnya. Itu adalah Buku Pedoman Umum Ejaaan Bahasa Indonesia pemberian Dinda. "Hehehe! Setelah bahasa Korea, aku berniat menguasai bahasa Indonesia."

"Kamu demen sama Dinda, ya?"

"Emoh! Enak saja itu mulut ngomong!"

Skip time.

"Ekhem! Di sini tertulis, tanda / (garis miring) digunakan dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun penanggalan atau kalender. Kaidah lainnya adalah mengganti kata dan, atau, serta setiap. Ada pula untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan serta kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis seseorang..."

Aiden dan Hellen menatap heran. Kenapa King menghentikan penjabarannya? Otaknya ngelag?

Raja Abal-abal itu menggaruk kepala. "Sepertinya tanda / lebih banyak manfaatnya dalam menulis daripada aritmatika atau hal lain."

Balik ke topik. Mereka lanjut mencari penjelasan tentang angka 2.

"Ah, ini mah gampang banget. Makna dari angka 2 merupakan angka yang memperlihatkan harmoni kehidupan. Surga dan neraka, negatif dan positif, perempuan dan laki-laki, terang dan gelap, baik dan buruk. Banyak lah pokoknya. Aku rasa pelaku tidak memakai kategori 'harmoni' melainkan kelompok kata yang berbeda."

Aiden berdecak pelan. "Hellen, pinjamkan aku bukumu yang itu."

"Buku yang mana?"

"The Secret Life of Punctuation, Symbols & Other Typographical Marks. Aku ingin membacanya. Penjabaran asal-asalan takkan membantu kita." (*)








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro